TAHAJUD CINTAKU

1139 Words
Tahajjud Cintaku (Emha Ainun Najib) 1988 Maha anggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Maha agung ia yang mustahil menganugerahkan keburukan Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya tak diterima Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak dipelihara Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan durhaka Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya Ke mana pun memandang yang tampak ialah kebenaran Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang Maha anggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah keburukan Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya # Di bulan Desember 2020 Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya.. Kebencian itu.. tampak begitu jelas di raut wajahnya. Cinta yang kau lukai hatinya, tertanam sudah menusuk kalbu. Aisha bergeming. Mencoba meracau, mencoba meluapkan segala amarah pada satu titik tepat dihadapnya, namun tak kuasa. Rasa penatnya, bergumul dengan keadaan yang memaksa. Peluh dan airmata tampaknya tak akan menggugah hati si pemilik hati dingin yang menyunggingkan smirknya, bongkah. Yang mencoba perlahan mendekat, selangkah demi selangkah sekiranya ingin menatap lekat gadis ber-niqob laksana gagak. Sepasang iris saphire hitam itu tampak nyalang mengawasi setiap pergerakannya. Tembok fana terasa begitu nyata diciptakan Aisha yang memilih mundur dikala si dia melangkah kian mendekati. Terulas senyum kian menang dengan terpojoknya sang gadis yang menutup penuh dirinya dari pandangan lelaki sepertinya itu. Tapi tampaknya, niqob itu tak membuat hati si mata elang pantang surut dengan apa yang ia yakini. Sebuah rasa penasaran kian membuncah dan telah kian lama juga ia menginginkan pertemuan ini kembali. Pertemuan untuk menebus hati yang masih saja bergulat dengan kepedihan karena cinta yang dilukai. Luka yang gadis itu tancapkan kepadanya tujuh tahun silam. "Aisha Sulaiman," panggilnya lirih dengan getaran nada yang begitu berat. Aisha tercekat, namun juga tak menampik bahwa ia ingin sekali bersapa akrab seperti dulu. Akrab seperti sepasang sepatu yang tak terpisahkan. Akrab seperti roda sepeda yang saling menopang satu sama lain. Akrab seperti pensil dan penghapus kala sedih dan luka menerpa yang lain akan saling menjaga. Teringin, tapi tak kuasa. Aisha telah menyadari posisinya bahwa dia telah lama menancapkan luka, yang mungkin akan terus dirasa oleh seorang lelaki yang masih berdiri tegap menatapnya sendu dan kecewa dihadapannya itu. Dan waktu yang tak akan bisa terulang itu, tidak mungkin bisa ia perbaiki. Tidak ada kesempatan kedua atas pilihan yang diambil di masa lalu. Kini yang tertera adalah...bertanggung jawab dengan apa yang sudah kita pilih. "Ka..mu mau apa?" Senyuman pria itu menghilang. Menarik mundur tungkainya lalu uring-uringan seolah tersadar dengan apa yang telah ia perbuat beberapa waktu lalu. Gadis itu gemetaran. Tidakkah ia tahu? Aisha memikirkan satu jalan keluar yang akan menyelamatkannya dari keadaan ini. Antara dia dan sang pria yang membencinya. Terkurung berdua dengan pria yang bukan mahramnya. Aisha takut, setan kian berbisik pada keduanya. Memberikan tipu muslihat hingga menjerumuskan dua keturunan adam ini. Aisha takut dan terus berpikir bagaimana bisa terlepas dari situasi buruk ini. Namun melarikan diri lagi, juga pilihan yang buruk untuk menyelesaikan masalah lamanya ini. Paling tidak, ini adalah kesempatan terbaik untuk meluruskan semuanya. "Kamu pikir aku membencimu, yah?" Aisha terkejut. Pria itu seperti cenanyang yang mampu mendengar keresahan hatinya sejak tadi. "Kamu pikir, aku akan melukaimu? Di tempat ini? ck," gerutunya. Lebih tepatnya ia kecewa dengan pandangan Aisha kepadanya. "Habis itu? Kamu mau apa membawaku ke ruangan ini?" tanya Aisha mencoba berani. Padahal dalam hati, gemetar terus menguasai tubuh. "Bisnis dan kesepakatan. Bukankah itu tujuanmu datang ke kantorku hari ini?" Aisha menarik napas lalu membuangnya perlahan. Mengatur diagramanya bergerak normal kembali lalu fokus kejawaban. Jawaban yang tepat agar semua ini terselesaikan cepat. "Duduklah," pintanya halus. Namun tak menanpik, tatapannya terus berkeliaran pada Aisha. Dari ujung kepala hingga kaki yang tertutup. Seulas senyum pemuda berwajah runcing itu terpatri. Tampak jelas sudah, bahwa ia semakin tertarik dengan penampilan Aisha yang sekarang. Menutup diri dengan meninggalkan sepasang iris saphire yang meneduhkan. Pria mana yang sanggup berpaling? "Bisakah pintu tetap terbuka agar orang lain tahu kita tengah berdua?" Si pemilik lesung pipi kembali mengeluarkan senyum miring. Menggeleng terpana dengan sikap tegas seseorang yang pernah ia sukai itu. Bukan.. Di masa lalu, rasa suka anak berumur lima belas tahun itu bukanlah sekedar rasa suka biasa. Rasa suka itu telah menjalar menjadi cinta yang luar biasa melebihi nelangsanya romansa cerita romeo dan juliet. Rasa cinta anak berumur lima belas tahun lalu itu, bukan sekedar cinta pada pandangan pertama saja. Namun, sudah menjadi darah yang mengalir keseluruh tubuhnya. Seperti bagian dari napasnya yang selalu terembus untuk menopang hidup. Lalu, cinta itu melukai hatinya. Karena ditolak dan cinta yang bertepuk sebelah tangan bukanlah sekedar ucapan "halah cemen". Luka itu benar-benar merenggut segala kehidupannya. Baik itu semangat, maupun pikirannya. Dia sudah lelah dengan kebencian dan luka ini. Sangat lelah menanti jawaban dan harapan. Karena telah di depan mata, kali ini ia berjanji untuk takkan melepaskannya lagi. Apapun alasannya. Apapun konsekuensinya. Apapun itu..rasa sakit ini harus lekas terobati. Hanya boleh pada wanita di hadapannya kini. Aisha Sulaiman sang penawar dan pemberi racun di hidupnya. "Look. Kita terawasi," tunjuknya ke dinding kaca yang tembus pandang keluar setelah sebelumnya menutup dengan tirai hitam otomatis. Rasa lega berhasil menciutkan keresahan hati Aisha tadi. Dan kini dengan langkah berani, ia ikut arahan untuk duduk berhadapan dengan sang lelaki yang masih menatapnya penuh minat. "Kenapa kau tak menjawab panggilanku?" Aisha mengeryit bingung,"Panggilan apa?" "Aku memanggilmu, Aisha. Itu kau. Dan kau tahu siapa aku," ucapnya tegas. Terlihat sekali ia kecewa karena diabaikan. "Iya," jawab Aisha ragu-ragu. Ada cubitan kecil di d**a gadis itu saat tahu ia disindir seperti ini. "Aisha." "Iya." Ukiran senyum, kembali merekah di wajah pria keturuna Tionghoa-Melayu itu. Langkah yang bagus untuk mendekat, "Aisha Sulaiman...calon bidadari surgaku." Aisha tercengang. Gadis itu bahkan mendelik untuk menangkap kata yang keluar dari bibir si pemilik perusahaan terbesar di Malaysia Group ini. Rasa takutnya berubah kembali menjadi amarah yang membuncah. "Apa maksud awak?" "Sebentar lagi itu akan terwujud," jawabnya penuh percaya diri. Kembali... Rasa tercekat itu kembali datang mencekik leher Aisha. Baginya, perbincangan ini tidak akan berjalan mulus. Setiap luka dan ambisi akan terus terasah tajam. Hingga akan saling melukai satu sama lain lagi. Aisha menggeleng lemah. Memohon pada Maha Penguasa takdir untuk menyelamatkannya dari suasana ini. tapi..doanya mungkin belum diijabah hari ini. Karena si pemilik alis tajam itu masih menahannya untuk pergi ke manapun. "Saya mohon..jangan campur adukkan masalah perusahaan ini dengan kepentingan pribadimu, Calvin." Ng Calvin Yoon. Tertera dengan jelas di foto profil ruang rapat, bagaimana ia bergaya dengan kesuksesannya. Menampilkan wajah tanpa senyum namun berambisi besar dalam framenya. Dengan nama yang siap menantang, siapapun yang melihatnya. "Aku tidak sedang melakukan tawar menawar di sini. Ah..aku jelaskan saja secara gamblang." Aisha menelan ludah dengan susah payah. Menerka ataupun menerima penuturan Calvin yang mungkin menjadi hal terburuk kedua setelah kabar meninggalnya sang Ayah yang Aisha pernah dengar di seumur hidupnya. "Kau..harus menikah denganku." "..." "Aisha Sulaiman binti Abdul Aziz." "A..apa?" "Suka tidak suka, demi menyelamatkan keluargamu dan harga diriku yang pernah kau lukai. Aku terterakan syarat dalam pertemuan kita ini." Calvin sengaja memberi jeda pada ucapannya. Membiarkan Aisha menarik napas banyak- banyak saat ia mendengar semua ini begitu mendadak. "Kamu harus mau menjadi istriku." . . Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya. . . . Bersambung 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD