Jimin berlari dengan tergesa menyusuri lorong sekolah yang gelap, nafasnya mulai tersengal, namun ia tak mempedulikannya karena yang ada di otaknya sekarang adalah Park Jin Ah, adik satu-satunya yang ia miliki. Walaupun dia memang b***t, tapi ia tidak suka melihat Adiknya itu menangis. Terkadang dia bisa menjadi seorang Kakak yang bisa diandalkan. Kaki miliknya berlari menuju gedung yang terletak di pojok sekolah, tempat untuk berlatih siswa dan siswi sekolah ini yang mengikuti kegiatan club dance.
Brak
Jimin membanting pintu ruangan itu dengan kasar
Gelap, itu yang Jimin rasakan saat memasuki ruangan itu, Jimin menghela nafasnya terlebih dahulu, mengatur nafas yang sempat tak beraturan itu. Setelah merasa cukup untuk dirinya bernafas, ia berjalan mendekati saklar lampu.
Tik
Alisnya mengernyit saat tak mendapati sosok yang dicarinya, ruangan ini sudah kosong. Tak ada tanda kehidupan didalamnya.
Drrt drrt
Jimin mengambil ponselnya yang bergetar didalam saku celanannya, nama Jin Ah tertera di layar ponselnya. Ia menarik nafasnya dalam-dalam, bersiap untuk mengomel pada nama yang tertera dilayar ponsel miliknya.
"YAK! DI MANA KAU BODOH?!"
Jimin berteriak kesal saat mengangkat panggilan masuk dari Adiknya. Tentu saja dia merasa sangat kesal. Dia sudah sangat terburu-buru untuk menjemput Adiknya itu namun ia tak menemukan seonggok mahluk menyebalkan tersebut.
"Aishh, kenapa kau berteriak?! Aku sudah ada di rumah
Jimin menghela nafas kasar mendengar ucapan Adiknya yang terdengar tidak merasa bersalah sama sekali padanya dari sebrang sana, antara perasaan kesal dan lega, bercampur menjadi satu saat itu juga. Namun tetap saja batinnya lebih banyak melontarkan ucapan makian.
"Yasudah, aku pulang sekarang"
Jimin memutuskan panggilannya sepihak lalu melangkah, pergi meninggalkan sekolah itu dengan perasaan yang campur aduk.
***
Jin Ah menghela nafasnya saat Jimin mematikan panggilannya secara sepihak, dia menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, mendongakan wajahnya keatas dan menghela nafas dalam-dalam. Untung saja dirinya berhasil kembali kerumahnya dengan memesan taxi secara online, walau saat berjalan tadi ia merasakan nyeri dibagian selangkangannya, tapi ia terus memikirkan resiko jika Jimin mengetahui keadaannya yang kacau, terlebih jika ia tahu bahwa yang menyebabkan kakacauan dalam dirinya adalah Jungkook, dapat dipastikan, nyawa Jungkook menjadi taruhannya. Walaupun lelaki itu sudah menyakitinya, ia tetap tidak ingin melihat Jungkook mati konyol ditangan Kakaknya sendiri.
Jin Ah memejamkan matanya, merasakan nyeri pada bagian tubuhnya, apalagi di bagian tengah selangkangannya. Tapi, rasa sakit itu tak seberapa dibandingkan dengan hatinya yang terasa sangat nyeri Rasanya benar benar ngilu didalam sana saat Jin Ah mengingat pesan terakhir yang dikirim oleh Jungkook. Ia tak tahu apa yang telah ia perbuat sehingga membuat Jungkook mengambil tindakan untuk mengakhiri hubungannya secara sepihak seperti ini.
Apa selama ini Jungkook hanya menginginkan tubuhnya? Bukankah Jungkook memang orang yang seperti itu? Tidak, Jungkook memang seperti itu, tapi itu dulu. Jungkook yang sekarang sudah berubah, dia menjadi Jungkook yang lebih baik dari yang dulu. Jin Ah membuka matanya dan menghembuskan nafasnya, meyakinkan pada dirinya bahwa Jungkook tak seberengsek sebelumnya
Pokoknya, besok dia harus menemui Jungkook dan membahas tentang masalah ini. Dia membutuhkan penjelasan dari lelaki itu. Ya, harus
***
Jin Ah sengaja berangkat sekolah pagi sekali hari ini, ia akan mengajak Jungkook untuk membahas tentang hubungan mereka. b****g padat milik Jin Ah sudah mendarat di bangkunya, ia memandangi kelasnya yang masih kosong. Matanya terpaku pada sebuah bangku yang terletak dua bangku dari samping kanannya, ya itu bangku milik Jungkook. Jin Ah berdiri dari duduknya, kaki jenjangnya melangkah mendekati bangku milik Jungkook. Jari-jarinya yang lentik mengelus meja Jungkook yang terdapat coretan dengan spidol permanen disana.
'JJ'
Coretan itu adalah inisial nama mereka berdua yang berarti Jungkook Jinah. Jin Ah tersenyum saat mengingat hal itu.
"Ekhm"
Jin Ah mendongak saat mendengar suara dehaman, ia tersenyum melihat sosok pria yang berdiri di depan pintu dan kini sedang menatapnya, walaupun sebenarnya hati Jin Ah merasa kecewa saat menemukan sosok pria itu bukanlah yang ia tunnggu.
"Pagi, Guru. Ada keperluan apa Anda kemari?" Jin Ah membungkuk memberi salam pada Jung Hoseok, guru tarinya.
"Aku ada perlu denganmu, bisa kau menemuiku diruangkanku?"
Pria yang bernama Jung Hoseok itu tersenyum manis, membuat pipi Jin Ah bersemu merah, Jin Ah lalu mengangguk dan berjalan mengekori Hoseok. Batinya terus bertanya, kenapa Guru-nya ini ingin berbicara padanya? Apa dia memiliki kesalahan?
Karena terlalu sibuk dengan pikirannya, Jin Ah tak sadar jika mereka sudah sampai diruangan milik Hoseok. Jin Ah tersenyum kaku saat Hoseok membukakan pintu untuknya. Ah, pria ini benar-benar, bersikap gentleman dihadapnnya.
Mata Jin Ah menyusuri sudut ruangan itu, ternyata Hoseok diberikan sebuah ruangan pribadi di sekolahnya. Bahkan Park Jimin sebelumnya tidak memiliki ruangan pribadi. Dulu dia hanya memiliki meja dan kursi diruangan Guru seperti yang lainnya.
"Duduklah"
Hoseok mempersilahkan Jin Ah untuk duduk di bangku yang terletak di hadapannya. Jin Ah mengangguk dan tersenyum hormat lalu duduk dibangku itu.
"Baiklah. Siswi Park Jin Ah, aku langsung saja berbicara pada pokok permasalahannya karena aku tidak suka berbasi-basi. Jadi, Aku ingin bertanya sesuatu padamu. Kau tidak keberatan bukan?" Suara Hoseok membuka keheningan diruangan itu, Hoseok menyatukan jari-jarinya dan meletakannya di atas meja. Jin Ah menelan ludahnya kasar, ia merasakan atmoshper hitam disekelilingnya. Entah kenapa ia merasa aura yang tidak enak merasuki mereka berdua.
"Ne, seonsaengnim"
"Hmmm. Jadi, apa yang kau lakukan dengan Jungkook kemarin sore di ruang tari?"
Jin Ah cukup terkejut dengan pertanyaan Hoseok, jantungnya berdentum dengan sangat keras sekarang, namun sebisa mungkin ia menutupi keterkejutannya itu.
"Ahhh...itu, kami hanya berlatih choreo baru yang Anda ajarkan"
Hoseok mencondongkan wajahnya, kini wajahnya menatap lekat wajah Jin Ah dari dekat yang terlihat begitu gugup. Sial, Jin Ah ingin sekali menyeruduk wajah Guru-nya saat ini.
"Ahh, benarkah begitu?"
"Te, tentu saja Guru Jung" Jin Ah mengutuk dirinya sendiri saat berbicara dengan gugup.
"Kurasa kalian melakukan hal lain selain berlatih"
Wajah Jin Ah kini sudah tak bisa terkontrol lagi, Jin Ah meremas ujung roknya, nafasnya tercekat menahan kegugupan dalam dirinya.
"A-apa maksud Anda?"
Hoseok tersenyum miring, ia lalu bangkit dari duduknya dan berjalan memutari meja, ia kini sudah berada di samping Jin Ah, kedua tangannya ia letakan di atas meja, mengurung tubuh Jin Ah dari belakang.
"Aku melihat semuanya dan aku merekamnya" Jung Hoseok membisikan perkataannya itu pada Jin Ah, membuat Jin Ah memejamkan matanya dan menelan salivanya dengan kasar, tubuhnya merasa lemas dan juga merinding pada saat yang bersamaan.
'Tamat sudah riwayatmu, Park Jin Ah'
"Jika kau tak ingin rahasiamu ini terbongkar, jadilah b***k s*x-ku"
"APA?!"
Jin Ah berteriak karena terkejut dengan ucapan guru tarinya ini. 'b***k s*x?! Apa dia fikir aku ini gadis pemuas nafsu?!'. Jin Ah mendorong tubuh Hoseok yang mengurungnya, ia menatap tajam Hoseok.
"Apa Anda fikir saya ini gadis murahan wahai Guru Jung yang terhormat?!" Hoseok terkikik mendengar ucapan Jin Ah, membuat Jin Ah semakin merasa kesal, gadis itu menarik nafasnya dengan kasar, kentara sekali ia sedang menahan emosinya.
"Aku tidak pernah berkata begitu, aku hanya ingin melindungimu. Tapi itu tak gratis. Bayarannya yah, dengan tubuhmu itu"
"Cih! Melindungi pantatmu! Aku tak akan pernah melakukannya!"
"Hahaha"
Hoseok tertawa keras mendengar ucapan dan makian Jin Ah. Rasanya begitu lucu mendengar makian dari mulut siswi-mu secara langsung. Hoseok menatap Jin Ah dengan pandangan yang begitu remeh.
"Kalau begitu, jangan menangis jika video kelakuan bejatmu akan tersebar luas di situs sekolah dan bahkan di seluruh dunia dan kau akan mendapat hujatan-hujatan di sisa hidupmu itu. Ah, dan jangan lupa, ingatlah kedua orang tuamu yang sangat sibuk dengan pekerjaannya. Mereka pasti akan menendangmu jika tahu anak gadisnya menjadi aib keluarga dan sudah mempermalukannya didepan para pebisnis lainnya"
Jin Ah menggertakan giginya kesal, emosinya sudah sangat naik, rasanya kepala Jin Ah sudah ingin meledak saat itu juga, namun ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak langsung menghajar lelaki dihadapnnya ini.
"Apa tak ada penawaran lain?"
Hoseok menaikan salah satu alisnya, ia tersenyum lalu tangannya menangkupkan kedua tangannya pada pipi Jin Ah agar menatapnya.
"Sayangnya tak ada" Hoseok tersenyum manis pada Jin Ah yang membuat Jin Ah semakin ingin membunuh pria dihadapannya. Jin Ah menepis tangan Hoseok dengan kasar, ia lalu menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Ia menatap Hoseok dengan tajam, namun ada sorot kekalahan dan pasrah didalam matanya.
"Baiklah, aku terima penawaranmu. Guru Jung". Hoseok tersenyum manis yang membuat Jin Ah merasa muak, Hoseok meletakan tangannya untuk mengusap puncak kepala Jin Ah dengan lembut. Dan dapat dilihat jika senyuman manis itu berubah menjadi sebuah senyum yang memilki makna lain didalamnya.