11. Persiapan ulang tahun Lily

1718 Words
Gibran menatap sendu wajah tertidur Daisy. Sebelumnya wanita itu menangis pilu menceritakan kisahnya apalagi saat mama, papa, serta bayi dalam kandungannya meninggal. Dibohongi oleh orang yang ia sayangi yaitu suami dan keluarga suaminya, kehilangan orang yang ia cintai mama, papa, bahkan putri kecilnya, lalu difitnah di lingkungan tempat kerja dan rumahnya saat di Jogja. Gibran tidak bisa bayangkan Daisy mengalami itu semua. Daisy merasa sudah tidak mempunyai siapa pun agar dirinya menjalani hidup dengan baik, inilah yang menyebabkan ia menjadi pencuri padahal dengan kepintarannya, Daisy bisa mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik. Namun, sepertinya perempuan itu sudah malas untuk bekerja dan memilih melakukan tindak kriminal. Entah Gibran tidak mengerti jalan pikiran Daisy yang satu itu. Gibran membuka lagi album kenangan Daisy beserta keluarganya yang diperlihatkan kepadanya tadi. Ada foto-foto lucu Daisy saat masih kecil, lalu ada pula foto perempuan itu saat remaja hingga menginjak dewasa. Gibran memandangi foto Daisy saat wisuda dari beberapa foto sepertinya ada yang telah dipotong, ia yakin bagian itu memperlihatkan Baron. Gibran juga menatap foto saat Daisy sedang hamil kira-kira diambil sekitar kehamilan tujuh bulan, begitu juga dengan foto-foto USG janin dalam kandungannya dulu. Gibran bahkan bisa merasakan bahwa Daisy sangat menantikan kehadiran putrinya pada saat itu. Putrinya yang ia beri nama Jasmine, sama seperti nama keponakan Gibran. Pria itu sekarang tahu alasan mengapa Daisy tampak sedih ketika pertama kali dia menyebut nama Jasmine. Gibran menyimpan kembali album kenangan milik Daisy, lalu membaringkan tubuhnya di samping perempuan itu dan mulai mendekapnya. “Daisy, aku tidak akan mengelak perasaan bahwa aku mencintaimu. Aku ingin membahagiakanmu dan terus bersama denganmu. Aku ingin kamu hidup dengan lebih baik mulai saat ini. Apa kamu juga punya perasaan yang sama sepertiku?” batin Gibran. Dia sedikit ragu dengan perasaan Daisy terhadapnya. Namun, ia sudah bertekad untuk membahagiakan Daisy, agar wanita itu tidak akan lagi mengalami peristiwa seperti di masa lalu. Dia juga akan berusaha memenuhi kebutuhan Daisy agar wanita yang ia cintai tidak melakukan tindak kriminal lagi bahkan CEO itu berencana merebut perusahaan Flower Interior dari tangan Baron. *** Pagi harinya Daisy bangun terlebih dahulu dari tidur nyamannya. Meskipun kemarin malam sempat menangis, tapi seperti biasa dia tertidur dengan lelap jika ada Gibran di sampingnya. Itu sebabnya, Daisy selalu merayu Gibran agar mau setiap malam tidur bersamanya dan mendekapnya. Daisy bergegas membersihkan diri, lalu membuat kue untuk merayakan ulang tahun Lily hari ini. Seperti biasa rencananya mereka membuat pesta kecil-kecilan di kontrakan bagi siapa yang berulang tahun di antara tiga sekawan itu. Kali ini ada yang berbeda, karena kedatangan tamu spesial yaitu Gibran dan Damar yang diundang untuk ikut merayakan ulang tahun Lily. Daisy saat ini sedang serius membuat kue black forest kesukaan Lily, wanita itu memang punya banyak keahlian yang sebenarnya akan membuat orang iri, jika mengetahui seluruh kemampuan Daisy. Mungkin kemampuan yang tidak ia miliki salah satunya adalah memilih pasangan yang baik hingga ia dulu bisa menikahi seseorang yang menjadi malapetaka dalam kehidupannya. Daisy memasukkan adonan kuenya ke dalam oven. Setelah kue diangkat, lalu di dinginkan, waktunya dia menghias kue black forest-nya. Saat sedang sibuk menghiasi kue itu, Daisy merasakan tangan kekar memeluk perutnya dari belakang. Daisy awalnya tersentak kaget, namun akhirnya dia tersenyum senang karena ingat pria di belakangnya adalah Gibran. “Mas, bikin aku kaget,” keluh Daisy sambil masih fokus menghias kue yang ia buat. “Habisnya kamu serius sekali, aku bahkan sudah bangun dari tadi, kamu saja yang tidak sadar,” balas Gibran. Tadi ia memang sibuk memperhatikan Daisy yang sangat lihai membuat kue lalu bergegas membersihkan diri, tapi wanita itu sama sekali tidak menyadarinya. “Hehe, iya Mas, aku nggak nyadar. Gimana menurut Mas kue buatanku?” “Terlihat enak dan cantik sama seperti yang buat.” Daisy berbalik setelah mendengar ucapan Gibran. Dia melingkarkan tangannya di leher Gibran dan pria itu membalas dengan memeluk pinggang Daisy. “Memang aku enaknya apa, Mas?” tanya Daisy dengan nada manja. “Enaknya ....” Gibran memindahkan tangannya mengusap bibir Daisy, kemudian memajukan bibirnya sendiri mendekati bibir merah muda menggoda yang selalu membuatnya ketagihan. Gibran mengecup bibir itu lembut, menyampaikan perasaannya kepada Daisy. Daisy sangat menyukai diperlakukan seperti ini, dicium dengan lembut dan penuh perasaan yang membuatnya semakin terbuai. Daisy sadar hal seperti ini pasti akan berakhir juga, nantinya Gibran akan mendapatkan seorang gadis baik-baik yang kelak akan mendampingi hidup pria itu. Mengingat hal ini seketika air mata Daisy menetes di tengah ciuman mereka. Gibran merasakan ada yang salah dari Daisy, ia pun melepaskan ciumannya dan terkejut karena air mata membasahi pipi wanita di hadapannya. “Daisy, kamu kenapa?” tanya Gibran panik. Daisy hanya menggeleng, lalu memeluk Gibran erat menyandarkan kepalanya di ďada pria itu, berharap sampai waktu berpisah tiba, semoga dirinya dan Gibran bisa seperti ini terus. Gibran mengusap punggung Daisy, pria itu berpikir jika Daisy masih mengingat kisah masa lalu yang menyakitkan untuknya. “Daisy!!!” teriakan dari luar membuyarkan pemikiran masing-masing di antara keduanya. “Kayaknya itu Aster, Mas.” Daisy membukakan pintu lalu Aster serta Lily mengajak untuk sarapan karena sudah membeli bubur ayam pesanan Daisy. Mereka sarapan di kontrakan Aster karena Lily belum boleh melihat kue buatan Daisy. Tentu Gibran juga sudah dibelikan sarapan dan mereka makan bersama. Setelah selesai sarapan mereka membagi tugas. Daisy menyiapkan berbagai masakan untuk pesta siang ini, dibantu oleh Gibran. Sementara Aster dan Lily sendiri akan menghias kontrakan Lily sebagai tempat pesta. Gibran dengan serius membantu Daisy. CEO tampan itu cukup mampu jika hanya diminta memotong-motong bahan karena terkadang membantu bundanya yang senang memasak. Daisy memutuskan untuk membuat tumpeng nasi kuning dengan berbagai lauk tentunya. “Mas, udah nyiapin hadiah buat Lily, belum?” tanya Daisy disela acara masak-memasak mereka. “Sudah, sesuai saran kamu, aku membeli laptop canggih model terbaru, ada di mobil dan sudah dibungkus juga.” “Wow! Lily pasti suka, tapi memang nggak apa-apa, Mas? Itu pasti mahal.” “Tidak masalah karena memang Lily sudah banyak membantu, mulai dari rekaman CCTV saat itu sehingga kamu tahu aku berada di gudang sampai penyebaran rekaman di perusahaan Mister Liam. Dia pantas diberi apresiasi tinggi.” Daisy mengangguk, namun tiba-tiba ia cemberut hingga Gibran heran dibuatnya. “Kamu kenapa lagi?” “Kalau aku nggak dapat hadiah?” “Kamu mau apa? Aku bakal kasih apa saja yang kamu mau.” ungkap Gibran. “Karena hatiku juga sudah menjadi milik kamu,” lanjut batin pria itu. “Aku ingin—” “Permisi, Pak Bos, Mbak Daisy.” Suara dari luar menginterupsi perkataan Daisy. Gibran tahu bahwa yang memanggil itu adalah Damar, asistennya. Daisy bergegas membuka pintu, tampak Damar menenteng kado yang cukup besar. “Ayo masuk dulu, kadonya ditaruh di sana, terus nanti Mas Damar bantu Mas Gibran pindahin meja makan dari tempat aku ke tempatnya Lily, biar muat buat makan berlima.” “Siap, Bu Bos. Eh, maksudnya Mbak Daisy.” Daisy sedikit terkejut dipanggil Bu Bos. Namun, akhirnya dia hanya tersenyum, sedangkan Gibran sudah mengulum senyum dari tadi apalagi jika membayangkan Daisy akan menjadi istrinya, meskipun mengungkapkan cinta saja belum. *** Sementara itu, di kediaman Adelard, terlihat Ayesha dan Raditya sedang berbincang. “Radit, sebenarnya adik kamu itu ke mana? Dari kemarin tidak pulang ke rumah padahal hari libur. Apa dia ke tempat perempuan yang namanya Daisy itu lagi?” “Mungkin saja, Bunda,” jawab Raditya singkat. “Coba kamu lacak lokasinya buat memastikan!” perintah Ayesha. Raditya pun menurut, benar saja Gibran memang di tempat itu. “Radit, ayo antar Bunda ke kontrakan itu!” “Apa, Bunda mau ke sana!? Mending nggak usah Bun, bukannya kita juga mau kasih kesempatan buat Gibran untuk ajak Daisy ke sini.” “Ya, tapi ini terlalu lama, Bunda takut Gibran melakukan hal maksiat karena sering ke sana. Ayo Radit antar Bunda.” Ayesha takut jika Giban melakukan seks bebas bersama Daisy. Meskipun Gibran mengaku tidak pernah melakukannya, namun wanita paruh baya itu masih kurang percaya. Sebenarnya setelah di hari Gibran hampir kebablasan melakukannya bersama Daisy, Gibran selalu berusaha menahan diri, walau sangat susah untuk tidak mencium wanita itu. Sesekali memang Daisy menggoda Gibran, namun karena lelah sendiri, akhirnya ia memilih untuk tidur dalam dekapan Gibran saja, sebenarnya bagi wanita itu, pelukan Gibranlah yang terpenting dan membuat ia tertidur pulas. “Baiklah Bun, aku pamit dulu ke Jasmine.” Tidak mungkin juga mereka membawa Jasmine ke kontrakan itu. Raditya dan Bunda Ayesha bergegas pergi ke kontrakan Daisy mengikuti arah lokasi Gibran sekarang. *** Tumpeng sudah berada di atas meja makan di kontrakan Lily. Gibran dan Damar sudah menunggu di sana. Sedangkan Daisy, Aster, dan Lily sedang berdandan di kontrakan Daisy. Mereka sekarang memakai dress hasil jahitan Daisy. Sudah dikatakan dari awal memang wanita itu segala bisa. Lily tampak sangat cantik dan anggun dengan dress motif bunga lily yang ia gunakan. Sedangkan Daisy dan Aster yang memang notabene nama mereka adalah jenis bunga yang sama, tentu motifnya sama hanya beda warna dengan model yang juga sedikit berbeda. Mereka berdua juga tak kalah cantik siang ini. Awalnya memang pesta akan diadakan malam, tetapi karena mengingat besok Gibran dan Damar harus masuk kerja dan takut nantinya jika kemalaman mereka pasti lelah, akhirnya tiga sekawan itu memutuskan membuat pesta siang hari. Setelah selesai berdandan mereka pun menuju kontrakan Lily menemui Gibran dan Damar. Tentu saja dua pria itu tampak terpesona. Gibran terpesona dengan tampilan Daisy sedangkan Damar terpesona melihat tampilan Lily yang berulang tahun hari ini. Aster meskipun tak kalah cantik, dia merasa jones—oh mungkin bukan jones, tapi janes alias janda ngenes, nasib buruk karena tidak punya pasangan. Acara diawali dengan makan siang tentu tumpeng yang tampak enak sudah tersedia di atas meja. Namun, tiba-tiba ada suara ketukan pintu di kontrakan Lily. Gibran yang memang duduk paling dekat dengan pintu ingin membukanya, tapi dicegah oleh Daisy karena Gibran merupakan tamu. Jadi, wanita itu yang akhirnya membukakan pintu. Daisy heran ketika membuka pintu, tampaklah seorang wanita paruh baya dan seorang pria dewasa berdiri memperlihatkan tatapan yang tidak biasa terhadapnya sambil memperhatikan tampilannya dari ujung kaki hingga kepala. “Apa mereka kenalan Lily?” batin Daisy bertanya-tanya. “Apa kamu yang namanya Daisy?” tanya ibu itu. Tentu Daisy terkejut ternyata ibu itu mengenalnya. “Benar Bu, saya Daisy. Mohon maaf Ibu siapa dan ada perlu apa?” tanya Daisy sesopan mungkin. “Saya—” Ucapan ibu itu terpotong karena melihat seseorang keluar dari kontrakan. “Bunda!? Kak Radit!?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD