Tiga

3171 Words
Caffe Stars. Pukul 07.00 PM.                         Dimas tiba di caffe Stars bersama Liana. Bajunya yang kasual tapi tetep fashioneble membuat penampilannya sangat tampan. Padahal hanya mengenakan kaos berwarna putih di balut jaket brendid. Celana jins biru yang bermerek. Dan jam tangan original yang cukup mahal melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Mau makan apa?” tanya Dimas. “Apa aja. Bebas,” jawab Liana singkat. “Oke gue yang pesenin,” Setelah memesan.  Dimas malah asik dengan ponselnya, tanpa menghiraukan Liana yang ada di hadapannya. Padahal jelas-jelas mereka sedang berkencan. Tetapi sifatnya malah seperti orang yang tidak saling kenal. Pantas saja belum ada orang yang cocok sama Dimas. Kelakuannya saja begitu. Romantis sedikit kek.   Begini rasanya kencan sama King of master Vegasus. Garing banget. Jujur memang aku ada sedikit rasa sama Dimas. Tapi kenapa dia ga nanya-nanya atau bersikap romantis gitu sama aku, gumam Liana dalam hati. Tuh kan, sebagian cewek memang ingin mendapatkan perlakuan romantis dari pacarnya. Please deh, Dimas peka dong.   Tak lama makanan datang. Dimas langsung melahap spagetynya dengan cepat. Sementara Liana malah bengong melihat kelakuan Dimas yang super aneh. Selang beberapa menit, makanpun selesai. Dimas mulai memandang Liana. Liana yang di pandang malah malu-malu kucing.   “Satu pertanyaan buat lo! Kenapa lo mau jadi pacar gue?” tanya Dimas to the point. Ia paling tidak suka basa basi.   DEG! Liana bingung harus jawab apa. Masa Liana harus jujur tentang perasaanya. Ini terlalu cepat, belum sebulan Liana kenal dengan Dimas. Liana kan murid bea siswaan baru di Vegasus International High Schoool. “Lo tahu kan, lo bukan jadi pacar gue beneran? Kenapa lo ga nolak bintang pink dari gue? Lo takut di kasih bintang merah dari gue?” Liana masih saja diam. “Gue ga bisa nunggu lama. Kalo lo ga jawab juga, hari ini kita putus dan jangan harepin apa-apa dari gue. Karena lo cuma mainan gue aja faham lo! Lagian lo engga asik. Ngapain juga gue pertahanin lo. Masih banyak cewek yang lebih menarik di banding lo,” Saat Dimas beranjak pergi dan menjauhi Liana. Liana berlari dan langsung memeluk Dimas dari belakang. “Karena gue mencintai lo. Meskipun hanya jadi pacar sementara lo, Gue engga perduli. Yang jelas gue tulus cinta sama lo, Dimas,” Dimas membalikan badannya. Kemudian menatap Liana. “Sungguh?” Dimas mencoba meyakinkan. Liana mengangguk. Dimas memeluk Liana. Apa dia orangnya Tuhan? Semoga saja, harapnya dalam hati. “Kita pulang yuk!” ajak Dimas.  “Tapi lo ga mutusin gue kan?” Dimas menggeleng. Untuk sementara Dimas mencoba mempertahankan hubungannya dengan Liana. Semoga Liana orang yang selama ini ia cari. Semoga ada sosok mamanya dalam diri Liana. “Engga. Yuk! Pulang udah malem,” Kali ini Dimas membawa mobil SSC Ultimate Aero. Mobil biru itu melaju cepat menerobos malam. Menerobos kota Jakarta yang lumayan agak lengang malam ini. Mobil ini, mobil termahal ke delapan didunia harganya kisaran $ 654.400 wow amazing. Dimas termasuk pengkoleksi mobil-mobil mewah.  Kini dirumahnya ada lima mobil mewah dan tujuh motor sport yang ia miliki. Pantas saja dia di juluki sebagai King Of Master Vegasus. Kekayannya, kayanya tidak akan habis sampai sepuluh turunan kayanya. Hhiihhii   ********   Harapan datang saat kita mulai melemah. Ketika kita mulai menyerah Terjatuh dan tak mampu lagi menjalani kehidupan Ketika semua gelap tanpa cahaya.   Harapan selalu ada saat kita tak berhenti berdo'a. Meminta yang terbaik Menjadi yang terhebat.   Harapan akan selalu mendampingi kita Ketika kita mulai rapuh Mulai lemah.. Mulai terjatuh..   Harapan itu cinta dan kasih sayang. :) Harapan itu kebahagia.   -Michelle Octorina Andara-   “Ciee kakak berbakat nih jadi penulis,” goda Irma. “Engga. Kakak tuh cocoknya jadi pelukis,” bantah Rahmi. “Penulis!” “Pelukis!” “Penulis!” “Pelukis!” Irama dan Rahmi malah bertengkar soal bakat Michelle. Michelle memang pantas jadi pelukis dan penulis. Secara bakatnya kalau lebih di asah lagi pasti akan lebih baik lagi. Sayangnya cita-cita terbesarnya adalah menjadi seorang designer. Tidak mau menjadi penulis atau pelukis. Itu hanya sekedar hobinya saja.   Rini datang mendengar keributan di ruang tengah, “Eeehhh ada apa ini kok ribut?” “Tahu tuh, berisik tahu! Kakak lagi belajar! Lagian ributin apa sih? Engga penting juga” protes Shella ketus seperti biasa. Semenjak pindah ke rumah kecil ini Shella selalu marah-marah dan seenaknya. “Tumben kakak belajar bisanya juga nyontek,” sindir Irma. “Enak aja lo!” “Eh udah udah ko malah jadi berantem!” Michelle melerai Shella dan Irma. Shella manyun. “Kak, besok pokoknya Shella ga mau tahu. Shella berangkat sekolah harus pake taksi. Shella ga mau naik kendaraan umum. Naik bus, mana berdesakan. Bau pula. Shella udah dandan cantik-cantik. Dateng ke sekolah malah kucel gara-gara keringetan desak-desakan sama penumpang lainnya. Shella ga mau kaya gitu terus kak!” rengek Shella “Kak Shella manja amet sih kak,” celetuk Rahmi. “Eh anak kecil diem kamu!!” “Iya kalah sama aku sama Rahmi. Kita bisa kok naik bus ke sekolah,” ujar Irma. “Maaf ya Shella. Kita udah ga kaya dulu. Kita harus meminimalisir pengeluaran kita. Kakak juga lagi berusaha buat mencukupi kebutuhan kalian. Jadi sabar sedikit yah. Nanti juga kalau sudah terbiasa, terasa enak kok. Ini karena kamu belum terbiasa aja,” sesal Rini. “Maaf ya kak Rini. Michelle belum dapet kerjaan. Tadi Michelle keliling-keliling. Tapi belum dapet kerjaan,” sesal Michelle. Zaman sekarang memang sulit mendapatkan pekerjaan. Apa lagi lulusan SMP. Michelle hanya bermodalkan ijazah SMP, karena belum lulus SMA. Wajar saja susah. Yang lulusan SMA saja sulit mendapatkan pekerjaan. Memang ada pekerjaan part time, tapi hanya sebagian perusahaan saja yang menerima pegawai semacam itu. Sebagiannya mementingkan pendidikan dan pengalaman. Rini tersenyum “Ga apa-apa sayang,” “Agghhh ini semua gara-gara papah! Hidup kita jadi susah. Miskin, melarat! Sebel deh! Shella benci sama papah!” Shella berlari ke kamar dan membanting pintu kamar. “ Shella!” panggil Rini. “Udah kak, Shella mungkin masih belum bisa nerima sama kondisi kita sekarang ini. Besok Michelle coba cari kerja lagi ya kak,” terdengar lembut sekali suara Michelle ini. Nampaknya Michelle paling mengerti di antara adik-adiknya. “Rahmi juga mau kerja kak,” “Irma juga mau kak,” “Rahmi, Irma, kalian sekolah aja. Jangan pusing-pusing mikirin kerja ya. Itu biar kakak sama kak Michelle aja yang urusin. Lagian Rahmi juga baru masuk kelas satu SMP kan. Dan Irma baru masuk kelas dua. Jadi mendingan kalian fokus aja,” ucap Rini bijak. “Iya deh kak. Irma bakalan rajin belajar,”  “Rahmi juga,” “Nah gitu dong. Ya udah pada tidur sana. Besok kan harus sekolah,” titah Michelle. Irma dan Rahmi pun masuk kamar. Tinggal Michelle dan Rini. “Kak.. Kakak cape ya. Abis kuliah langsung kerja? Maaf ya Michelle belum dapet kerjaan,” Michelle masih terlihat menyesal, sepulang sekolah Michelle memang mutar-mutar kota Jakarta untuk mencari kerja. Tapi hasilnya nihil. Sedikit sekali kantor atau tempat kerja yang mau menerima karyawan yang kerjanya hanya Part time. Belum lulus sekolah SMA pula. Mungkin takutnya memeperkerjakan anak dibawah umur. Jadi belum rezekinya Michelle hari ini. “Ga apa-apa Chell, itu udah menjadi kewajiban kakak. udah kamu tidur juga. Besok kamu sekolah juga kan? Mungkin besok ada rezekinya Chell,” Rini memberikan semangat pada Michelle. Michelle mengangguk. “Kakak juga tidur dong. Yuk!” “Ya udah yuk!”   ********   BUK!!   Lagi lagi Michelle menabrak sesuatu. “Maaf maaf,” Michelle melihat ke arah yang dia tabrak.”Kamu? Kamu lagi!” Michelle menatap sinis cowok yang ada di hadapannya sekarang. Sudah dua kali Michelle menabrak Dimas. Kenapa sih selalu Dimas yang ia tabrak? Justru sebenarnya Dimas adalah orang yang paling ia hindari. “Ngapain sih lo nabrak nabrak gue? Baju gue bukan warna merah yang bisa di seluduk banteng kaya lo! Lagian perasaan seragam sekolah kita warna biru deh. Bukan warna merah,” dampart Dimas. “Kok nyolot sih aku kan dah minta maaf,” “Hello! Ya kali lo tuh dah nabrak gue dua kali!” Michelle sedikit malu dengan ucapan Dimas.  “Ya maaf,” sesalnya.  “Heh! Denger ya. Gue ga perduli!” Dimas pergi, meninggalkan Michelle yang masih bengong. “Rese banget tuh anak. So paling berkuasa, so ganteng dan so so yang lainnya deh. Ih sebel deh!” rempet Michelle.   Best Camp gank GHS   “Lo kenapa Dim? muka lo kucel amet?” tanya Mario saat Dimas masuk best camp.  “Bete gue pagi-pagi udah di seluduk banteng,” sahut Dimas kesal. “Hah? emang di sekolah kita ada banteng?” tanya Anggie sedikit lola alias loding lama. “Anggie please deh. Ya kali di sekolahan kita ada banteng. Jangan jadi lemot deh,” Ananda sewot, abis kadang-kadang si Anggie ini cantik-cantik suka lemot otaknya. “Emang siapa?” Angela penasaran. “Gue ga tahu siapa orangnya. Tapi kayanya sekalas deh sama gue! Kaya pernah lihat soalnya,” Dimas mencoba mengingat-ingat Michelle. “Kan kita semua ga ada yang sekelas sama lo. Jadi kita ga tahu,” sahut Angela. “Si Jelita mana sih?” Mario malah mengalihkan pembicaraan. “Oh dia ga akan masuk katanya,” jawab Ananda. “Emang dia kenapa?” tanya Anggie. “Katanya sih ke Surabaya,”sahut Ananda. Anggie manggut-manggut mengerti. Kali ini otaknya sudah kembali On dan tidak sedang lemot. Hihi.  “Oh. Terus sekarang kita ngapain? Ngasih bintang merah ke orang yang udah nyeluduk lo Dim?” saran Anggie. “Ga usah. Ga usah. Lagian kesalahnnya juga ga fatal,” “Terus kita ngapain?” “Kalian bully lagi aja deh. Tapi gue ga ikut. Gue lagi males,” kali ini Dimas benar-benar sedang bad mood. “Ya udah kita bully dulu ya,” Anggie, Ananda dan Mario meninggalkan best camp gank GHS. Sementara Angela masih stay di sana bersama Dimas. “Dim, Semalem lo jadi kencan sama orang yang lo kasih bintang pink?” tanya Angela sedikit hati-hati. Soalnya terlihat sekali Dimas sedang bad mood. Dimas mengangguk. “Jadi emang kenapa?” “Terus lo udah putusin dia?” Angela penasaran. “Belum. Yah rada lumayan deh, mau gue pertimbangin,” “Jangan bilang, lo suka lagi sama tuh cewek?” Angela sedikt was-was. Diam-diam kan Angela menyimpan rasa suka pada Dimas. Tentunya Angela tidak mau sampai Dimas serius dengan cewek lain. “Angela Angela, Lo lupa. Gue tuh King Of Master di Vegasus. Gue ga mungkin jatuh cinta dengan mudahnya. Apalagi gue belum tahu asal usul si Liana. Lo tahu kan gue tuh play boy. Gue engga akan mudah jatuh cinta, tipe gue tuh sangat rumit. Jadi cuma gue yang mutusin, kapan gue mulai serius sama cewek. Liana itu masih tahap proseslah, ” terang Dimas. “Syukur deh,” ada perasaan lega di hati Angela. “Terus lo kapan mau ngasih bintang pink?” Dimas tanya balik. “Gue? Ahhh males gue sama cawok-cowok Vegasus. Ga asik, engga ada yang narik perhatian gue,” kata Angela meremehkan. Karena cuma lo yang menarik perhatian gue Dimas, sambung Angela dalam hati. “Alllahhhh lo! Tar juga tiba-tiba ngasih bintang Pink! Udah gue cabut dulu,” “Lo mau ke mana??” tanya Angela. “Berenang!” “Ikut!!” Angela mengekor mengikuti Dimas meuju kolam renang Vegasus.   Garden Vegasus.   “Gitu Chell ceritanya,” Putri mengakhiri ceritanya. “Jadi si Liana beneran suka sama Dimas?” Putri mengangguk mantap. “Iya, gue takut aja Dimas nyampakin dia,” “Tapi Liana tau kan Dimas itu Playboy?” “Udah aku kasih tahu Chell,” “Kasian banget tuh anak. Biar tar aku deh yang bilangin ke dia lagi, siapa tahu Liana dengerin aku,” bisa-bisanya Liana malah suka beneran sama playboy macam Dimas. Michelle harus segera menghentikan semuanya. Agar sahabatnya itu tidak terlanjur sakit hati, karena Dimas.   Tempat lain at Vegasus.   Dimas selesai ganti baju. Dan siap berenang. Tubuhnya yang six pack dan tinggi. Meski kurus, tapi perutnya terlihat six pack. Terlihat sempurna. Pantas saja cewek-cewek di Vegasus pada naksir dia. Sayangnya Dimas tidak pernah serius menjalin hubungan dengan cewek manapun. Mungkin karena Dimas masih cari sosok ibu dalam diri cewek-cewek itu. Cewek yang akan menjadi pacarnya nanti mungkin sangat beruntung. Karena Dimas sudah berjanji. Jika ia menemukan sosok yang selama ini ia cari. Dimas akan berubah demi cewek yang ia cintai.   Byuaarrrr!!!   Dimas masuk ke dalam kolam dan langsung berenang gaya bebas. Dimas sangat menikmati kegiatannya itu. Selain basket. Berenang juga akan membuat mood Dimas sedikit membaik. Angela menunggu Dimas di pinggir kolam. Angela memang sudah lama suka sama Dimas. Hanya saja Angela tak berani mengungkapkan perasaannya pada Dimas. Mereka sudah sahabatan sejak SMP. Namun sepertinya Dimas hanya menganggap Angela sebagai sahabatnya saja. Tidak lebih dari itu.   “Woooyy ngelamun!!” Dimas menciprati Angela dengan air kolam. Respek Angela yang sedang melamun kaget. “Dimaaaaaassss!!! Basah tahu!” pekik Angela kesal. “Lagian ngapain lo bengong?!”tanya Dimas. Bengongin lo Dim, gue cinta sama lo, gumam Angela.   “Saayyaaang ini anduknya!” “Liana? Ngapain disini? Bukannya sekarang jadwal belajar ya?” tanya Angela ketus. “Aku kan pacar kamu Dimas. Kamu aja bolos ga di marahin. Masa iya aku pacar kamu dimarahin,” Liana tersenyum manis pada Dimas. “What? Hallloooo Liana!! Lo itu cuma pacar sementaranya Dimas! Lo harusnya sadar kalo lo…” “Angela! Liana masih pacar gue!” bentak Dimas. Angela manyun. Dimas naik ke darat dan langsung di handuki oleh Liana. “Sayang makan yuk!” ajak Liana manja. “Tar ya gue ganti baju dulu,” ucap Dimas tak kalah lembut. Angela merasa risih melihat kelakuan Liana yang manja pada Dimas. Rasanya pengen bejek-bejek tuh si Liana jadi prekedel. Jadi pacar sementara saja bangga. Next gue yang bakalan jadi pacar tetapnya Dimas, rutuk Angela dalam hati. “Ya udah. Cepet ya,” ucap Liana. Dimas tersenyum dan langsung pergi ke ruang ganti.   Caffetaria Vegasus.   “Lo mau pesen apa?”  “Terserah aja deh,” Lagi-lagi Liana bilng terserah. Rasanya Dimas mulai bosan.“ Gue cuma mau pesen minuman. Lo mau makan?” “Aku pesen minuman juga deh,” tuh kan engga punya pendirian ga asik, batin Dimas. “Gue rasa, gue ga cocok sama lo. Gue mau kita putus!” ucap Dimas tiba-tiba. “Hah? Kenapa? Aku kan cinta sama kamu,” mata Liana mulai berkaca-kaca. “Sorry. Gue ga bisa kasih tahu alasannya,” “Ta… tapi aku cinta kamu Dimas,” Liana mulai terisak. “Dan gue, ga cinta sama lo!”   PLAK!   Liana menampar Dimas. “Berani ya lo nampar Dimas!” malah Angela yang sewot. Liana pergi dengan berderai air mata. Angela akan mengejarnya. “Udah biarin. Gue udah biasa di tampar kali. Kalo mutusin cewek,” “Kita kasih bintang merah aja buat dia,” usul Angela. “Udah ga usah,” Dimas akan pergi. Namun di tahan Angela. “Lo mau ke mana?” “Main basket! Mau ikut?” “Ga deh. Gue masuk kelas aja,” Ternyata Liana di luar ekspektasi gue. Dia engga punya pendirian. Gue gini, dia gini. Sukanya ikut-ikutan gue.  Dia bukanlah orang yang gue cari. Sampai kapan gue harus cari cewek itu? Sosok cewek yang hangat akan cinta dan kasih sayang kaya mama. Apakah udah engga ada cewek kaya gitu di dunia ini? Mau sampai kapan gue nunggu cewek itu? Rutuk Dimas dalam hati.   ********   Dimas mendribel bola. Menggiringnya menuju lingkaran three ponit. Dan.. Plus.. Three point. Dimas kembali mendribel bolanya. Mencoba untuk three point lagi. Namun gagal dan Dimas melakukan rebound. “Aagggggghhhhhh!!! “ teriak kesal.   Dia bukan cewek idaman gue. Entah gimana lagi gue nyari sosok mama. Masa iya di sekolah seelit dan seeksis ini ga ada satupun. Gue bersumpah kalo ada cewek yang hampir mendekati sosok mama. Gue akan tobat jadi playboy. Gue akan cintai dia sepenuh hati gue,sayang sama dia dan ngelindungi dia dari hal apapun, batin Dimas. Dimas kembali mendrible bola basketnya lagi. Untuk kesekian kali, Dimas mencoba three point. Namun lagi-lagi gagal. Entah kenapa tidak seperti biasanya. Dimas tidak pernah gagal three point. Apa mungkin gara-gara kejadian tadi di caffetaria?   Dari jauh Michelle tidak senggaja memperhatikan Dimas. Tuh anak doyannya menyendiri dan main basket. Mukanya lusuh banget. Tampang ga punya masa depan tuh. Ga apa-apa deh. Biar kena karma dia. Hhe Masa iya King Of Master Vegasus bisa galau. Haahhaa kacau tuh anak, Michelle asik berbicara dalam hati.   “HEH! Ngapain lo senyam senyum?!” Waduh! Gawat! Michelle kepergok Dimas. Michelle tersadar dalam lamunnya. Kemudian menyadari kalau ternyata Dimas sudah ada di hadapannya. “Loh bukannya tadi kamu lagi main basket?” tanya Michelle heran. “Tadinya!! Karena ada lo pemandangan dan suasana hati gue rusak!! Faham!!” Dimas nyolot. “Yeeehhh main basket main basket aja. Ga ada urusan sama aku!” malu sebetulnya karena kepergok sedang memperhatikan Dimas. “Ngapain lo ngintilin gue terus? Lo suka sama gue? Sorry gue ga berminat sama cewek cupu macem lo! Bukan tipe gue!” ucap Dimas meremehkan Michelle. “Hah? Geer banget sih!! Lagian siapa yang suka sama cowok angkuh, sombong, sok kaya, sok pinter, sok keren kaya kamu,” hardik Michelle kesal. “Gue emang ganteng. Dan gue emang pinter dan kaya. Ga ada salahnya, kalo lo juga naksir gue. Tapi lo bukan tipe cewek gue!” Dimas percaya diri. Membuat Michelle yang mendengarnya ingin sekali muntah. “Bener-bener kepedean!” kepedaan tingkat dewa. Berasa sok ganteng sejagat raya. “Lo tahu kan gue ketua gank GHS? Gank paling eksis dan paling di takutin di Vegasus,” kembali Dimas meningatkan jabatan atas dirinya di Vegasus ini. Itu semua engga ngaruh buat Michelle, “Aku ga takut!” “Oh yaa? Lo punya nyawa berapa sampe ga takut sama gue!” “Aku ga perduli! Toh ngelawan kamu ga akan ngebuat aku mati,” tantang Michelle dengan santai. Tidak ada rasa takut sedikitpun di wajah Michelle. “Waahh baru gue ngeliat cewek nyalinya gede gini,” Dimas menepuk-tangannya. Baru kali ini ia menghadapi cewek yang tidak takut pada dirinya.  Dimas melirik sesuatu yang sedang di pegang Michelle. Dimas merebut buku tersebut dari tangan Michelle. Satu per satu ia lihat isi dari buku itu. Dimas terbelalak dengan isi yang ada didalamnya. Lembar demi lembarnya membuat ia sedikit kagum dengan yang ia lihat sekarang, meskipun melihatnya dengan singkat. Tapi Dimas yakin kalau cewek yang ada di hadapannya sekarang berbakat menjadi seorang pelukis, “Lo suka lukis?” “Kepo banget sihhh!!” “Yehhhh siapa yang kepo! Gue cuma tanya lo suka lukis? Gitu dong,” ulang Dimas sedikit gemas. “Kalo iya emang kenapa?” “Lo ngelukis ini buat apaan?” Dimas mulai tertarik. Bukan tertarik pada Michelle. Melaikan dengan lukisannya. “Iihhh kepo deh. Mau tahu aja atau mau tahu banget?” “Susah ngomong sama cewek cupu macem lo! Udah lo buang-buang waktu gue! Dasar udik!” Dimas mengembalikan buku gambar yang ia rebut tadi, kemudian pergi meninggalkan Michelle. Karena kesal Michelle mengambil bola basket. Dan langsung melemparnya kepada Dimas.   Hap!!   Dimas menangkapnya dengan lihai. “Mau nyelakain gue lo?” Michelle malah nyengir kuda. Dimas berjalan mendekati Michelle dengan kesal. Sebenarnya mau apa sih nih cewek. Berani sekali. Dimas semakin mendekat. Mendekat.. Mendekat..                          
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD