BAB 6 - TERCIDUK

1056 Words
Seseorang pasti pernah pintar pada masanya, dan dalam artian pintar bukan hanya pada pelajaran sekolah saja, masih banyak lagi macamnya yang lain. Pada dasarnya seorang Tania Valerie memang tidak di berkati dengan otak pintar dan memiliki kelebihan khusus. Ketika semua teman sebayaku sudah mulai mendalami hobby mereka, aku malah belum tertarik sama sekali dan aku juga merasa kalau aku tidak memiliki bakat apapun yang aku pendam, tidak seperti remaja lain pada umumnya. Aku hidup hanya makan, tidur, nafas, bersenang-senang. Dan terus seperti itu saja. Aku rasa pantas saja mama berniat untuk menggadaikan putrinya yang beautiful ini kepada guru muda yang selaku mama puji-puji terus menerus itu. Bicara soal guru itu, ah maksudku Alvin Daren si menyebalkan yang sebentar lagi akan mengajar di kelasku dan tepatnya adalah pelajaran yang sama sekali tidak aku minati sedikitpun, yaitu matematika. Bagiku kalau kita sudah bisa pertambahan, pengurangan, pembagian dan perkalian secara mendasar sudah sangat cukup sekali kita menjalani kehidupan yang layak. Dan teruntuk pelajaran bab aljabar, sin, cos dan lainnya maaf aku tidak mengenal kalian semua. Starter packnya telah selesai aku siapkan untuk menghadapi pelajaran matematika yang di ajar Alvin itu. Aku meletakkan buku catat dan buku paket di bagian pojok meja, alat tulisku sudah siap ada disana juga. Persiapan ini hanya sebagai pemalsuan saja sebenarnya. Aku mengurai rambut ombre panjangku yang semulanya aku kuncir kuda. Memasang airpods ditelingaku dan juga aku telah memilih drama psycho but it's okay, yang akan aku tonton nantinya, sekiranya saat aku melihat sinyal WIFI ini amat kencang di posisi duduk pojok belakang sini, membuatku makin semangat buat streaming dan stalking sepuas hatiku. "Selamat siang semuanya!" Alvin mulai masuk ke kelas sembari membawa laptop dan tumpukan buku yang jelas itu pasti berhubungan dengan matematika. Aku tidak ingin tahu, karena aku tidak peduli. Tapi ada satu hal yang ingin aku pastikan saat ini dan ini membuatku sedikit penasaran, karena tadi aku sudah mengirim pesan kepada Alvin yang aku berniat menguji sekaligus melihat reaksi darinya. Karena tadi pagi saat baru masuk ke kelas aku mengatakan kalau dia benar-benar ingin menikah dan serius denganku, maka aku meminta kepada Alvin agar tidak menunjuk dan menyuruhku untuk kedepan mengerjakan soal yang ada di papan. Sebagaimana mama yang selalu memujinya, begitu juga dengan murid perempuan di kelasku yang nampak tergila-gila dengan Alvin itu, mereka sudah tahu dengan jelas kalau Alvin merupakan sosok yang memiliki wajah tampan di karuniai otak yang cerdas dan juga kaya tajir melintir. Untuk kalangan yang intelektual atau orang yang menggunakan kecerdasannya dalam bekerja maupun berpikir, seorang Alvin Darren seharus tidak harus terpancing dan akhirnya menuruti apa kata murid bandelnya yang seperti aku ini. Ya meskipun statusnya aku adalah calon istrinya (mungkin). "Baiklah, untuk pertemuan kali ini, kita akan melanjutkan materi yang sebelumnya di ajar oleh ibu Setyowati. Dan materi kali ini kita akan membahas perkalian matriks." ucap Alvin di depan sana. Baru saja kata pengantar di ucapkan, tapi aku sudah menguap lebar seperti singa, aku paling tidak bisa mendengar apapun yang berbau dengan matematika. "Pak Alvin, boleh gak sih kita panggilnya kak aja. Soalnya belum pantes aja di panggil bapak hehe." ujar siswi yang ada di kelas ini. Sudah pasti dia termasuk dari jajaran pengefans Alvin Darren. "Panggil saya dengan panggilan guru lain yang semestinya." jawab Alvin datar. "Sebenarnya mau panggil sayang, tapi udah sold out. Hehe." imbuh siswi tadi kemudian mengundang suara riuh di kelas. Aku yang mendengar hal itu makin lah aku risih melihat ke arah Alvin rasanya. Pasti di dalam hati Alvin dia senang karena banyak di gemari oleh siswi-siswi di sekolah ini. Kalau Alvin buka endorse pasti auto laku keras deh, di jamin 100 persen. "Sudah-sudah. Sekarang kita lanjut dengan materi kita." kata Alvin. "Baik pak." ujar murid sekelas ini dengan serempak. "Perkalian matriks dengan bilangan bulat dikombinasikan dengan penjumlahan atau pengurangan matriks dapat dilakukan pada matriks dengan ordo sama. Berikut sifat-sifat perkaliannya. r(A + B) = rA + rB, r(A – B) = rA – rB." Alvin sudah memulai ceramahnya di depan kelas. Mendengar ucapannya yang sama sekali tidak bisa di terima dengan ramah di telingaku itu membuatku makin mengantuk dan ingin segera keluar dari kelas ini. Kalau bisa kabur sekarang, aku ingin pergi ke uks dan tidur disana saat ini juga. Namun karena tidak bisa pergi kesana karena takut malah ribet dengan Alvin nantinya, maka aku memilih untuk tetap di kelas dan menonton drama oppa Kim Soo Hyun yang terbaru itu. Aku telah menekan icon play pada player filmku itu. Semulanya tampak normal-normal saja saat aku pertama kali memutar drama Korea yang sedang aku tonton itu. Namun rupanya ada yang tidak beres disini. Dion, tablemateku alias teman yang duduk bersebelahan denganku itu terbangun dari tidurnya. Ini sangat mengejutkan. Aku tidak pernah mengobrol dengannya karena dia selalu menghabiskan waktunya dengan tidur seharian di kelas. Dan tidak ada satupun yang berani mengusiknya saat dia tidur. Sekarang yang buatku heran Dion malah menoleh kearahku sembari merebut ponselku dengan cepat. Aku menengadahkan kepalaku dan hendak menoleh ke arah Dion namun pandanganku tersorot pada murid seantero kelas ini menoleh ke arahku, tak luput dari Alvin, dia yang paling tajam menoleh ke arahku. Apakah aku melakukan kesalahan? Kupikir semua baik-baik saja. "Berisik tahu gak. Kalau nonton pakai headset! Ganggu tidur orang aja." omel Dion. Hah? Maksud dia tadi aku menonton drama Korea tadi dengan suara loudspeaker? "Kenapa aku baru sadar." batinku, aku menepuk jidatku pelan. Mampus, kalau saja sampai Alvin lapor ke mama. Tamat sudah riwayatku, bisa-bisa aku tidak di beri uang jajan sama sekali. Pantas saja banyak yang melihati ke arahku, awalnya aku kira mereka fansku, ternyata aku terlalu percaya diri, haha. "Tania Valerie?" panggil Alvin. "Iya pak." jawab Tania. Deg.. Deg.. Deg.. Kok jadi dag dig dug begini perasaanku, aku tidak lagi terkena sakit jantung kan? Soalnya tidak mungkin banget aku gugup saat Alvin memanggil namaku dan sudah jelas dia akan menghukumku yang berulah. "Silahkan ke depan, bawa handphone kamu." ucapnya tegas, namun masih ada senyuman tipis yang malah tampak mengerikan di mataku. "Ta-tapi itu pak-" "Kamu jelaskan nanti di kantor bapak seusai pelajaran. Sekarang letakkan handphone kamu di atas meja ini." ujar Alvin. Bagus Tania, kamu dengan bodohnya malah masuk ke perangkap Alvin yang suka sekali usil itu. Aku berjalan ke depan sembari membawa ponselku yang ada di dalam loker meja sebelumnya. "Ini pak." kataku sembari mendengus kesal. "Baik, kalau begitu kita akan melanjutkan yang tadi kita bahas." ujar Alvin. Aku kembali ke tempat dudukku dengan perasaan kesal pada Alvin, dia yang tampak tersenyum senang di depan sana, sementara aku hanya bisa meratapi nasib dan terkantuk-kantuk mendengar materi yang ia jelaskan di depan. "Bodoh." ledek Dion sembari berbisik. "Lo bilang apa?" aku tidak terima sekali rasanya. Meskipun dia samar mengatakannya, aku tahu jelas kalau dia tengah meledekku. "Lo bodoh." kata Dion memperjelas perkataannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD