2. Gerhana Bulan Merah, Kepemilikan

1809 Words
Sang mentari telah bergulir dari singgahsananya, digantikan dengan sang rembulan yang mulai menghiasi kelamnya langit malam. Cahaya putih dari sang rembulan kini tak lagi ada, bahkan langit malam pun tak lagi hitam. Aura langit begitu kelam, menebarkan semerbak merah darah yang mulai menghiasi warnanya. Menyapu kelamnya langit malam dengan aura mistisnya. Kini tiba saatnya bagi sang rembulan menunjukkan kekuasaannya, dengan adanya gerhana bulan merah. Gerhana bulan kedua setelah peristiwa pembantaian keluarga dan para selir istana kerajaan Blutenblatt. Derap langkah kaki kereta kuda mulai menapaki halaman depan kerajaan Blutenblatt, memecah keheningan sunyi yang melingkupi istana kerajaan. Satu per satu pengawal kerajaan dengan sigap mengiringi kereta menuju ke tempat area persembahan yang diadakan di halaman belakang istana kerajaan. Suasana malam terasa begitu sunyi dan mencekam. Bahkan suara hewan malam yang biasanya menghiasi istana kerajaan kini lebih memilih bungkam dan menyembunyikan diri mereka di balik tanah mau pun rerimbunan pohon dan tanaman. Menciptakan suasana malam mencekam yang begitu mistis. Seolah menjadi tanda akan suatu hal yang mungkin akan terjadi. Berbagai sesajen telah disiapkan di tempat persembahan, aroma dupa yang dibakar dan wewangian yang digunakan untuk persembahan bulan merah mulai menyebar ke sepenjuru halaman belakang istana kerajaan. Pada bagian tengah ruangan, tampak seseorang dengan pakaian kekaisaran yang begitu agung dengan jubah sewarna darahnya tengah terduduk dengan dagu terangkat pongah yang menggambarkan kekuasaannya sebagai sosok tertinggi yang memimpin Kekaisaran ini. Kaisar Hanover Maximilan, sesosok Kaisar dengan segala sifat misteriusnya dan kepandaiannya dalam hal strategi perang yang mampu membuat kerajaan Blutenblatt berada pada puncak kekuasaan saat dirinya mengemban tugas sebagai seorang Kaisar. Rambutnya yang sehitam malam, tampak begitu legam dan dibiarkannya melambai tertiup angin malam. Kereta kuda yang membawa beberapa gadis persembahan telah sampai di halaman belakang istana kerajaan. Secara perlahan mereka dipersilahkan untuk turun dari kereta kuda dengan dibantu para dayang istana. Jumlah gadis persembahan yang disediakan berjumlah 13 orang. Masing-masing dari mereka memiliki paras yang begitu cantik dan mereka memakai pakaian putih serupa selendang dengan mahkota bunga berwarna merah yang diletakkan melilit di atas kepala mereka. Bagaikan bidadari yang turun dari surga. "Ingat baik-baik, berjalanlah dengan menunduk hingga kalian sampai di tempat persembahan. Jangan sekali-kali kalian mendongakkan kepala apa lagi sampai memandang mata sang kaisar secara langsung, jika kalian masih ingin selamat sampai saat ini, mengerti?" Ujar kepala dayang yang telah berumur paruh baya tersebut. Sementara para gadis persembahan hanya menganggukkan kepala tanda mengerti akan penjelasan dari kepala dayang tersebut. Keyra, salah satu gadis persembahan yang hanya bisa menggigit bibir kalut ketika mendengarkan penjelasan dari kepala dayang tersebut. Yang bisa dia lakukan saat ini hanya berdoa, semoga Dewi Fortuna senantiasa mengiringi langkahnya sehingga dia bisa segera pergi dari istana ini. Sungguh suasana istana yang begitu mencekam terasa mencekiknya secara perlahan. Dia tidak menyangka bahwa menjadi kandidat gadis persembahan akan menyeramkan seperti ini, ditambah lagi jika ia melakukan satu kesalahan pun maka nyawanya akan menjadi taruhannya. ____ Para kandidat gadis persembahan mulai berjalan menuju tempat persembahan, mereka berjalan secara berurutan dan menunduk. Setelah sampai di tempat persembahan, sang kaisar secara perlahan mulai berjalan menghampiri ke-13 kandidat gadis persembahan yang secara serempak menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat setelah sebelumnya masing-masing dari gadis tersebut kedua matanya telah ditutupi dengan seutas kain berwarna merah sebagai lambang gerhana bulan merah yang saat ini tengah terjadi tepat di hadapan Kaisar Han. Suara langkah kaki yang mendekat terasa begitu mencekam dan mengintimidasi, menunjukkan kekuasaannya sebagai seorang kaisar. Kaisar Han mulai meneliti satu per satu gadis persembahan yang diberikan padanya. Menatap tajam mereka satu per satu, seolah menilai manakah yang pantas untuk dijadikan pendampingnya. Kemudian tatapannya jatuh pada seorang gadis. Gadis yang memiliki kulit seputih s**u, dengan rambut hitam legamnya serta poni yang dibelah dua membingkai wajahnya hingga sebatas dagu. Sang kaisar kembali melangkahkan kakinya menuju seseorang, langkah kakinya pelan seperti seekor predator yang tengah menemukan mangsanya. Jubahnya yang panjang berwarna merah darah ikut terseret seiring dengan langkah kakinya yang kini berhenti tepat di depan sang gadis. Terlihat sang gadis masih menundukkan kepalanya dan semakin kuat menggigit bibir bawahnya. Sang kaisar berdiri tepat di depan Keyra, pupilnya yang sewarna darah menatap tajam Keyra yang masih menunduk takut. Suara langkah kaki yang penuh dengan wibawa itu dapat dirasakan Keyra mulai bergerak secara perlahan. Pelan tapi pasti, napasnya mulai terasa tercekat saat langkah kaki itu seolah semakin berjalan mendekat ke arahnya. Meski dalam kondisi kedua mata yang ditutup rapat oleh seutas kain berwarna merah, akan tetapi itu sama sekali tidak mengurangi rasa cemas dan takut yang bahkan semakin mendera relung d**a Keyra oleh ketakutan yang mendalam. Tuhan, kuharap ini hanya pikiran takutku semata. Jangan biarkan Sang Kaisar memilihku. Berbagai macam pikiran buruk mulai menghantui pikiran Keyra, sehingga dia tidak menyadari bahwa Sang Kaisar kini telah berdiri tegak di hadapannya. Sementara bibir Keyra sendiri masih bergetar yang membuatnya dengan sesekali menggigit bibirnya oleh karena perasaan takut yang semakin menyesakkan d**a. Dengan menggunakan isyarat matanya, Kaisar Han mengendikkan dagunya ke arah salah satu gadis persembahan yang langsung dengan sigap diangguki dengan hormat oleh para dayang yang mengerti arti dari maksud Sang Kaisar. Dimana hal itu berarti Yang Mulia Kaisar Han telah menentukan pilihan. Dengan gerakan cepat dan tanggap para dayang yang berdiri tak jauh dari para gadis persembahan segera menarik gadis yang telah terpilih oleh Sang Kaisar agar berdiri dan menuntunnya untuk mendekat pada Kaisar Han yang telah kembali terduduk di kursi kebesarannya dengan dagu terangkat. Keyra yang baru sadar akan apa yang terjadi merasa terkesiap, tatkala terdapat dua dayang yang berusaha menuntunnya untuk berdiri dan memakaikan penutup wajah transparan pada kepalanya setelah sebelumnya melepaskan lilitan seutas kain berwarna merah yang digunakan untuk menutupi kedua matanya. Keyra ingin bertanya untuk memastikan, akan tetapi suaranya seakan tercekat di tenggorokannya. Ditambah saat ia menyadari bahwa para pelayan itu kini menuntunnya untuk mendekati sesosok berwibawa yang tengah terduduk di atas kursi kebesarannya. Jika boleh memilih saat ini ia ingin sekali memberontak untuk melepaskan pegangan kedua pelayan yang saat ini tengah menuntunnya menuju Sang Kaisar, akan tetapi ia tau bahwa itu hanya akan membawa kematiannya semakin dekat. Setibanya di depan Sang Kaisar, Keyra kembali menundukkan kepalanya dan jatuh berlutut di hadapan Sang Kaisar dengan tubuh bergetar dan napas tercekat. Entah apa yang akan terjadi setelah ini, Keyra hanya bisa berpasrah diri. Detik demi detik terlalui saat Keyra dapat merasakan bahwa kedua dayang yang tadi menuntunnya telah pergi dari masing-masing sisinya dan hanya menyisakan Keyra seorang diri di hadapan Sang Kaisar yang agung. Tubuh yang terduduk dengan agung di kursi kebesarannya, kini secara perlahan mulai beranjak untuk berdiri tegak di hadapan gadis persembahan yang telah dipilihnya. Tatapannya tajam menghunus memandang Keyra yang seolah semakin merasa berkecil hati di hadapan Sang Kaisar yang penuh dengan adi kuasa. Tak dapat dipungkiri, bahwa saat ini tubuh Keyra semakin terasa tak berdaya saat merasakan bahwa Yang Mulia Kaisar Han saat ini tengah menundukkan badannya guna memegang kedua bahu kecil Keyra dengan tangan besarnya dan menuntun Keyra secara perlahan untuk berdiri di hadapan Sang Kiasar. Masih dengan kepala menunduk dan kain yang menutupi pandangan serta wajah Keyra pada sosok berwibawa di hadapannya. Hingga tak lama kemudian datanglah seorang pendeta yang membawakan sebilah pisau yang terbungkus kain sewarna darah yang diletakkan di atas nampan berwarna emas. Kaisar Han mengambil pisau tersebut dan menggoreskannya pada ujung jari telunjukknya, sebelum kemudian membuka kain penutup wajah yang tersemat pada wajah Keyra dan mengoleskan darahnya tepat pada bibir gadis yang telah dipilihnya. Setelahnya, Kaisar Han melakukan hal yang serupa pada Keyra sebelum pada akhirnya membawa tetesan darah Keyra pada bibirnya. Suasana sakral yang terjadi pada saat itu begitu khidmat dan sunyi seolah menjadi saksi akan terikatnya sang gadis pilihan dengan sosok Kaisar tertinggi Kerajaan Blutenblatt. "Siapa namamu?" Suara berat yang keluar dari bibir Sang Kaisar membuat Keyra yang berdiri di hadapannya kembali bergetar. "Keyra, Yang Mulia," suara Keyra terasa tercekat saat mengatakannya, pikirannya masih belum pulih bahwa saat ini ialah yang telah dipilih Sang Kaisar. "Angkat dagumu," dengan ragu, Keyra mencoba memberanikan diri untuk mengangkat kepalanya akan tetapi saat mengingat perkataan dayang yang mengatakan untuk jangan menatap mata Sang Kaisar malah membuat Keyra mengurungkan niatnya karena terbelenggu oleh perasaan takut dan cemas. "Kau berani melawan perintahku," suara Kaisar Han berdesis pelan saat mendapati Keyra yang mengabaikan perintahnya, "tatap mataku!" Suara yang dikeluarkan Kaisar Han seolah begitu sarat akan perintah yang harus dipenuhi, membuat Keyra kembali menguatkan dirinya dan memberanikan diri untuk menatap wajah Sang Kaisar dengan takut-takut. Pada saat ia berhasil mendongakkan dagunya menatap Sang Kaisar, pada saat itulah matanya yang berwarna coklat terang langsung bertumbukan dengan pupil mata sewarna darah milik Kaisar Han. Ekspresi Keyra begitu terkejut, membuatnya tak kuasa untuk menatap pupil sewarna darah itu dalam kurun waktu yang lama. Saat hendak mengalihkan tatapannya, tampak tangan besar Kaisar Han menahan dagunya agar tetap memandang dalam kegelapan bola matanya yang agung. "Yang Mulia," belum sempat Keyra melanjutkan ucapannya, sesuatu yang terasa dingin langsung terasa menempel pada bibirnya. Kedua mata Keyra melebar pertanda keterkejutannya akan hal yang sama sekali tidak disangkanya. Bibir Kaisar Han yang dingin beradu dengan bibir Keyra yang mungil dan sedikit bergetar, tatapan Kaisar Han yang seolah membekukannya membuat Keyra tak kuasa menatap pupil mata itu lebih lama lagi. Membuat Keyra secara refleks memejamkan kedua matanya rapat dengan degup jantung yang berpacu kencang. Rasa anyir khas aroma darah langsung terasa saat Kaisar Han mulai menggerakkan bibirnya pada bibir Keyra, akibat ritual pertukaran darah yang telah dilakukannya beberapa saat yang lalu. Kini darah antara Kaisar Han dan Keyra seolah telah melebur menjadi satu dalam ciuman sepihak yang dilakukan oleh Kaisar Han terhadap Keyra. Yang dimana pada saat ciuman itu berlangsung bertepatan pada saat terjadinya gerhana bulan merah, yang semakin membuat sakral ikatan di antara keduanya. "Kau adalah milikku." Hembusan napas hangat dari sang kaisar di telinga Keyra menghantarkan sengatan listrik yang memenuhi sekujur tubuh Keyra. Membuat seluruh persendian Keyra mati rasa dan tidak bisa menopang berat tubuhnya, secara perlahan penglihatannya mulai memburam, kegelapan mengambil alih tubuhnya dan Keyra mulai kehilangan kesadarannya. "Mulai sekarang gadis yang bernama Keyra ini adalah milikku, milik Kaisar Hanover Maximilan sepenuhnya," ujar Kaisar Han dengan lantang dan tegas, yang ditanggapi dengan anggukan sujud semua orang yang mengikuti prosesi persembahan bulan merah. Kaisar Han pergi meninggalkan tempat persembahan dengan membawa serta Keyra dalam gendongannya. Ekspresi Kaisar Han datar tak terbaca, tak ada yang tahu apa yang ada di pikiran Kaisar Han saat ini. Kaisar Han membawa Keyra memasuki istana inti kerajaan Blutenblatt. Istana inti merupakan kediaman pribadi Kaisar Han, sekaligus tempat teraman di kerajaan Blutenblatt. Istana inti berada di sebelah utara istana kerajaan, dimana para penjaga istana inti merupakan orang-orang dengan kemampuan yang tinggi dan tak dapat diremehkan. Istana inti memiliki nuansa klasik dimana dinding istana inti didominasi oleh warna hitam dan putih yang menebarkan suasana aman dan mencekam secara bersamaan. Kaisar Han membawa Keyra memasuki sebuah ruangan, ruangan yang dindingnya didominasi warna putih. Di dalam ruangan tersebut terdapat lemari besar dan nakas kecil di samping ranjang yang berwarna putih. Ranjang dalam ruangan tersebut berwarna hitam yang kontras dengan warna putih terletak di tengah ruangan. Ranjang tersebut dilengkapi dengan tirai-tirai kelambu berwarna putih yang menjadi penutup ranjang. Kaisar Han membuka tirai kelambu dan secara perlahan membaringkan tubuh mungil Keyra di ranjang tersebut. Memandangi wajah Keyra yang tertidur dalam damai, kemudian pergi meninggalkan ruangan tersebut dalam diam, tanpa ekspresi sedikit pun. To be continued....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD