Bab 2

1440 Words
Ternyata menjadi artis tanpa manager benar-benar menguras tenagaku, aku harus pintar membagi waktu untuk menjalankan kontrak yang terlanjur aku tandatangani sebelum mami memutuskan berhenti menjadi managerku. Aku juga sudah mencoba mencari agency yang mau menaungiku tapi masih belum aku dapatkan. Banyak agency besar masih belum bisa menerima artis pendatang baru yang namanya baru beberapa minggu naik daun seperti aku, ada beberapa agency mau menerima tapi kontraknya membunuhku.   Aku seperti sapi yang diperas susunya sedangkan aku hanya dapat rumput untuk makan, aku pun menolak kontrak tidak manusiawi itu.   Aku benar-benar butuh manager baru!   Drttt drttt   Aku melihat layar ponsel dan nomor asing muncul. Dengan malas aku menekan layar ponsel dan menjawab teleponnya.   "Halo."   "Mbak Allea?"   "Iya, saya Allea. Ada apa ya? Ini siapa?"             "Saya perwakilan dari agency Sunshine, apakah benar mbak Allea sedang mencari agency?"   Agency Sunshine? Benarkah ini agency Sunshine yang menaungi beberapa artis dan model ternama di Indonesia?   "Iya, saya butuh agency tapi benarkah ini agency Sunshine? Bukan penipuan kan?"   Zaman sekarang aku harus hati-hati menerima tawaran dari siapapun, banyak artis pendatang baru masuk dalam perangkap dan berakhir jadi wanita penghibur untuk para pejabat kelas atas.   "Benar, mbak. Bisa kita bertemu besok untuk membicarakan kontrak?"   "Tentu saja."   "Baik, besok jam 8 di gedung agency Sunshine."   Yessss, akhirnya ada agency yang mau menaungiku. Besok aku akan punya manager baru dan semua kekacauan tentang jadwal ini akan segera berakhir.   Ah ngomong-ngomong kenapa tidak ada berita tentang Erick lagi. Aku membuka trending topik dan kini masalah politik menduduki nomor satu. Aku juga membuka berita online dan mencari apakah masih ada berita tentang Erick menolak jabatan tanganku tapi nihil.           Beberapa hari ini aku benar-benar melupakan berita Erick dan sibuk dengan kepindahanku ke Jakarta serta mencari agency baru. Aku memilih tinggal di apartemen yang disewakan papi untukku, apartemen di pusat kota agar aku tidak sulit untuk pergi ke mana-mana sendirian tanpa mami.   Sepertinya berita itu kurang bisa menghancurkan karir Erick. Aku harus mencari cara lain tapi aku masih belum bisa memikirkan rencana baru.   ****   Pagi-pagi aku sudah sampai di gedung agency Sunshine, aku kagum dengan beberapa foto artis yang dinaunginya. Ada beberapa artis yang dulu sempat menjadi idolaku dan mataku tertuju pada satu foto yang letaknya tidak jauh dari foto artis yang namanya lagi berkibar tahun ini.   Kalila, artis yang sudah menerima beberapa award akan aktingnya dan Kalila ternyata secantik ini jika dilihat dari dekat. Ah lupakan Kalila, mataku kembali melihat foto yang terletak di samping Kalila.   Foto Erick.   Apakah Erick juga bernaung di agency ini?   "Mbak Allea," rasa penasaran buyar saat namaku dipanggil seseorang. Aku menoleh dan ada wanita sebaya mami berdiri di belakangku.             Aku mendekatinya untuk melenyapkan rasa penasaranku sebelum menandatangani kontrak kerjasama dengan agency yang juga menaungi Erick.   "Dia ... Maksud saya mas Erick apakah bekerjasama dengan agency ini?" Tanyaku agar dia tidak curiga kenapa aku bertanya tentang Erick.   Wanita itu tersenyum lalu menganggukkan kepalanya.   "Kami baru tanda tangan kontrak minggu lalu dan mas Erick salah satu artis yang kita naungi, ada masalah apa ya mbak? Apakah tentang berita yang viral beberapa hari yang lalu?" Tanyanya.   Aku langsung menggeleng dan tersenyum padanya.   "Ah tidak, saya malah senang bisa satu agency dengan mas Erick. Mungkin dengan sering bertemu saya bisa berteman dengannya," balasku dengan penuh kepura-puraan.   Sebenarnya aku tidak mau tapi sepertinya ini kesempatan bagus, berada satu agency akan membuat karirku cepat naik dan aku juga akan sering bertemu dengan Erick.   "Baiklah, kita ke atas dulu." Wanita itu mengajakku ke ruang meeting di lantai atas.   Sebelum menandatangani kontrak aku membaca dengan teliti dan ternyata nilai kontrakku sangat fantastis.           "Yakin nilainya segini?" Tanyaku masih tidak percaya kalau mereka akan membayarkan milyaran rupiah.   "Tentu saja, kami sudah melihat akting kamu di beberapa FTV dan nggak kalah dengan artis senior. Kami akan bertaruh kalau kamu akan menjadi artis ternama dalam beberapa bulan ini," ujar laki-laki yang memperkenalkan dirinya dengan nama pak Utomo, pemilik agency Sunshine.   "Benarkah?"   Pak Utomo mengangguk lalu menyuruhku untuk tanda tangan dan kesempatan ini tidak akan ada untuk kedua kalinya. Ini kesempatan emas untuk bisa terkenal dan juga kesempatan emas untuk bisa lebih dekat dengan Erick.   Semoga ini yang terbaik.   Aku pun menandatangani kontrak selama satu tahun dan akan diperpanjang jika aku bisa menghasilkan keuntungan untuk agency.   "Oh iya, saya akan memberikan satu manager yang akan mengatur jadwal kamu," pak Utomo mengambil kontrak kerjasama tadi.   "Baik pak."   ****             Aku terbangun saat sinar matahari membuat mataku silau, aku mengambil bantal lalu menutupi wajahku agar sinar itu tidak menggangguku pagi ini. Semalam aku syuting sampai larut malam dan baru jam empat subuh aku tidur dengan tubuh terasa remuk.   "Mbak, jam 9 kita ada pertemuan dengan pihak stasiun televisi," Winda, manager yang diberikan agency menarik selimut agar aku bangun.   "Masih ngantuk, Win. Elo sih enak, gue syuting elo malah molor." Ocehku.   Winda tidak menyerah dan kali ini dia menarik bantal yang menutupi wajahku.   "Jam 9, ontime atau ..."   Ancaman lagi kan? Winda akan selalu mengancamku dengan melapor ke pak Utomo kalau aku lalai menjalankan tugas dan sebenarnya aku tidak takut tapi aku malas berdebat dengan Winda.   "Acara apa sih jam 9, pagi banget ketemu pihak televisinya," aku membuka baju tidurku lalu masuk ke dalam kamar mandi, aku sengaja tidak menutup pintu agar bisa bicara dengan Winda.   Tidak ada jawaban dari Winda. Aku mengintip dari kamar mandi dan ternyata Winda sedang sibuk memilih pakaian yang akan aku kenakan nanti.   "Winda!" Teriakku.           Winda menoleh ke arahku dan melepaskan earphone dari telinganya.   "Maaf mbak, nggak dengar mbak bicara apa. Lagunya bagus nih makanya sejak semalam nggak berhenti putarin lagunya," ujar Winda.   Aku mendengus sambil menggosok gigi.   "Siapa sih penyanyinya? Bagus banget emangnya?"   Winda mengangguk lalu menghidupkan lagu melalui ponselnya.   "Mas Erick dan ini single keduanya," balas Winda.   Aku langsung berhenti menggosok gigi dan hampir saja muntah saat suara khas milik Erick terdengar mengalun.   "Judulnya 'sampai mati tetap cinta' loh mbak, unyukan." Winda menikmati lagu Erick sedangkan aku masih diam membisu mendengarkan lirik yang terdengar melankolis dan menyentuh hati pendengarnya tapi tidak untukku.   Menjijikkan.   "Matikan, berisik." Aku kembali masuk ke dalam kamar mandi dan menatap diri di cermin.                 Erick semakin terkenal bahkan dia sudah meliris single kedua untuk menaikkan lagi citranya yang sempat jatuh karena berita-berita kemarin.   "Mbak, buruan!" Teriak Winda dari luar.   "Iya sabar."   ****   Aku langsung menginjak rem saat Winda memberitahuku tujuan kami bertemu pihak televisi sepagi ini.   "Gue nggak salah dengarkan? Acara 'the world of the married' dan gue harus jadi istri virtualnya Erick? Serius? Kapan elo terima kontrak itu? Kenapa gue nggak tau?" Tanyaku bertubi-tubi.   Winda melihatku dengan tatapan takut.   "Pak Utomo yang menerima kontrak itu, katanya biar hubungan mbak dan mas Erick mencair. Selain untuk menaikkan rating acara itu tapi juga untuk membungkam wartawan yang masih mengungkit masalah penolakan jabatan tangan mas Erick waktu itu."   Aku mencengkram setir mobil dan hampir mengumpat karena pak Utomo bisa seenaknya menerima kontrak itu tanpa seizinku.             "Berapa nilai kontraknya?"   Winda membuat angka satu dengan jarinya.   "Satu milyar?"   Winda menggeleng lalu mengangkat tangan satunya lagi dan kali ini angka lima.   "Lima belas milyar? Sebesar itu? Acara apa sih?" Winda langsung mengangguk. Aku pemasaran kenapa kontraknya bisa sebesar itu.   "Acara tentang pernikahan dua artis, nanti mbak dan mas Erick akan tinggal di sebuah rumah yang sudah dipersiapkan. Tentu ada kru dan kamera yang akan mengawasi selama 24 jam. Setiap episode akan membahas tentang pernikahan, kendala dan banyak hal lagi menyangkut pernikahan. Syuting setiap hari jumat sampai minggu selama satu tahun," balas Winda menjelaskan program 'the world of the married' yang akan aku perankan dengan Erick.   Entah kenapa aku langsung tersenyum setelah mendengar penjelasan itu. Ini kesempatan bagus untuk menghancurkan Erick dan sebuah rencana bagus muncul di otakku.   ****                     Akhirnya pertemuan kedua dengan Erick pun terjadi, aku dan dia duduk di ruang meeting menunggu pihak televisi datang. Winda duduk di belakangku sedangkan manager Erick berdiri di samping Erick. Aku sengaja bersikap acuh dan memainkan ponsel untuk menghilangkan rasa tegang setiap aku melihatnya.   "Selamat pagi," sapa pihak televisi.   "Pagi," balasku.   "Sesuai kontrak kita akan mulai syuting jumat ini, episode pertama akan tayang hari selasa depan dan tema untuk episode pertama tentang pertemuan pertama. Saya masih kesulitan mencari ide tempat pertemuan pertama, kalian ada ide?" Tanya sutradara kepadaku dan Erick.   Aku melirik Erick, menunggu jawabannya.   "Cafe," jawabnya singkat lalu sibuk dengan pena dan kertasnya.   "Kalau kamu?" Tanyanya.   "Menurut saya cafe terlalu biasa untuk pertemuan pertama, hmmmm sebaiknya di bawah jembatan saat saya terpaksa harus berteduh karena hujan atau karena saya diganggu anak jalanan," kataku memberi ide.   Erick langsung mengangkat wajahnya dan melihatku tapi aku buang muka ke arah sutradara.         "Menarik juga, saya akan buat kamu berteduh dijembatan menunggu jemputan dan Erick muncul membawa payung ..." Sutradara sibuk menjelaskan sedangkan aku melihat reaksi Erick yang terlihat tidak tenang.   Teringat masa lalu lagi, Erick?   Setelah rapat selesai aku pun berniat meninggalkan ruang meeting. Winda sudah lebih dulu pergi untuk mengambil naskah di ruang sutradara.   "Hentikan, Allea."   Aku melihat ke arah Erick dan menantangnya.   "Apa yang harus dihentikan? Reality show ini? Bukannya menarik, seorang artis bertemu penyanyi di bawah jembatan dan di sana awal mula hubungan kita dimulai," ujarku dengan mengungkit sedikit masa lalu kami.   Erick tidak melanjutkan ucapannya dan pergi meninggalkan ruang meeting. Aku menyunggingkan senyum sinis dan ini babak awal dari rencanaku.   Tunggu saja pembalasanku, Erick.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD