Hal. 5 Teresa Oriel ( Habits)

2026 Words
Halaman 5 . . . Usia Teresa menginjak 8 Tahun. Siapa dia? Banyak orang sering menanyakan eksistensi Teresa di rumah besar itu. Keluarganya yang sangat kaya raya, Ayah yang bekerja sebagai direktur perusahaan kayu yang saat ini sukses dengan semua ekspor impor furniture ke luar negeri. Ibu yang suka menjalani social gathering dengan para wanita sosialita, tak jarang wanita itu mengajak Rasi ke dalam acaranya. Sementara Teresa hanya hidup di dalam rumah besarnya yang mewah, berlimpah dengan makanan dan perawatan khusus untuknya. Tapi sayang bukan itu yang dia inginkan. Bahkan satu kali pun, selama delapan tahun hidup, Teresa tidak pernah sama sekali merasakan yang namanya pelukan ayah dan sang ibu. Saat dirinya mulai terpisah tidur dengan Rasi, tidak pernah sekalipun kedua orangtuanya datang ke kamarnya, membacakan buku cerita sebelum tidur, bahkan untuk sekedar melihat saja mereka tidak pernah menyempatkan waktu. Kasur besar yang diberikan untuk Teresa terasa dingin tiap malamnya, meringkuk di pinggir tempat tidur, berharap kalau ayah atau ibunya datang tiba-tiba, tidur di samping Teresa. Pernah satu malam sebelum tidur Teresa tak sengaja datang ke kamar adiknya. Menyembulkan sedikit wajah dan melihat keadaan di sana. Saat sang ibu duduk di pinggir tempat tidur, selesai membacakan buku cerita untuk Rasi. Setelah adiknya tidur, wanita itu menyelimuti tubuh Rasi, dan mengecup kening sang adik. Teresa menginginkannya, dengan polos Teresa sengaja tidak menyelimuti tubuhnya malam itu, berharap kalau saat Ia tertidur nanti ibu atau ayahnya datang, menyelimuti tubuh Teresa diam-diam. Harapan yang tidak mungkin terjadi, karena pada kenyataannya. Pagi hari Teresa justru bangun dalam keadaan tubuh menggigil dan esoknya dia jatuh sakit. Tidur di malam yang dingin tanpa selimut, lebih gila lagi Ia bahkan sengaja membuka pintu balkon, membiarkan angin malam masuk ke dalam kamar.  Teresa kuat, dia tidak boleh menangis apalagi terlalu berharap bahwa sekali saja kedua orangtuanya akan berubah peduli pada Teresa. Bibi Amari sudah mengajarinya tepat saat usia Teresa menginjak lima tahun. Malam itu, dimana dia merayakan ulang tahunnya bersama sang Bibi. Berdua saja, ditemani sebuah kue kecil dan sinar rembulan di sela-sela jendela balkon. Belajar mengendalikan emosinya. Perlahan Teresa mulai belajar menerima, apapun yang tidak bisa Ia dapatkan, sementara Rasi bisa mendapatkan dengan mudah. Teresa tidak akan iri, atau merengek pada kedua orangtuanya. Sosok mungil yang dulu cengeng, selama ini berusaha membangun agar pribadinya menjadi sedikit saja kuat. Entah sejak kapan adiknya sendiri. Rasi perlahan mulai menjauhi diri dari Teresa. Gadis kecil yang sempat membelanya dulu, seiring bertambah umur mereka. Seolah menjauhkan diri, dan berpihak dengan kedua orangtuanya. Rasi tumbuh menjadi gadis yang sombong dan angkuh. . . . Jika dikaitkan dengan hidupnya sekarang, mungkin Teresa hidup sebagai seorang Cinderela. Tapi bedanya tidak ada yang membelanya di sini kecuali sang Bibi. Cinderella disayangi oleh ayahnya, yang membenci wanita itu hanya ibu dan kakak tirinya saja. Sedangkan di sini, semua orang membenci Teresa. Sosok wanita tidak sempurna, entah kapan pangeran Teresa akan datang. Laki-laki yang tidak hanya melihat rupa tapi juga hatinya, jika kita melihat kondisi masyarakat saat ini. Apa ada tipe laki-laki seperti itu? Sangat mustahil bukan? Selama hampir dua tahun, Teresa mulai membiasakan diri, hidup tanpa harus merengek dan meminta perhatian kedua orangtuanya. Bersyukur, itulah pelajaran yang Ia dapatkan dari Bibi Amari. Di luar sana ada banyak anak-anak lain yang hidupnya lebih buruk dari Teresa. Pagi itu, berjalan menuruni tangga dengan hati-hati. Teresa berniat menghampiri Bibi Amari, membantu pekerjaan Bibinya. Hal yang biasa Ia lakukan di pagi hari. Bangun pukul enam pagi, merapikan tempat tidur, membersihkan diri, karena hari ini sabtu. Jadi Teresa tidak ada kelas sampai besok. Kelas? Seharusnya dia sudah menginjak kelas 3 sd sekarang, berkenalan dengan teman-teman baru, bermain bersama mereka, belajar di kelas, berkumpul. Seperti bayangan Teresa di televisi yang sering Ia tonton. Tapi lagi-lagi semua itu hanya harapan Teresa saja, saat Rasi berangkat sekolah diantar ayah mereka. Teresa justru menunggu kedatangan guru khusus untuknya, menjalani home schooling di rumah saja, itu yang kedua orangtua Teresa inginkan. “Ibu!!” Teresa menghentikan gerakannya, saat mendengar teriakan kecil dari arah belakang, sosok Rasi berlari menuruni tangga begitu melihat sang ibu keluar dari dapur. Berlari melewati Teresa tanpa menyapa satu sama lain. Wanita di bawah sana menengadah, wajahnya berubah khawatir melihat Rasi berlari di tangga. “Astaga, hati-hati, sayang.” Tubuh mungil Rasi mendekati sang ibu. Memeluk wanita itu dengan senyuman di wajah. Sementara Teresa hanya bisa mendesah panjang, mempertahankan senyumannya. Berniat langsung masuk ke dapur tapi, langkah gadis itu terhenti kembali begitu mendengar ucapan Rasi. “Hari ini ibu jadi kan ajak Rasi pergi ke pesta?!” Teresa mendengar semua percakapan Rasi, ‘Pesta ya? Pasti menyenangkan,’ batinnya sembari tersenyum kecil. Hendak berjalan menuju dapur, tapi suara sang ibu tiba-tiba menyebut namanya. “Boleh, hari ini Ibu memang berencana mengajak Rasi ke sana, Teresa juga.” Tubuh Teresa terhenti, lebih tepatnya membeku saat wanita itu memanggil namanya. Setelah beberapa bulan tidak mendengar nama Teresa dari bibir ibunya. “Kak Tere, juga?” Rasi sedikit bingung, menolehkan wajahnya, menatap Teresa yang masih diam diambang pintu masuk dapur. Manik berwarna hazel itu mengerjap polos. Perlahan melangkahkan kaki ragu. Menghampiri sang ibu. “I-Ibu, bilang mau ajak Tere juga?” tanya Teresa kembali, memastikan. Sofia tersenyum kecil, mengangguk dan berjalan mendekatinya. Menepuk pundak Teresa pelan, “Tentu saja, kalian berdua cepatlah mandi, jam sepuluh nanti kita berangkat.” ujar Sofia. Teresa masih tidak percaya, sementara Rasi hanya mengendikkan bahu sekilas. Tidak perlu banyak berpikir langsung naik ke lantai atas lagi, dan masuk ke kamarnya. “Ibu,” Suara kecil itu memanggil wanita di dekatnya, Sofia nampak sibuk dengan handphonenya, sekilas menatap Teresa. Memperhatikan putrinya dari atas sampai bawah, “Kau tidak menggunakan celana panjang hari ini?” Manik bulat Teresa mengerjap polos, Teresa menundukkan wajahnya, “Hari ini panas, jadi aku pakai celana pendek,” Decakan kesal terdengar pelan, wanita itu mendesah panjang, membalikkan tubuhnya dan naik ke lantai atas, “Cepat bersihkan dirimu, pastikan hari ini kau menggunakan celana panjang, tutupi kakimu dan gunakan sepatu yang ibu belikan kemarin.” Bukan kalimat itu yang Teresa ingin dengar sekarang, tidak bisa menemukan jawaban yang Ia inginkan. Gadis kecil itu mengangguk singkat, “Baik, Ibu.” Memenuhi permintaan sang ibu. Kedua tangannya meremas pakaian yang Ia gunakan, udara terasa panas hari ini, bahkan di rumah pun Teresa dilarang menggunakan celana pendek. Tersenyumlah- Perkataan Bibi Amari masih terngiang di pikirannya, mengambil napas panjang. Seulas senyuman masih terpampang nyata di wajah manis itu. Menghapus beberapa genangan air mata di pelupuknya, Teresa kembali tersenyum. . . . Tidak ada yang tahu maksud Sofia saat itu, berjalan masuk menuju kamarnya. Menghampiri sosok laki-laki yang masih sibuk memasang dasinya. Memeluk sang suami dan tersenyum kecil. “Aku akan mengajaknya pergi ke sana juga hari ini,” ucapnya pelan. Mark memandang wajah Sofia, terdiam sesaat sebelum akhirnya membalas senyuman wanita itu. Menyelesaikan kegiatannya, memeluk balik Sofia. Saat dering handphonenya kembali terdengar berulang kali, senyuman Mark menghilang, menjauhkan pelukan mereka, dan mengecek kembali benda di atas meja tadi, “Usahakan agar Teresa tidak sampai tahu,” ujarnya mengingatkan. “Siapa?” Sofia mendengus pelan, berjalan menuju tempat tidurnya dan berbaring sesaat. Tak henti memperhatikan semua gerak-gerik Mark, laki-laki yang mendengus nampak kesal, membanting handphonenya begitu saja. “Orang-orang sialan itu!!” raungnya murka, Sofia berjengit kaget. Menekuk wajah tak suka, seolah mengerti maksud suaminya, “Mereka lagi? Ini sudah berapa kalinya dalam seminggu?!” Ikut jengah melihat tingkah Mark. Bangkit dari tempat tidurnya, wanita itu berteriak singkat. “Mana aku tahu kalau orang-orang itu terus menagih hutang padaku! Darimana mereka tahu kalau kayu-kayu yang kugunakan illegal! Argh, sialan!!” Hampir saja menghancurkan vas bunga di depannya. Begitu mengingat rencananya kembali, tangan besar itu bergerak mencengkram pundak Sofia. “Kau benar-benar akan mengajak Teresa ke sana kan?!” tanya Mark sekali lagi. Sementara Sofia, menepis tangan suaminya. “Tentu saja!! Setelah ini hentikan tindakan bodohmu dan pintar-pintarlah berpikir!!” Berjalan meninggalkan Mark, Sofia menyambar handuk di dekat pintu kamar mandi. Masuk ke dalam sana, dan menutup pintu sekeras mungkin. . . . Tidak ada dress manis ataupun rok rumbai dengan warna menarik. Di depan Teresa, lemarinya penuh dengan celana panjang, berwarna gelap, dan nampak biasa-biasa saja. Begitu juga dengan bajunya, kata ibu sih dia memang tidak boleh terlihat mencolok di mata orang lain. Jadi Teresa harus menggunakan baju-baju dengan warna simple. Karena dia sudah mandi, jadi Teresa hanya perlu mengganti baju saja. Sedikit mendesah, mengingat bagaimana panas cuaca hari ini. Kaki besinya bisa memanas dan terpanggang, menyalurkan rasa perih yang luar biasa ke dalam kulitnya. Meskipun Teresa sudah terbiasa dengan kaki palsunya, tapi tetap saja itu menyakitkan. “Hm, ambil ini dan ini!” Menjinjitkan kakinya, mengambil satu setel baju. Teresa sudah bisa membayangkan bagaimana banyaknya makanan di pesta nanti, bertemu dengan banyak orang, dan menggandeng tangan sang ibu. Pasti menyenangkan! Tidak menyadari kedatangan Bibi Amari,  Teresa sibuk mengganti bajunya. Wanita paruh baya itu nampak membawa nampan berisikan segelas s**u hangat dan roti selai coklat. “Lho, Non Teresa mau kemana?” tanya Bibi, mengagetkan Teresa sesaat. Tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya. “Ibu mau ajak Teresa pergi ke pesta!” jawab gadis itu polos, berusaha menggunakan celana panjangnya, setelah itu mengganti baju. Teresa sama sekali tidak melihat tekukan di wajah sang Bibi. Wanita yang menyadari keanehan di tiap katanya. “Pesta? Nyonya mau ajak Non Teresa pergi ke pesta?” Berjalan masuk ke dalam kamar, dan menaruh nampan berisikan makanan itu. Teresa mengangguk semangat. Tidak melihat Bibi Amari berjalan mendekatinya. Wanita itu mengambil sisir di meja rias khusus anak, bergerak menyisir rambut halus kecoklatan milik Teresa. “Non Teresa, bisa tidak jangan pergi ke sana saja?” Suara tipis Bibi Amari membuat gadis itu bingung. Tidak paham maksud Bibinya. Mengerucutkan bibir tak terima, “Kenapa tidak boleh? Ini pertama kalinya ibu mengajak Teresa pergi,” Menatap wajah sang Bibi dari pantulan kaca di depannya. Senyuman wanita itu nampak pedih, memaksakan diri agar tidak mengkhawatirkan nona kecilnya. “Kenapa Non Teresa ingin pergi ke sana?” tanya Bibi Amari, sembari bergerak mengambil satu buah ikatan berwarna hijau tua, menguncirkan rambut Teresa dengan gaya pony tail. Rambut halus kecoklatan yang bergelombang, di usianya yang ke delapan tahun, Teresa tumbuh menjadi gadis kecil yang sangat cantik, kulit tannya yang khas, manik tajam dengan shape bak mata kucing yang jernih, polos. Bibi Amari takut, akan ada seseorang yang membuat kejernihan mata itu hilang dalam sekejap. Sangat takut, memanfaatkan kepolosan Teresa hanya untuk menguntungkan nafsu mereka saja. “Ibu, yang ajak jadi Teresa mau! Apalagi pergi sama Rasi, kita bertiga bisa bergandengan tangan nanti di sana,” Hanya itu saja yang ada di pikiran Teresa saat ini, meskipun beberapa kali Bibi Amari selalu berusaha mengingatkan agar tetap berhati-hati. Kebahagiaan sesaat yang ditunjukan Sofia justru membuat Teresa lupa segalanya. Tidak berani mengatakan apapun, wanita paruh baya itu takut menghapus senyuman di wajah Teresa, mengunci bibirnya untuk kali ini. Saat mendengar alunan lagu keluar dari bibir mungil itu, Ia semakin tidak tega. Tersenyum tipis, tanpa sadar merenggangkan kedua tangannya. Bibi Amari memeluk Teresa dari belakang. Menepuk puncak kepala gadis kecil itu lembut, mengecupnya berkali-kali. Dalam hatinya Ia berdoa, “Semoga apa yang Non Teresa harapkan terjadi,” bisik Bibi terus menerus, Teresa terkikik geli merasakan ciuman kecil dari Bibinya. Gadis kecil yang tidak mengerti bagaimana gelapnya dunia, apa yang ada di pikirannya hanya pergi bersama sang ibu dan adiknya. Menikmati waktu bersama kedua orang itu lebih lama. Tanpa mengetahui bahwa hari ini, bagian dari perjalanan panjang hidup Teresa akan dimulai. Saat dimana sosok rapuh dan polos itu perlahan berubah menjadi wanita kuat tanpa perasaan. Hatinya telah lama membeku, mimpi Teresa terkubur oleh perasaannya yang mati malam itu. Satu tragedy mengubah kehidupannya. Siapkan hati dan atur emosi masing-masing, aku akan membawa kalian masuk lebih dalam. Saat perasaan Teresa dicampur adukkan, bagaimana bisa gadis kecil yang tidak tahu apa-apa, dipaksa menerima ribuan topeng untuk Ia gunakan, saat benda tersebut menempel paksa di wajahnya. Tiap tetes air mata Teresa bagaikan lem kuat yang mengikat topeng di wajah gadis itu, topeng yang tidak pernah jatuh, darah di kaki palsu bagaikan pertanda bahwa keberadaannya pernah terukir di sana. Saat hati Teresa hancur begitu saja, perasaan dan semua harapannya hilang dalam sekejap. Wajah-wajah itu tertawa di depannya, mengambil apa yang Ia miliki selama ini. . . . “Kenalkan dia sahabat dekat, Ibu.” Hari itu Teresa bertemu dengan laki-laki paruh baya yang cukup aneh. Wajahnya tertutupi oleh topi warna coklat yang besar, rambut sedikit panjang, menggunakan setelan pakaian berwarna hitam. Senyuman tipis yang tertutupi oleh jenggot berwarna senada dengan rambutnya.  Teresa tersenyum sopan, mempertahankan semua sikap baiknya agar sang ibu tidak marah atau kecewa. Ini pertama kali wanita itu mengajak Teresa saja bersamanya, meninggalkan Rasi bersama para tante-tante di luar sana. Bertemu dengan laki-laki yang tidak bisa Ia terka wajahnya. Satu pertemuan singkat. Tapi apa yang Ia dengar dari bibir laki-laki itu? Satu pertanyaan aneh.    “Kenapa dia tidak menangis?”            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD