Model Dadakan

1101 Words
Setelah berkeliling mall, Ruben dan Rafael memilih untuk bersantai di sebuah restoran. Rafael tiba-tiba ingat dengan artis pengganti tadi pagi. Jadi dia bertanya, “Ngomong-ngomong, di mana kamu menemukan gadis tadi? Dia lumayan cantik.” Ruben tertawa saat mendengar pujian Rafael sebelum dia menjawab, “Itu takdir Tuhan. Kami bertemu di jalan ketika dia dikejar rentenir.” “Oh ya?” Rafael mengerutkan keningnya saat dia tertegun. “Iya. Sebenarnya, kamu juga mengenalinya.” Desah Ruben. Rafael menoleh dan menatap Ruben dengan serius, “Aku mengenalinya? Ah kamu bercanda! Aku bahkan tidak mengenalinya sama sekali.” Rafael mengangkat bahunya saat dia berbicara. Dia memang tidak mengenalinya tetapi Ruben mengatakan bahwa dia mengenalinya. “Iya, kamu mengenalinya. Biar aku beritahu ya, dia itu adalah Fiona, sopir di rumahmu.” Ruben menjelaskan kemudian. Rafael tercengang sebelum bereaksi, “Apa? Dia Fiona?” Rafael menyippitkan matanya saat dia menunjukan ketidak percayaannya pada gadis itu. “Percaya atau tidak, artis pengganti tadi adalah Fiona, sopir di rumamu.” Ucap ruben dengan gembira. Rafael terdiam dan enggan membicarakan wanita itu. Melihat ekpresi Rafael yang berubah, Ruben mendesah, “Aku merasa dia sangat cantik jika dirias seperti tadi.” “Itu lumayan.” Timpal Rafael. Pria itu mengerutkan bibirnya ketika dia bertanya sesuatu, “Menurutmu, apa yang akan kamu lakukan jika kamu menjadi aku?” “Hemm? Tidak perlu bekerja.” Ruben terkekeh dengan riang. Jika dia adalah anak orang kaya, mengapa dia harus repot-repot untuk bekeja. Bukankah dia akan lebih bersantai-santai? “Bukan itu yang aku tanya tapi jika kamu dijodohkan bagaimana?” Rafael mendengus dingin. “Aku akan menerimanya jika aku tidak kehilangan warisanku. Lagi pula rasa suka akan tumbuh di belakang jadi tidak masalah.” Ruben tersenyum getir setelah itu. Pasalnya, dia bahkan harus bekerja saat ini agar dia bisa menikah. Sementara, Rafael hanya membalikan telapak tangan. Dengan kata lain, orang tuanya tajir melintir. “Begitu ya. Meskipun kamu mencintai orang lain?” “Iya. Biasanya pilihan orang tua adalah pilihan yang terbaik.” Rafael terdiam dalam waktu yang lama. Dia tidak tahu harus bagaimana? Apakah dia akan menerima tawaran Papanya tanpa kehilangan warisan atau dia akan kehilangan warisan dan keluarganya demi mempertahankan cintanya. Dia benar-benar dilemma. Melihat Rafael terdiam, Ruben berkata, “Apakah kamu sudah bertemu dengan gadis pilihan ayahmu?” Rafael menggeleng, “Tidak.” “Kamu harus bertemu dengan dia dulu, setelah itu kamu bisa memutuskan apakah kamu menerima perjodohan ini atau tidak.” Rafael hanya bisa mengangguk dengan lesu. Mata Ruben mendapati Nadine ketika Rafael tenggelam dalam pikirannya. Dia menarik lengan baju Rafael saat dia memberitahunya, “Rafael, itu Nadine, kan?” “Hah? Nadine?” Rafael menanggapinya dengan linglung sebelum dia menoleh ke arah Nadine. “Iya. Cepat, telepon dia!” Ruben berkata saat dia memberi intruksi pada pria yang duduk di depannya. Kemudian, dia menelpon wanita itu ketika dia memintanya untuk bergabung tetapi Nadine mengajaknya untuk berbelanja. Dengan begitu, Ruben pun pergi. Keduanya pergi berbelanja. Rafael mendesah saat dia berjaan di sisian Nadine, “Hubungan kita dilarang oleh Papaku.” “Iya. Aku tahu itu.” Nadine membenarkannya. Dia berhenti sebelum menatap Rafael dalam-dalam, “Terus apa yang akan kamu lakukan?” “Aku tidak tahu harus bagaimana. Apakah kamu punya ide? Bagaimana jika kita kawin lari?” Rafael berkata dengan ragu-ragu. Alis Nadine terangkat saat dia mendengar perkataan itu, “Tidak! Itu bukan ide yang bagus. Aku masih terlibat kontrak dan aku tida bisa melanggarnya. Beri aku waktu sedikit lagi, oke?” “Tapi… ini cara satu-satunya.” Rafael meninggikan suaranya saat dia berkata dengan sedih. Melihat Rafael dalam ekpresi yang cemberut, dia berkata, “Kamu akan mengerti jika kamu berada di posisiku.” “Baiklah, aku akan menunggumu setahun lagi. Setelah itu, tidak ada lagi toleransi!” Rafael pada akhirnya menyetujui permintaannya. “Oke. Aku janji.” Nadine merasa lega dengan jawaban Rafael. Nadine tersenyum melihat Rafael yang selalu mengabulkan permintaannya. Pria itu bahkan memberikannya barang-barang mewah tetapi akhir-akhir ini mereka sangat sibuk jadi jarang untuk pergi berbelanja. Ole karena itu, ini kesempatannya untuk merogoh saku Rafeal. Dengan begitu, dia mengamit pria itu dengan gerakan yang riang saat memasuki toko pakaian. “Sayang, aku sudah lama tidak berbelanja.” “Iya, kamu boleh belanja hari ini. Aku akan membayarnya.” Rafael menyetujuinya. “Benarkah?” Mata Nadine berbinar-binar. “Iya.” Pria itu menyeringai. “Oke. Terima kasih.” Ucap Nadine dengan gembira. Wanita itu bergegas ke depan dan Rafael mengikutinya. Dia mulai memilih beberapa pakaian dan tas untuk dibeli. Karena Rafael yang akan membayarnya jadi seharusnya dia tidak mengkhawatirkan harga barang itu. Di sisi lain, Wilson sedang mengobrol bersama Willian saat ini. Meskipun kedua tangan Wilson memegang kemudi saat ini tetapi focus matanya tetap pada jalan di depannya sedangkan telinga berfokus pada majikannya saat dia mendengar Willian berbicara. “Apakah Rafael menghubungimu?” Willian bertanya pada Wilson ketika dia tidak melihat Rafael beberapa waktu. “Tidak, Tuan.” Pria itu menanggapinya ketika matanya hanya melirik pria di sampingnya. “Oke. Mungkin saja, dia sudah kembali.” Gumam Pria paruh baya itu. Kemudian, suasana di mobil menjadi hening. Di sisi lain, Kevin dan Gisel hendak membayar makanannya tetapi kartu keduanya tidak bisa digunakan. Itu karena ayahnya telah memblokir kartu mereka sementara waktu. Willian dengan sengaja melakukan ini karena dia berpikir bahwa Rafael akan mengubungi adik-adiknya begitu mengetahui kartunya tidak bisa digunakan. Dia tidak bisa menyembunyikan perasaan gembiranya saat dia terus tersenyum. Ketika dia tenggelam dalam pemikirannya, ponselnya berdering tiba-tiba. Dia mengerutkan keningnya saat melihat nama si penelpon. Dia sudah menduga bahwa anak-anaknya akan menghubunginya begitu kartu itu tidak bisa digunakan. Oleh karena itu, dia segera menjawabnya. “Kevin, ada apa?” “Pa, kartuku tidak bisa digunakan tiba-tiba dan aku tidak bisa membayar makanan bahkan tidak punya ongkos pulang. Bagaimana ini bisa terjadi?” Kevin mengeluhkan keadaannya saat ini. Willian tersenyum sebelum berkata dengan datar, “Banknya sedang melakukan pemeliharaan jaringan jadi kartu tidak bisa digunakan untuk beberapa hari. Kamu berhutang dulu, besok bayarkan.” Setelah itu, Willian mengakhiri panggilannya sebelum Kevin bereaksi. Kevin memijit keningnya saat dia memikirkan perkataan ayahnya itu. Apa yang harus dia lakukan? Pada akhirnya dia menelpon Gisel. Di mall, Rafael dan Nadine sedang mengantri untuk membayarkan barang belanjaan. Tidak lama setelah itu, giliran mereka yang membayarnya. Rafael menyerahkan kantunya pada Nadine. Yang mengejutkan adalah ketika kartu itu tidak bisa digunakan. “Maaf, kartu ini tidak bisa digunakan.” Petugas konter memberitahunya. Wajah Nadine langsung cemberut, “Sebentar, Mbak.” Dia pergi ke Rafael untuk mengadu. “Sayang, kartu ini tidak bisa digunakan. Bisakah kamu memberiku kartu yang lainnya?” Rafael mengernyit sebelum dia menyerahkan kartu miliknya yang lain. “Ini.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD