2

1838 Words
  Selesai melakukan transaksi tersebut Sean menggandeng Sierra masuk kedalam mobil sportnya. Sean belum tahu apa yang akan dilakukannya pada gadis itu. Dia hanya berpikir untuk membawanya pergi saja. Entahlah, hatinya menyuruhnya untuk keluar dari sana.   "Ki-kita mau kemana?" Suara Sierra masih terdengar bergetar.   Sean melirik memperhatikan Sierra yang meringkuk. Duduk menempel dipintu mobil untuk memberikan jarak diantara mereka. Sean kembali memperhatikan keadaan jalanan didepannya. Dia sendiri juga tidak tahu akan membawanya kemana.   "Kemana lagi, tentu saja aku akan mencoba barang yang aku beli dengan harga sangat mahal." Jawab Sean.   Sierra tertegun mendengar jawaban Sean. Mencoba barang yang baru saja dibeli? Apa itu dirinya? Sierra langsung menatap tajam kearah Sean. "Apa yang akan kau lakukan padaku? Apa kau masih berpikir kalau aku w************n yang bisa dibeli dengan uangmu? Kau bertransaksi dengan Madam bukan dengan diriku!"   Sierra membentaknya? Sean tersenyum tipis. Belum ada yang berani membentaknya. Apa Sierra tidak tahu siapa Sean? Sepertinya memang seperti ity karena kalau dia tahu tidak mungkin akan berani membentaknya.   "Lebih baik kau diam, sebentar lagi kita akan sampai." Ucap Sean datar dan membelokkan mobilnya kearah kanan lalu kembali melaju.   Sierra memalingkan wajahnya dan menatap keluar jendela. Kedua tangannya memeluk tubuhnya sedari tadi merasa itu adalah perlindungannya. Sean kembali melirik kearah Sierra. Gadis itu walaupun terlihat keras kepala tapi mendengarkan ucapannya. Sean memarkirkan mobilnya tepat disebuah hotel. Dia turun dari mobil dan menggandeng Sierra masuk kedalam. Sesekali Sierra menahan langkahnya saat Sean menariknya. Mereka masuk kedalam lift dan pergi kelantai empat. Saat lift sudah mengantar mereka kelantai empat, Sean menarik Sierra masuk kedalam kamar paling pojok dilorong tersebut. Selesai mengunci pintunya, Sean melepaskan cengkeramannya dilengan Sierra.   "Ayo, kita mulai. Aku ingin tahu seperti apa caramu memuaskan lelaki-lelaki itu sampai Aaidan membayarmu mahal." Ucap Sean dan melepaskan jasnya.   "A-ap-apa yang kau lakukan?!" Sierra ketakutan dan berjalan mundur saat Sean melangkah mendekatinya.   Tanpa Sierra tahu dirinya sudah terpojok dan kakinya menempel sisi ranjang. Sierra menoleh kebelakang dan semakin khawatir karena tidak ada jalan lain sedangkan Sean semakin mendekatinya. Saat Sierra kembali menatap kedepan, dirinya sudah ditubruk Sean sampai terjatuh diatas ranjang. Sontak Sierra melawan saat Sean mengunci kedua pergelangan tangannya.   "Lepaskan aku!" Berontak Sierra.   "Kau pandai berakting juga." Puji Sean dan menyatukan cengkeramannya dilengan Sierra lalu menempatkannya diatas kepala gadis itu.   Sierra mengerutkan kening saat Sean mulai melepaskan satu persatu kancing kemejanya. Apa lelaki itu benar-benar akan memperkosanya? Kalau begitu dewi batinnya berbohong mengenai lelaki itu. Sean berhasil melepaskan semua kancing kemejanya sehingga membuat Sierra melihat bentuk depan tubuh lelaki itu. Ini pertama kalinya Sierra melihat secara langsung otot-otot d**a dan perut seorang laki-laki. Karena terkejut tanpa sadar Sierra terdiam dan memperhatikan pemandangan didepannya. Sean tersenyum samar, sepertinya Sierra menyukai bentuk tubuhnya.   Sean mendekatkan wajahnya dan mencium leher Sierra membuat gadis itu terkejut dan menjerit. Dia mencoba menjauhkan wajah Sean dari lehernya. Tanpa dikontrolnya, isak tangisnya mulai terdengar membuat Sean menghentikan aktivitasnya setelah berhasil memberikan tanda kepemilikannya dileher gadis itu. Sebenarnya ini pertama kalinya Sean yang melakukannya lebih dulu, biasanya wanita-wanita penghibur bayarannya itu yang lebih dulu menciumnya dan memberikan tanda merah itu. Tapi saat melihat Sierra membuat Sean melakukan hal itu. Hal yang sangat tidak mungkin. Sean menjauhkan wajahnya dari leher gadis itu dan menatapnya. Wajah Sierra terlihat seperti sangat ketakutan sampai Sean merasakan kalau tubuh gadis itu menggigil samar.   "Buka matamu." Perintah Sean tepat didepan wajah Sierra.   Perlahan Sierra membuka matanya hingga dia bertemu dengan bola mata berwarna serupa dengannya, biru gelap. Jemari Sean menghapus airmata Sierra diwajahnya. "Dengarkan ucapanku baik-baik." Bisiknya.   Sierra menatap lekat-lekat bola mata didepannya dan mengangguk pelan saat menemukan tidak ada niat jahat didalam bola mata itu.   "Aku bukan orang yang suka melepaskan sesuatu yang menjadi milikku. Aku akan memberikanmu satu kesempatan untuk pergi. Tapi, setelah kau pergi dan kau kembali memperlihatkan dirimu didepanku, disaat itu aku benar-benar tidak akan melepaskan dirimu lagi, selamanya. Kau akan menjadi milikku selamanya jika melakukan hal itu." Ucapnya penuh dengan ketegasan lalu bangkit dan duduk disisi ranjang.   Sierra langsung merapikan pakaiannya dan melirik kearah Sean yang meletakkan kunci kamar itu diatas nakas.   "Pergi. Jangan pernah kau muncul lagi didepanku jika ingin bebas." Gumamnya dan masuk kedalam kamar mandi.   Tanpa menunggu lama Sierra mengambil kunci itu dan berlari kearah pintu lalu membukanya. Dirinya berlari sepanjang lorong itu dan masuk kedalam lift sebelum Sean berubah pikiran. Saat keluar dari lift pun dirinya masih berlari. Berlari menjauh dari lelaki itu yang akan mengklaim kalau dirinya adalah miliknya kalau sampai bertemu dengannya untuk yang kedua kalinya.   Sedangkan didalam kamar mandi Sean berdiri mematung dibawah guyuran air shower. Apa yang dilakukannya adalah perbuatan baik? Kalau begitu ini adalah perbuatan baiknya yang pertama kali dia lakukan. Sean tidak menyangka kalau dia benar-benar membiarkan gadis itu pergi. Tapi melihat dia ketakutan tadi membuat Sean merasa bersalah dan harus melepaskannya. Mungkin untuk saat ini dia harus membiarkan gadis itu merasa sedikit bebas karena Sean yakin dia pasti akan bertemu lagi dengan gadis itu.   -   Seorang gadis duduk meringkuk dihalte bus. Sebagian pakaiannya basah karena terkena air hujan. Sierra mendongak dan memperhatikan rintikan hujan yang belum juga berhenti. Dia harus masih berlari lebih jaub lagi sebelum Sean menemukannya untuk yang kedua kalinya. Tapi, Sierra tidak bisa berlari dibawah guyuran air hujan kalau tidak ingin sakit.   "Tuhan, tolong aku." Batin Sierra dan kembali menunduk.   Kemana Sierra akan lari? Apa ada orang yang benar-benar baik didunia luar seperti ini? Jujur, ini adalah pertama kalinya Sierra menikmati dunia luar setelah tujuh tahun tinggal bersama dengan Molly. Molly tidak pernah membiarkan Sierra keluar dari rumah, dia selalu dikurung didalam kamar dengan alasan agar dirinya aman dari lelaki-lelaki hidung belang yang senang keluar masuk rumah itu.   Sierra melirik kearah laki-laki yang baru saja berteduh ditempat yang sama dengannya. Sesaat Sierra terkejut melihat penampilan lelaki itu yang mirip seperti Sean. Berbadan tegap dengan balutan kemeja putih dan jas hitam. Lelaki itu melirik kearah Sierra karena merasa diperhatikan. Mereka bertatapan cukup lama sampai sebuah mobil La Ferrari berhenti tepat didepan halte itu. Lelaki itu memperhatikan Sierra dari ujung rambut sampai ujung kaki gadis itu yang tidak memakai alas kaki. Tatapan lelaki itu teralihkan saat ada seorang pengawalnya keluar dari mobil dan memberikannya payung lalu dia masuk kedalam mobil.   Pengawal menutup pintu mobil setelah tuannya masuk kedalam mobil. Namun saat pengawal itu akan melajukan mobilnya, lelaki itu terkejut mendengar seseorang jatuh dari arah halte bus tempatnya berdiri tadi bersama dengan Sierra. Lelaki itu menoleh dan melihat Sierra sudah tergeletak pingsan disana. Dia langsung keluar dan menghampiri Sierra diikuti pengawalnya.   "Nona, bangun. Nona." Panggil lelaki itu dan menopang tubuh Sierra.   Keningnya berkerut setelah sadar kalau gadis yang pingsan itu terkena demam. Dia pun menggendongnya masuk kedalam mobil dan pengawal itu kembali memayungi mereka.   -   Sierra meringis saat sadar kepalanya terasa sakit. Perlahan dia membuka matanya dan mengernyit melihat ruangan sekitarnya. Dia ada dikamar? Kamar milik siapa? Apakah dia berhasil ditemukan Sean? Sierra tertegun melihat selang infus menempel di tangan kanannya. Sierra melirik kearah kanan karena mendengar deru langkah menghampirinya. Mata gadis itu memperhatikan lekat-lekat lelaki yang berjalan menghampirinya sampai lelaki itu sudah duduk ditepi ranjang. Sierra mencoba mengingat dimana dia bertemu dengan lelaki itu.   "Bagaimana keadaanmu?" Tanyanya dan menempelkan telapak tanganna dikening Sierra. "Sepertinya demam kamu sudah turun." Gumamnya dan tersenyum.   "A-anda siapa?"   "Oh iya aku lupa mengenalkan diriku padamu. Kita belum sempat berkenalan malam itu, namaku Javier Miguel. Panggil saja Javier. Siapa namamu?"   "Javier?" Sierra mencoba memastikan. Dia tidak pernah mengenal nama itu. Tunggu! Apa Tuhan sudah menolongnya? Apa ini orang yang baik yang ada didunia luar?   "Iya, Javier. Kita memang belum pernah bertemu sebelum dua hari yang lalu di halte bus."   Sierra terkejut mendengar penjelasan Javier. Apa selama itu dirinya pingsan? "Dua hari yang lalu?"   Javier mengangguk. "Iya. Dokter bilang daya tahan tubuhmu memang lemah, jadi kau harus benar-benar menjaga kesehatanmu."   "Aku, ada dimana?"   "Kau ada dirumahku. Sementara waktu kau tidak perlu khawatir, kau bisa tinggal disini sampai kesehatanmu pulih." Jawab Javier dan tersenyum.   Sierra ikut tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih."   "Tidak perlu mengatakan itu. Oh yah itu sarapanmu, kau juga jangan lupa untuk meminum obatnya. Aku harus pergi dulu."   Sierra mengangguk dan kembali tersenyum saat Javier bangkit dan berjalan keluar kamar. Dia bernaaps lega karena bisa bertemu dengan orang yang menurutnya sangat baik itu. Sierra menatap sarapannya dan beberapa obat yang ada diatas meja kecil samping ranjangnya.   -   "Jadi gadis itu dari rumah b****l yang dibeli oleh Sean?"   "Yes Sir. Menurut informasi yang saya terima seperti itu."   Lelaki itu menghisap cerutunya dan menyeringai. Tidak menyangka kalau saudara tirinya melakukan hal itu. Setahu dirinya Sean bukanlah lelaki yang melepaskan sesuatu yang menjadi miliknya. Tatapannya menajam pada salah satu objek didalam ruangannya. Dirinya mencoba mengambil sebuah kesimpulan. Setelah menemukan kesimpulan itu, tawanya menggema diruangannya.   "Berapa Sean membeli gadis itu?"   "U$120.000.000 Sir."   Lelaki itu tertegun mendengar jawaban pengawalnya. "Apa? U$120.000.000?!"   "Gadis itu dibeli dengan harga sepuluh kali lipat dari harga Mr. Aaidan Louis."   Tiba-tiba lelaki itu kembali terkekeh. "Astaga. Aku tidak menyangka dia membelinya dengan mahal dan melepaskannya begitu saja."   "Saya rasa Mr. Sean Parker tidak akan melepaskannya begitu saja Sir."   "Maksudmu?"   "Sepertinya Sean Parker mempunyai rencana untuk membuat gadis itu kembali padanya karena ternyata gadis itu bukan termasuk wanita penghibur dirumah b****l itu. Ms. Molly Maximus terpaksa menjual gadis itu."   "Sierra Harrison." Lelaki itu bergumam melafalkan nama gadis yang menjadi perbincangannya dengan orang kepercayaannya itu. "Sepertinya aku bisa menggunakan gadis itu untuk menghancurkan Sean. Dia tidak pantas mendapatkan perusahaan itu. Aku akan mengambilnya dari tangannya." Ucapnya dan menyeringai lalu kembali menghisap cerutunya.   -   Tanpa terasa sudah hampir satu minggu Sierra tinggal dirumah itu. Selesai makan malam Sierra berniat ingin menemui Javier untuk pamit pergi. Dia tidak ingin merepotkan lelaki itu lebih lama lagi. Sierra melenggang menuju kelorong kamar Javier. Sampai didepan pintunya, Sierra mengetuknya perlahan. Dia melangkah kebelakang saat pemilik kamar itu membuka pintu kamarnya.   "Sierra? Ada apa? Kau sudah selesai makan malam?"   Sierra mengangguk. "Aku ingin berbicara sesuatu denganmu."   Javier tersenyum dan mengangguk. Dia membuka lebar pintu kamarnya untuk memberi jalan Sierra masuk ke dalam. Mereka duduk disofa yang berada tak jauh dari ranjang.   "Javier." Panggil Sierra memulai pembicaraan.   "Iya?"   "Besok aku akan pergi. Aku tidak bisa tinggal disini lebih lama lagi."   Javier mengerutkan keningnya. "Kenapa? Apa kau merasa tidak nyaman tinggal disini? Apa pelayan-pelayanku tidak bekerja dengan baik?"   Sierra langsung memotong ucapan Javier sebelum lelaki itu semakin berpikiran buruk. "Bukan. Bukan karena itu Javier. Hanya saja, aku tidak ingin terlalu lama merepotkanmu."   Javier terkekeh. "Merepotkanku? Siapa yang berkata seperti itu?"   "Tidak ada. Hanya aku sendiri."   "Kalau kau ingin pergi, kau akan tinggal dimana? Bukankah katamu, kau sudah tidak punya siapapun?"   "Aku akan bekerja dan tinggal sendiri. Aku masih bisa melakukan itu."   Javier terdiam beberapa saat. Dia menatap Sierra intens setelah menemukan sebuah ide. "Bagaimana kalau kau bekerja ditempatku saja? Sementara itu kau masih bisa tinggal disini."   "Benarkah?" Tanya Sierra sumringah.   Javier tersenyum dan mengangguk. "Iya. Itu kalau kau menerimanya."   Sierra mengangguk semangat. "Iya. Aku mau." Jawabnya cepat.   Javier ikut tersenyum menatap Sierra. Sebuah senyuman kemenangan.   Sierra keluar dari kamar Javier setelah selesai berbicara. Gadis itu masuk kedalam kamarnya dengan perasaan bahagianya. Dia tidak menyangka bertemu dengan lelaki sebaik Javier. Lelaki itu memang sangat baik seperti sikap Molly dulu padanya.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD