Saudara Laki-laki Yang Posesif

1525 Words
Hari ini Karma mengantar Sherly ke rumah sakit. Sherly sakit? Jawabannya tidak, tapi Karma ingin mengecek kesehatan Sherly. Belakangan diketahui oleh Karma bahwa Ibu Sherly memiliki riwayat penyakit saat dia mengandung Sherly. Khawatir kalau putrinya itu memiliki riwayat penyakit yang sama, Karma segera membawa Sherly untuk di cek. Hari ini hasil tes darah sudah keluar dan Karma ingin mendengar hasilnya. Tok tok "Masuk," ucap seorang pria tampan memakai jas. Pria itu tersenyum pada Karma dan Sherly yang masuk. "Selamat pagi Sherly," sapa dokter itu ramah. "Pagi dokter," balas Sherly ramah. Pria itu melemparkan senyuman ramah pada Karma yang hanya menundukkan kepalanya singkat. "Bagaimana kabarmu Sherly?" "Baik dok, dokter makin tampan saja." puji Sherly. "Terima kasih," pria itu lalu menatap pada Karma. Dokter itu langsung mengisyaratkan perawatnya agar memberikannya hasil tes darah Sherly. "Terima kasih anda sudah datang Tuan Wynne, kami sudah mengecek darah putri anda dan hasilnya baik. Putri anda sehat Tuan jadi jangan terlalu khawatir." Karma lega mendengar perkataan dokter tersebut walau dia hanya menampakkan wajah datarnya. "Sherly, bisakah kau pergi bersama dengan perawat Yuri di area bermain, dokter mau berbicara dengan Daddy Sherly," pinta Dokter pada Sherly. "Tentu dokter," balas Sherly dan meninggalkan ruangan dokter bersama perawat Yuri, asisten si dokter. "Bagaimanamu kabarmu, kakak?" tanya Dokter itu pada Karma. "Baik, kau?" "Baik juga." balas Dokter itu sambil memamerkan senyuman manisnya pada Karma. "Kau sama seperti yang dulu, cassanova boy." "Kau juga sama seperti dulu, pria tampan yang datar." balas si Dokter. "Maaf ya dulu aku tak sempat berbincang denganmu," "Santai saja senior, aku tahu kau ini pria yang sibuk. Jujur saja, aku kaget loh saat kau datang membawa putrimu, aku jadi penasaran bagaimana kau yang datar ini bisa merawat Sherly," celetuk si dokter. "Kau tak percaya kalau aku bisa merawat Sherly seorang diri?" Dokter itu terbawa terbahak-bahak mendengar nada protes dari Karma. "Iya, aku percaya jangan marah begitu," "Aku tak marah kok," bantah Karma dengan nada datar. "By the way, aku juga terkejut kau bekerja di sini kupikir kau akan pulang ke Indonesia untuk bekerja di sana." "Sebenarnya sih, tapi Ibuku menahanku Haaahh ... padahal aku ingin sekali bertemu dengan calon istriku." "Maksudmu, gadis yang sering kau bicarakan itu?" Si dokter langsung mengangguk cepat. "Aku dengar dia sudah menjadi dokter ahli bedah yang terkenal di sana, aku tak sabar ingin bertemu dengannya." Cinta. Sahabat Karma itu tengah jatuh cinta, terlihat sekali dari matanya. Sudah lama Karma tak merasakan jatuh cinta bahkan pria itu sudah tak tahu bagaimana rasanya. "Oh, kalau begitu good luck ya," ucap Karma mendukung rencana si dokter. "Yah sama-sama senior, kau memang sahabatku yang terbaik." balas Dokter sambil tersenyum sumringah. "Aku kasihan sama Sherly," ucap si Dokter tiba-tiba dengan pikiran menerawang. Senyumnya yang sumringah menghilang terganti dengan pandangan serius. "Kau tidak terpikir untuk rencana menikah lagi?" tanya si Dokter. "Kenapa kau menanyakan hal itu?" "Yah karena aku kasihan sama anakmu, dia itu masih kecil butuh kasih sayang seorang Ibu dan kau mungkin bisa menuangkan semua kasih sayangmu padanya tapi tetap saja beda kasih sayang seorang Ayah dibanding kasih sayang seorang Ibu." "Lalu?" "Carilah seorang Ibu untuk Sherly, bagaimana kau ini." Karma menghela napas mendengar usulan sahabatnya itu. "Inginnya aku juga begitu tapi Sherly itu tak bisa akrab dengan orang asing terutama wanita. Dia tak mau hanya dia yang bahagia, aku pun harus bahagia." "Lagi pula pernikahan bukanlah mainan. Aku juga ingin serius dalam membina sebuah hubungan, tapi apa boleh buat kalau aku belum mendapat yang cocok." Si dokter menghela napas panjang mendengar curhatan Karma. Apa yang dikatakan oleh Karma itu benar dan semua butuh waktu. Semoga saja Karma bisa mendapat seseorang yang seperti diharapkan oleh Karma dan Sherly. "Rani baik-baik saja dia hanya terkena flu biasa jadi intinya Dani, kau terlalu mengkhawatirkan adikmu." ujar Hira, dokter yang memeriksa Rani. "Jadi, solusinya apa?" tanya Dani tak menghiraukan perkataan Hira. Hira membuang napas kasar melihat sikap Dani yang berpura-pura tak mendengarnya. "Dia hanya harus banyak istirahat dan minum obatnya sampai habis," jawab Hira. Dani menyikut lengan Rani yang berkonsentrasi menggambar. Gadis itu memincingkan matanya pada Dani seolah-olah mengatakan bahwa dia benci diganggu saat dia masih asyik menggambar. "Kau dengar tidak yang dokter katakan?" tanya Dani, pria itu kembali tak menghiraukan tatapan kesal adiknya itu. "Iya," jawab Rani kembali sibuk mencoret buku gambarnya. "Jangan iya, iya lakukan dong," "Iya," "Rani, dengarkan Abangmu kalau berbicara," tegur Dani jengah dengan sikap Rani. Rani membuang napas kasar dan menatap pada Dani dengan senyum yang dibuat-buat. "Dengar tidak apa yang dikatakan sama dokter Hira?" tanya Dani sekali lagi. "Iya," "Apa?" "Dia bilang aku harus banyak istirahat dan menghabiskan obatku." kata Rani. "Bagus," ucap Dani sambil menepuk kepala Rani. "Abang, aku pergi dulu ya mau cari angin segar, tak betah di sini ruangannya pengap." pinta Rani. "Ok, tapi jangan lama-lama ya, kita akan pulang sebentar lagi." balas Dani mengijinkan adiknya itu pergi. Rani hanya mengangguk dan pergi secepat mungkin dari tempat itu. "Kamu tuh yah jangan terlalu posesif deh sama adik kamu. Dia juga 'kan butuh kebebasan." omel Hira pada Dani. "Yah mau bagaimana lagi, dia itu bandel sekali. Suka berkelahi dan keluyuran malam-malam tak jelas padahal dia itu gadis loh," celetuk Dani mengeluh dengan kelakuan sang adik yang layaknya laki-laki. "Ya iyalah, siapa coba yang tak tahan dengan kakaknya yang sister complex sepertimu, kalau aku punya kakak seperti kamu sudah pasti aku sering keluar tak tahan dengan omelanmu itu," gumam Hira pelan walau dia tahu Dani mendengarnya. "Oh jadi maksudmu aku bukan kakak yang baik begitu?!" "Lah itu memang kenyataannya," dan dimulailah adu argumen antara Dani dan Hira yang cukup lama itu. Sementara itu Rani bernapas lega bisa menjauh dari Abangnya yang selalu mengomel layaknya ibu-ibu. Sumpah, Rani rasa harus membeli penyumbat telinga untuk tidak mendengarkan omelan kakaknya yang panjang kali lebar. Sudahlah, tak perlu memikirkannya. Hari ini dia tengah berada di rumah sakit, itu berarti dia akan punya waktu luang untuk menggambar dan mencari inspirasi baru yah dari pada harus ke sekolah dan kembali bertemu masalah baru karena sudah memukuli anak orang. Walau dia sudah mengancam tapi lebih baik dia tak pergi ke sekolah. Rani bersyukur atas sakitnya ini, sakitnya itu datang di waktu yang tepat saat Rani membutuhkannya. "Kakak." Rani menoleh ke belakang dan menemukan Sherly bersama dengan seorang perawat. Sherly mendekatinya bersama dengan perawat itu. "Kenapa kau ada di sini? Kau sakit?" tanya Rani khawatir jika Sherly demam karena dia hujan-hujanan bersamanya. Sherly menggeleng. "Aku di sini karena Ayah mau dengar hasil tes darah yang aku lakukan beberapa hari berlalu." Rani lega mendengar jawaban Sherly namun dia kembali khawatir begitu tahu Sherly melakukan tes darah. "Lalu bagaimana hasil tesnya?" "Sherly kurang tahu hasilnya, tanya saja sama Daddy," "Daddy Sherly ada di sini?" tanya Rani berlagak pilon. Sherly mengangguk sebagai jawaban. "Kakak kenapa ada di sini? Sakit ya?" tanya Sherly setelah menjawab. Rani tertawa renyah sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Hanya sakit ringan saja kok, tapi Abang kakak bawa kakak ke rumah sakit karena khawatir." jawab Rani. "Kakak terus bilang Abang, Abang itu apa sih?" tanya Sherly penasaran dengan panggilan Rani. "Abang itu panggilan untuk kakak laki-laki, kakak sudah terbiasa memanggil dia dengan sebutan Abang." ujar Rani menjawab pertanyaan Sherly. "Ohh gitu, eh kok kakak bawa buku gambar? Kakak suka gambar ya?" terka Sherly. "Iya, kakak suka menggambar, kakak ingin menjadi seorang mangaka suatu hari nanti." "Wah hebat, Sherly mau lihat kakak menggambar," "Boleh, ayo duduk di bangku itu." pinta Rani sambil menunjuk bangku yang tak jauh dari mereka. "Sherly, mau kakak gambar apa?" Sherly berpikir sejenak kemudian menjawab. "Terserah kakak saja deh, asal bagus." Rani tersenyum dan mulai mencoret-coret dengan pensilnya. Sherly diam terus mengamati Rani yang berkonsentrasi menggambar. Sherly melebarkan matanya saat melihat gambar yang Rani buat adalah gambar dirinya dan Rani duduk di kursi panjang, dia tak menggunakan sudut pandang dirinya tapi sudut pandang orang lain yang tengah melihat mereka tengah duduk sambil memperhatikan gambaran Rani. Setelah selesai dia segera mewarnai gambar tersebut dan akhirnya gambarnya selesai, Rani tersenyum puas melihat gambarnya. "Selesai." Sherly menerima gambaran tersebut sambil menatap takjub pada gambar Rani. "Ini bagus sekali kak." "Terima kasih. Kau suka?" Sherly mengangguk cepat. "Kalau mau ambil saja," mata Sherly berbinar-binar menatap Rani. "Benarkah?" "Tentu saja kau boleh menyimpannya." "Terima kasih ya kak," balas Sherly dan hanya di balas senyuman manis oleh Rani. Karma berjalan keluar mencari putri kesayangannya setelah pamit pada sahabatnya si dokter. Dia terpaku memandang Sherly bersama dengan Rani. Rasanya ini sebuah keajaiban. Rani selalu bertemu dengan Sherly. Hendak memanggil Sherly namun suaranya tertahan di tenggorokan karena suara yang lebih keras memanggil seseorang dan yang lebih mengejutkan lagi nama yang dipanggil oleh orang itu adalah ... Rani. Rani menoleh dan menemukan Abangnya Dani menghampirinya dengan wajah yang tertekuk. Sepertinya, dia kalah beradu argument dengan Hira. "Ayo pulang." Hanya dua kata itu yang keluar dari mulut Dani. Rani bingkas berdiri setelah pamit pergi pada Sherly dan mengikuti Abangnya ke parkiran rumah sakit. "Siapa dia?" tanya Dani setelah keduanya berada di dalam mobil menuju ke rumah mereka. "Siapa?" Dani berdecak kesal mendengar pertanyaan Rani. "Siapa lagi kalau bukan anak kecil itu," "Oh, dia Sherly, teman baruku. Kenapa?" Rani balik bertanya. "Baguslah, setidaknya dia itu bukan seorang pria." balas Dani. Rani mengkerutkan dahi mendengar perkataan Dani. Apa jangan-jangan Abangnya itu...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD