Cake - 9

1693 Words
"Dari tadi nak Arken kenapa lirik jam terus? Ada urusan ya?"  Arken mengangkat kepalanya saat namanya dipanggil oleh seorang wanita paruh baya yang tengah memotong pudding buah kedalam piring-piring kecil. Wanita itu tersenyum kecil sambil menunggu jawaban dari Arken. "Iya, dari tadi lo sibuk banget. Kayak ada yang nungguin lo aja," sahut Keenan sambil memakan bakwan yang baru saja di goreng Jasmine. Sedangkan wanita itu sudah gemas karena bakwan yang sedari tadi ia goreng selalu dimakan oleh Keenan. Kapan selesainya coba?  "Woi! Dimakan terus kapan selesainya gue goreng!?" tepuk perempuan itu pada Keenan yang tengah mengoles bakwanya dangan saos cabai. Alhasil bakwan itu malah jatuh ke lantai. Buru-buru pria itu mengambilnya. "Belum lima menit," ujarnya Keenan langsung melahap bakwannya. Karena bakwan itu masih dalam kondisi panas. Keenan langsung mengeluarkan lagi bakwan itu dalam mulutnya. “Hahhhh! Panas!” “Mampus.” Arken menggaruk-garuk kepalanya, bingung. Ia tidak enak pamit sebelum acara di mulai, tapi ia juga tidak yakin akan fokus dengan acara itu nantinya. "Hm, gini Tante. Ada temen Arken yang nungguin di sekolah. Takut nanti dia belum pulang dan masih nungguin Arken," jelas Arken membuat Keenan dan Jasmine menghentikan aksi ribut mereka. "Siapa? Siapa?" tanya Keenan penasara. "Anak mana lagi yang berhasil lo tipu?" "Laras?" tanya Jasmine tepat sasaran yang langsung diangguki oleh Arken. Sedangkan Keenan membuka mulutnya lebar-lebar. "Apa?! Lo ada skandal apa sama si ratu hutan itu?" "Gue sama dia mau nyalon jadi Raja Ratu sekolah." "Apa?!" pekik Keenan dan Jasmine bersamaan.  Mama Jasmine yang melihat itu hanya terkekeh geli melihat kelakuan anaknya dan Keenan. "Kenapa baru bilang sekarang? Kasian temennya kalo bener-bener nunggu di sekolah." "Maaf ya, Tante. Kayaknya kali ini Arken nggak bisa ikut." "Nggak papa. Tante juga maklumin kesibukan anak muda kayak kalian." "Tante-tante!" panggil Keenan sambil menunjukkan tangan. "Aku anak muda tapi gak sok sibuk kayak Keenan," ujarnya sambil menegakan kerah bajunya. Mama Jasmine tertawa melihat kelakukan Keenan. Sedangkan Yasmine terus manatap datar ke arah Arken yang kini tengah mengenakan jaketnya. Bersiap untuk pergi. “Pegang!” Yasmine memberikan spatulanya pada Keenan yang disambut kerutan dahi oleh laki-laki itu. “Lo goreng, tuh, jangan makan terus!” Yasmine keluar dari dapur, tujuannya adalah mengejar Arken. Laki-laki itu tidak bisa meninggalkan acara ini begitu saja. Enak saja laki-laki itu membatalkan janjinya. “Ken!” Arken yang baru saja menghidupkan motornya, membuka sedikit kaca helmnya. “Kenapa, Min? Ada barang gue yang tinggal?” Yasmine tidak menjawab, wanita itu mendekat ke arah Arken. Mencabut kunci motor Arken yang sudah tertancap membuat motor milik laki-laki itu mati begitu saja. Arken membuka helm fullface miliknya. Wajahnya nampak kesal saat melihat kelakuaan Yasmine yang membuatnya menjadi lambat. “Kenapa, sih, Min?” tanya Arken dengan nada jengah. “Lo enggak bisa seenaknya pergi. Pestanya belum mulai!” Arken mengacak rambutnya asal-asalan. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Yasmine tapi yang pasti tingkah wanita itu sangat mengesalkan hari ini. “Mama lo setuju aja, kok, Min. Kenapa lo jadi yang sewot?” “Lo....” Yasmine kehabisan kata-kata. Wanita itu terdiam sambil menggigit bibir bawahnya. “Sini balikin kunci motor gue,” pinta Arken yang mulai habis kesabarannya. “Enggak, Ken!” keukeh Yasmine sambil menyimpan kunci motor Arken dibelakang tubuhnya. “Yasmine!”  “Nih!”  Tiba-tiba Keenan merampas kunci motor milik Arken yang disembunyikan Yasmine. Laki-laki itu muncul tanpa suara dari belakang dan langsung mengambil kunci itu lalu diberikan ke Arken. “Lo kenapa, Min?” “Keenan!” “Thanks. Keen!” Arken langsung menghidupkan motornya. Bersiap untuk pergi namun tiba-tiba Keenan menghalangi jalan motor Arken. “Lo bucin boleh, b**o jangan. Pake helm lo!” Arken nyengir saat mendengar ucapan Keenan. Pria itu langsung memakai helmnya dan melajukan motor besarnya. Laki-laki itu sempat membunyikan klakson motornya pertanda pamit. “Hoi!” Keenan berteriak didepan Yasmine yang melamun membuat wanita itu terkejut. “Keenan!” pekik Yasmine kesal. “Cepet tuh goreng bakwan! Gue yang goreng jad gosong!” ——- Arken memberhentikan motornya didalam sekolah. Ditengah lapangan. Laki-laki itu bergegas berlari-lari menuju bangunan sekolah, namun langkah kakinya melambat saat menyadari sesuatu. Dimana Laras sekarang? Laki-laki itu merutuki kebodohannya. Jarang sekali seperti ini, biasanya ia selalu memuji kepintaranya. Ia lupa untuk mengatakan pada Laras agar wanita itu menunggu didepan gerbang saja. Brukkk... Arken langsung mengalihkan perhatiannya saat mendengar suara yang benturan yang nampaknya berasal dari tengah lapangan. Tempat Arken memarkirkan motornya. Dilihatnya, helmya sudah menggelinding dan berputar-putar di lantai lapangan sekolah. Pria itu lansung menuju lapangan sekolah, ingin mengajak ribut orang yang telah menganiaya helm kesayangannya. “ARKEN BIADABBBBB! Arken menghentikan langkahnya. Matanya berkedip beberap kali. Beberapa kali pria itu meneguk air liurnya sendiri saat melihat seorang wanita tengah berdiri disamping motornya dengan tatapan tajam, muka super kesal dan jangan lupakan kepalan kedua tangan wanita itu yang siap ingin menghajar orang. “Majuu lo!” “Kelem, Ras, kalem,” ujar Arken sambil berjalan mundur. Bersiap untuk kabur. “Lo kabur dari lapangan ini, motor lo tinggal ban!” “Jangan, ras. Cicilannya belum lunas.”  “Bodo amat! Gue dua jam nunggu lo disini, kayak orang b**o!” Arken tidak tahu apa penyebabnya ia malah bernafas lega saat mendengar Laras benar-benar menunggunya. Perempuan itu tidak pergi. Dan, wanita itu sekarang nampak kesal karena terlalu lama menunggunya. “Lo!” Laras menunjuk Arken yang berdiri cukup jauh darinya. Lalu wanita itu menggerakan tangannya seolah sedang memotong leher Arken. “Erkkk!” “Arkennnn!” teriak Laras sambil berlari mengejar Arken. “Larassss!” teriak Arken ikut-ikutan. “Jangan lari lo!” “Lo juga jangan lariii!” Arken terus berlari menjauhi Laras, namun laki-laki itu hanya berlari seputar lapangan sekolah. Ia masih menyayangi motornya yang tinggal dua bulan lagi akan lunas. Saat melewati helm Arken yang tengah tergeletak, Laras tanpa sadar mendendangnya membuat helm Arken semakin lecet. “Woi, ah! Helm gueee!” Saat putaran selanjutnya, Arken langsung mengambil helmnya dan ia pake. Sekaligus perlindungan saat nanti mungkin ia akan tertangkap oleh Laras. “Capekkk,” ujar Laras sambil menghela nafasnya yang terputus-putus, perempuan itu langsung terduduk dilapangan sekolah karena terlalu lelah untuk bergerak kepinggir lapangan. Sedangkan Arken yang mengenakan helm fullface berkaca hitam tak sadar jika Laras tak lagi mengejarnya.  “Woi Arken berhentiii!” Laras sengaja berteriak seperti ia sedang mengerjar Arken. Padahal wanita itu kini sedang duduk sambil memanjangkan kakinya. Senyum lebar wanita itu keluarkan saat Arken berlari ke arahnya. Laras dengan sengaja tidak mengubah posisi kakinya dan Arken yang tidak melihat bahwa ada kaki Laras yang menghalanginya terjatuh tersandung. Brukkkk! Tawa menggelegar muncul dari mulut Laras melihat Arken terjatuh sambil terguling-guling. Wanita itu bahkan tertawa sampai memukul lantai lapangan sekolah karena terlalu bahagia melihat Arken yang terjatuh. Laki-laki itu membuka helmnya. Ekspresinya seperti orang yang tidak tahu ia berada dimana sekarang, ling-lung. Namun saat melihat tawa dan kaki Laras, Arken memanyunkan bibirnya. Baru saja hendak bangki, laki-laki itu mengaduh kesakitan saat ingin mengangkat bongkongnya.  “Aduhhhh!” Tawa Laras menggelegar kembali, nampaknya laki-laki itu belum sadar jika ia terjatuh. Laras bangkit dari duduknya sambil membersihkan roknya yang ditempeli pasir-pasir nakal. Arken yang melihat Laras berjalan menuju gerbang sekolah menghela nafasnya. Pasti sekarang wanita itu telah puas mengerjainya dan ingin pulang. Padahalkan Arken ingin meminta maaf pada perempuan itu karena terlalu lama menunggunya dan akan mengantarkannya pulang. Arken menghela nafasnya lagi, laki-laki membaringkan tubuhnya kembali dilapangan sekolah. Menatap langit sore sore yang berawan membuat Arken terdiam. Ia benar-benar pria yang payah! Pria itu mengerutkan keningnya saat padangannya yang semula menatap langit berawan tiba-tiba tergantikan oleh sekaleng minuman soda. “Nih, minum.” Arken langsung bangun dari posisi tidurnya dan terkejut saat melihat seorang wanita yang kini juga duduk disampingnya. “Laras?” tanya Arken dengan ekspresi kagetnya. “Kenapa lo? Belum sadar juga?” “Lo ngapain disini? Belum pulang?” “Belum,” ujar Laras singkat karena saat ini ia tengah serius membuka minuman sodanya, namun tangannya yang bergetar karena kelelahan dan terlalu banyak tertawa tak terlalu kuat untuk membukanya. “Sini.” Arken mengambilnya dan membukanya dengan mudah. “Kirain gue tadi lo pulang.”  “Tas gue disana kok.” Laras menunjuk motor Arken. Tegantung tas berwarna cream disana yang membuat Arken tersenyum tanpa sadar. “Lo kenapa belinya soda, deh? Enggak ngilangin haus.” Laras menggeram marah saat Arken kembali bertanya. Tidak tahu apa ia sudah dua kali gagal ingin minum karena laki-laki itu terus bertanya. Demi alapun ia haus sekarang. “Minum aja kenapa, sih!” kesal Laras. “Jangan ganggu gue minum lagi!” Arken mengangguk mengiyakan. Laki-laki itu hanya diam saja saat Laras mulai meminum sodanya. Tidak ada yang istimewa memang, Arken malah lebih mengakui bintang iklan yang benar-benar membuat orang tergoda untuk minum soda ini. Namun, Arken tidak tahu apa yang menyebabkan ia tidak bisa melepaskan pandangannya pada wajah Laras. “Ahhhhhk, Daebak!” “Kayak minum soju aja lo.” Laras mengerutkan dahinya. “Eh. Nonton korea lo?” “Adik gue.” Arken membuka kaleng sodanya, meminumnya dengan sekali teguk membuat Laras mencibir laki-laki itu. “Mama gue enggak nyuruh adik gue nonton sendirian, takut ada naninu-nya. Jadi harus ada gue untuk nge-skip bagian itu.” “Kakak yang baik,” komentar Laras sambil mengangguk-angguk. Lalu keduanya terdiam. Laras sibuk memainkan tetesan embun yang ada di sisi kaleng soda. Sedangkan Arken tengah sibuk dengan isi pikirannya. “Maaf.” “Gue tadi ke acara ulang tahun nyokap temen gue. Gue udah janji untuk dateng kesana dan begonya lagi gue juga ada janji sama lo,” ujar Arken jujur. Ia tidak peduli jika Laras tidak ingin mendengarnya. Laki-laki itu hanya ingin. “Enggak papa, kok.”  “Hah? Lo enggak marah? Lo nunggu gue dua jam.” “Dengan lo minta maaf dan jujur, itu udah cukup untuk gue. Lagi pula tadi gue juga ada urusan Osis sebentar.” Laras bangkit dari duduknya. “Yah, walapun tangan gue gatel banget pengen nabok lo.” Arken hanya menyengir. Laki-laki itu juga ikut bangkit dari duduknya. Mengikuti wanita itu dari belakang. “Ras.” “Hm.” “Malam nanti jalan sama gue, yuk.” “Enggak, ah. Nanti di php-in lagi.” “Gue janji kok.” “Mantan gue juga bilang gitu, tapi ninggalin gue juga.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD