Family Time

1815 Words
Hari ini baik Aji maupun Dita memilih libur, mereka ingin menghabiskan waktu bersama dua buah hatinya, saat ini Aji sedang berada di ruang keluarga, dengan mainan yang berserakan kemana-mana, akibat ulah si bungsu, Arsya. "Ayah, kenapa gak kerja?" Itu suara si sulung, Rasya. Aji langsung melihat ke arah sang putra yang sedang fokus menyusun Lego nya. "Kan, mau nemeni Abang sama adek," sahut Aji sambil membantu putranya menyusun Lego. "Abang mau buat bentuk apa?" Tanya Aji ketika melihat sang anak berulang kali merombak bentuk Lego yang disusun. "Aish, Abang gak tau, Yah. Menurut ayah kita buat bentuk apa?" Aji berfikir sejenak, lalu menarik semua bagian-bagian Lego dan mulai merangkainya menjadi suatu bentuk. Rasya dan Arsya hanya menonton kegiatan sang ayah, mereka penasaran ayahnya akan membuat bentuk apa dari Lego itu. "Yah, ayah bisa belmain Lego?" Tanya Arsya yang sedari tadi diam dengan dot di tangannya kini membuka suara. "Bisa dong, dek. Ayah kan super bisa." Rasya dan Arsya langsung tertawa keras, mereka merasa lucu dengan nada sombong yang digunakan Aji. Dita yang sedang memasak di dapur pun tersenyum senang melihat keakraban dan keharmonisan keluarganya, ia cukup bangga dengan Aji, sang suami, yang bisa sama-sama diajak untuk mengurus banyak hal dalam rumah tangga, tak jarang suaminya akan dengan senang hati memasak serta membereskan rumah jika dirinya sedang sibuk dan kelelahan. Bagi Dita, Aji adalah sosok suami sempurna. Selain bertanggung jawab, sosok Aji bukanlah suami otoriter yang hanya bisa mengatur dan memerintah, Aji tidak segan-segan jika memang pekerjaan itu masih bisa ia handle, maka Aji akan mengerjakannya sendiri. Selama hamil kedua anaknya juga, ia tidak pernah mengalami kesulitan, Aji sangat berperan sebagai suami siaga, meski harus ia akui, dua kali ia hamil dan yang merasakan morning sikcnes nya selalu sang suami, namun dari situ ia tau, suaminya sama sekali tidak pernah mengeluh, malah selalu tertawa sehabis muntah-muntah, ia selalu merasa lucu setiap kali mengalami morning sikcnes itu. Dita terkekeh pelan, lalu melanjutkan acara masaknya, ia sengaja meliburkan dua pekerjanya jika ia dan Aji sedang libur, oleh karena itu, saat ini Dita tengah berperang dengan alat tempur memasak. Hari ini ia akan membuat sarapan nasi goreng, lengkap dengan omlet sayur yang diminta oleh Arsya si bungsu. Dengan telaten Dita meracik bumbu, dengan menumis bumbu halus, Dita menambahkan bakso dan sosis yang sudah digoreng ke dalamnya, lalu memasukkan nasi yang sudah ia masak sebelumnya, membungkam kecap sesuai selera, dan menambahkan irisan daun bawang dan seledri. Selesai dengan nasi gorengnya, Dita lanjut membuat omlet sayur, dengan telur yang dikocok, lalu ditambahkan sayuran ke dalamnya seperti wortel, buncis, dan brokoli, ia juga menambahkan bakso dan potongan sosis, lalu menggorengnya di teflon anti lengket. Setelah semua selesai, Dita menghampiri ketiga heronya, ia bisa melihat ruang keluarga sudah seperti kapal pecah, seluruh mainan berserak di lantai, dan terlihat Aji beserta dua anaknya tengah serius menyusun Lego, tak lama ketiganya berteriak senang ketika bentuk sebuah rumah sudah tersusun, hati Dita menghangat melihat kedua buah hatinya bergantian mencium seluruh wajah sang suami. "Bunda gak diajak?" Sontak ketiga laki-laki berbeda generasi itu melihat ke arah Dita, satu-satunya bidadari yang ada di keluarga mereka, malaikat tanpa sayap yang tidak pernah lelah. "Bunda!" Teriakan itu saling bersahut-sahutan dengan suara langkah kaki yang saling berkejaran. Dita segera merengkuh kedua tubuh mungil bocah itu, menghujani keduanya dengan ciuman kasih sayang. Sekarang gantian Aji yang merasa lengkap, ia merasa utuh ketika melihat senyum seluruh keluarganya, ia merasa bangga telah berhasil menahkodai kapalnya dengan baik. "Ayo, sarapan. Bunda udah masak nasi goreng kesukaan kalian." "Ayo....." Sahut Rasya dan Arsya dengan penuh semangat, bahkan Arsya dengan langkahnya kecil juga berusaha menyusul sang Kaka yang sudah sampai meja makan duluan. "Adek, pelan-pelan, sayang." Tegur Dita yang khawatir melihat sang anak, Aji yang berada di sebelah Dita hanya menggeleng, ia memaklumi tingkah ibu muda di sampingnya ini, apalagi jika menyangkut kedua anaknya, mau dirinya jungkir balik 100 kali juga, istrinya tidak akan peduli jika kedua anaknya kenapa-napa. "Biarin aja, namanya anak cowok," sahut Aji tenang. "Emang kalau anak cowok harus dibiarin gitu? " Tanya Dita sewot. Aji langsung berdiri tegak dan sedikit mundur menjauh dari Dita. Aroma-aroma tidak enak sudah mulai ia rasakan saat ini. "Yah gak gitu juga, tapi namanya anak laki-laki kegores dikit yah gak masalah." Dita memutar tubuh sepenuhnya menghadap Aji. "Kamu lupa, mas? Minggu kemarin karena prinsip kamu itu, si Abang sampai harus di rawat di rumah sakit karna terserempet motor, itu ulah siapa?" "Yah itu sepedanya lah, kenapa gak mau berhenti." "Jangan ngada-ngadi kamu, itu ulah kamu yang malah mantau dari jauh, coba saja kamu itu dekat dengan posisi Abang, gak bakal ada kejadian seperti itu." Akh iya, Aji sedikit bercerita, Minggu kemarin, si Abang, Rasya. Sangat bersemangat belajar naik sepeda barunya tanpa bantuan roda yang berada di kanan dan kiri sepeda. Dan dengan bodohnya Aji malah menonton dari kejauhan sampai tidak sempat menarik sang anak yang sudah berjalan keluar dari area taman bermain, dan menuju jalan raya. Alhasil, putranya itu terserempet motor yang kebetulan sedang ngebut, dengan panik ia menghampiri Rasya yang sudah tergelatak tidak sadarkan diri, ia bahkan sampai lupa memberitahu sang istri, hingga setelah sampai di rumah sakit, ia baru bisa mengabari Dita, dan bersiap mendapatkan hukuman dari nyonya besarnya. Untung saja keadaan putra sulungnya itu tidak terlalu parah, hanya keseleo dan juga lecet-lecet saja. Mengingat itu, Aji meringis pelan, ia akui itu adalah kelalaian nya sebagai orang tau, dan ia mengakui kesalahannya itu. Tapi kalau hanya di dalam rumah saja Dita overprotektif seperti ini, yang ada kedua jagoannya berubah menjadi princess lemah gemulai nanti. Tanpa banyak kata Aji menuju meja makan yang sudah ada kedua buah hatinya duduk. "Westt .. jagoan ayah udah nangkring duluan aja." Canda Aji. Dita menuangkan nasi goreng ke piring sang suami, dan juga kedua anaknya, mereka makan dengan tenang, diselingi dengan canda tawa. Beberapa kali Dita harus menegur Aji yang kalau sudah bercanda melewati batas. "Kamu ini, kalau makan jangan becanda, nanti tersedak baru tau rasa." Tegur Dita. Ia sedikit heran melihat tingkah suaminya ini, ayah mertua dan juga ibu mertuanya bukanlah orang yang pecicilan, lantas, dapat gen dari mana Aji sampai menjelma menjadi anak yang tidak bisa diam? Atau jangan-jangan suaminya ini bukanlah anak kandung mertuanya. Ia harus menanyakan ini nanti. "Uhukk.. Uhukk.. " Dita langsung menyerahkan air minum ke Aji yang tersedak, wajah suaminya bahkan sudah memerah, Dita ingin tertawa kencang rasanya. "Bahahahahah.... Rasain, itu kalau gak dengerin istri ngomong, durhaka." Aji langsung memberengut tidak suka, apa-apaan istrinya ini, suami sedang tersedak bukan kasihan dan prihatin, malah tertawa bahagia. Gak ada akhlak emang. Kedua anaknya juga, malah cengengesan mengikuti ibunya yang hampir tidak waras itu. "Tunggu aja balasan Mas," bisik Aji pelan. Membuat Dita langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Selanjutnya hanya ada keheningan yang mendominasi meja makan itu, bahkan kedua anaknya juga tiba-tiba berubah menjadi anteng, apalagi Arsya yang biasanya sangat rewel, ini terlihat tenang makan tanpa disuapin. "Ayah, kita main tebak-tebakan yok." Usul si sulung dengan semangat. Aji tampak berfikir, ia bisa menggunakan permainan ini sebagai ajang balas dendam dengan sang istri. "Boleh, yuk, gimana cara mainnya?" "Nanti Abang kasih soal, yang jawab ayah, oke?" Aji mengangguk setuju, sedangkan Dita menatap Aji dengan pandangan heran, kenapa suaminya ini terlihat sangat semangat sekali. Dita mau tidak mau harus ikut dalam permainan. Rasya langsung masuk ke dalam kamarnya, dan mengambil beberapa potongan kertas yang berisi soal dan hukuman dengan warna yang berbeda, jika soal berwarna merah, maka hukuman bagi yang tidak bisa menjawab soal itu berwarna coklat. Rasya sudah menyiapkan ini tadi malam, ia tahu jika kedua orang tuanya itu akan libur, maka ia dengan semangat turun dan menuju tempat kedua orang tua dan adiknya berada. "Ini, pakai ini, yah. Di dalamnya udah ada soal, nanti siapa yang gak bisa jawab soalnya dapet hukuman, dan hukumannya ada di kertas warna coklat, gimana? Setuju kan, ayah, bunda?" Aji Dita mengangguk, mereka tidak percaya anaknya memiliki pemikiran sekreatif ini. "Terus, ini cara mulainya gimana?" Tanya Dita. Rasya kemudian berlari lagi menuju dapur, mencari sesuatu, lalu tak lama ia muncul membawa botol sirup yang ia ambil dari bawah kolong meja. "Nanti botol ini diputar, nah kalau berhenti di depan bunda, berati bunda yang duluan." "Oke mulai yah." Aji memutar botol sirup itu dengan sangat kencang, hingga ujung botok berhenti tepat di hadapan Dita. "Yes, bunda kena." Seru Rasya semangat. Dita yang melihatnya gemas seketika. "Oke, berarti bunda ambil soal, yah?" Rasya mengangguk. . Dita mengambil satu lipatan kertas, dan membuka isinya. " Siapakah orang yang pertama kali mengumandangkan adzan?" Ucap Dita membacakan soal yang ia dapat. Aji tersenyum lembut menatap anaknya, sesibuk apa pun ia dan istri, sebisa mungkin ia harus menanamkan nilai-nilai agama. "Akh, bunda tau bunda tau. Bilal bin Rabah, kan?" Rasya mengangguk senang. "Bener bunda, orang yang pertama kali di perintahkan Rasulullah adzan itu, adalah Bilal Bin Rabah. Karena suaranya merduuuu sekali." Penjelasan Rasya membuat Aji dan Dita tersenyum bangga. "Oke ayo lanjut lagi, sekarang putar botolnya, ayah." Aji memutar botol itu kembali, dan sial nya botol itu sampai tepat mengarah ke dirinya sendiri, Dita tertawa mengejek melihat Aji. Dengan tidak semangat, Aji mengambil satu lipatan kertas, dan membukanya. "Mengapa planet Venus yang paling panas di tata Surya." Suara Aji mengecil di akhir kalimatnya. Dita sudah menahan tawa melihat ekspresi wajah Aji yang pasrah menerima soal-soal astronomi. Bagaimana ia bisa tau, dirinya merupakan anak IPA, dan sama sekali kurang mengetahui tata Surya, mentok-mentok dirinya hanya hapal susunan tata surya. 5 menit berlalu, namun Aji sama sekali belum menjawab, membuat Rasya gregetan dan langsung berteriak. "WAKTUNYA HABIS!" Aji langsung menoleh ke arah sang anak dengan pandangan memelas, ya kali dirinya harus mendapatkan hukuman. "Sebentar lagi yah, Nak?" Rasya menggeleng, membuat tubuh Aji melemas seketika. Dita langsung tertawa ngakak, ya Allah betapa senang istrinya ini melihat dirinya tersiksa. Aji mencari bantuan ke arah si bungsu, tapi yang ia temukan malah Arsya yang sedang cekikikan sambil meminum s**u yang ada di dot nya. "Jadi apa jawabannya?" Tanya Aji penasaran. Ia juga ingin tahu, mengapa Venus menjadi planet terpanas, padahal setau dirinya Venus berada di urutan setelah Merkurius. "Planet Venus lebih panas itu karena .... Jeng .. jeng... Jeng" Rasya tertawa keras, melihat raut wajah penasaran ayahnya. "Temperatur permukaan Venus bisa mencapai 480 derajat celcius, Ayah. karena planet ini diselimuti karbon dioksida yang menyerap panas dan mencegah hawa panas terlepas lagi. Jadi istilahnya, panasnya itu dikurung, kayak Abang sama adek kalau gak mau tidur, pasti dikurung sama bunda." Oke fix, mulai saat ini Aji harus banyak-banyak membaca, bisa gawat dirinya jika setiap hari diberi pertanyaan seperti ini. "Abang hebat, belajar dari mana, Sayang?" Tanya Dita sambil memeluk anaknya. "Abang, belajar lewat buku yang dibeli ayah, makasih bukunya, Yah. Abang suka." "Alhamdulillah, kalau Abang suka." Ucap Aji. "Sekarang, ayah kena hukuman, pilih kertas nya." Dengan tidak bertenaga, Aji memilih kertas secara acak, lalu membukanya dengan perasaan was-was, hingga tiba-tiba tubuhnya menegang secara sempurna. "Memakai daster Bunda, sambil goyang."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD