44- Tentang Bagas

1003 Words
"Mana sih mereka berdua? Katanya mau jemput aku." Bella berdiri di depan pintu masuk yang menjadi tempat keluar - masuk para pengunjung mall- nya. Ia menatap ke aspal di kanopi mall di mana seluruh kendaraan melintas. Sesekali ia juga melirik pada jam tangan yang melingkar di tangan kirinya. Begitu seterusnya yang Bella lakukan. Pukul sembilan Waktu Indonesia Barat. Jam kerja mall sudah berakhir dan seluruh pengunjung Mall sudah dipersilakan untuk meninggalkan area mall. Beberapa rekan kerja Bella sudah pulang namun kebanyakan masih ada di konter masing- masing. Bella masih berdiri di pintu masuk mall. Wanita itu tengah menunggu kedatangan Argan dan juga Nino yang berjanji untuk menjemputnya. Namun sayangnya sudah lima belas menit Bella berdiri di pintu masuk itu, belum juga ada tanda- tanda kedatangan kedua pemuda itu. Bella juga tak sempat untuk menghubungi keduanya, ponselnya tertinggal di meja kerjanya di lantai tiga, sehingga ia tak bisa langsung menelepon Argan dan Nino. "Duh, apa aku ambil hapeku dulu ya ke atas?" Bella kembali bermonolog seorang diri. Wanita itu masih menatap jalanan di depan Mall. "Kenapa, Mbak?" Seorang satpam tiba- tiba datang mendatanginya. Satpam itu mungkin melihat akan kegelisahan dari Bella yang terus saja melihat ke jalanan. Berikutnya satpam itu mendekati Bella dan menanyakan hal lain. "Nunggu seseorang, ya?" Bella tersentak kaget kemudian ia tersenyum pada satpam tersebut. "Oh, iya, Pak. Saya lagi nunggu orang," balas Bella dengan nada ramah. Satpam ber- nametag Ujang itu hanya menganggukkan kepalanya sekilas. "Tunggu di dalam aja, Mbak. Mbak Bella yang terakhir kali digangguin sama orang gila itu, 'kan?" tanya Pak Ujang dengan kalimat tanya yang khas dengan logat Sunda. Bella terkesiap. Orang gila yang dimaksud oleh Pak Ujang adalah Bagas, si Penguntit itu. Ia kembali menerawang kejadian hari itu ketika Bagas yang membuat keributan di depan pintu masuk. Setelah itu para Satpam menjadi mulai melindungi Bella dan kian ramah padanya. Termasuk Pak Ujang ini yang hari ikut membantunya mengusir Bagas. "Iya, Pak." Hanya itu yang bisa Bella ucapkan sembari mengangguk. Kemudian karena ia tak ingin kembali membuat kekhawatiran para satpam di pintu masuk itu, akhirnya Bella putuskan untuk kembali naik ke lantai tiga menuju ruangannya. Ruang di mana para staf berkumpul sesudah jam kerja berakhir. "Kalau begitu saya naik ke atas, ya, Pak," putus Bella pada akhirnya. Wanita itu tersenyum berulang kali pada Pak Ujang dan rekan satpamnya yang satu lagi. Setelah itu wanita itu bergegas masuk kembali ke dalam gedung mall dan naik ke lantai tiga. Bella menaiki lift yang akan membawanya ke lantai tiga itu. Memang benar yang dikatakan oleh Pak Ujang, tak ada gunanya ia menunggu lama di pintu masuk dan mencemaskan kedua pemuda itu. Jadi lebih baik kini ia segera menuju kantornya dan mengambil tas serta ponsel miliknya itu. Bella harus segera menghubungi Argan dan juga Nino. Sedangkan sebenarnya Bella tak menyadari bahwa seseorang semenjak tadi mengawasi gerak- gerik wanita itu. Orang itu terus saja mengawasi pintu masuk mall dari sebuah kedai di luar mall. Bahkan semenjak pertama kali Bella berdiri di pintu masuk mall, orang itu sudah menatapnya. Orang itu adalah Bagas. Ya, si penguntit yang sangat menyukai Bella dan terus mengikuti ke mana pun Bella pergi. Bagas menyukai Bella semenjak pertemuan pertama mereka hari itu. Ia sangat menyukai wajah mungil Bella yang mirip barbie itu. Hingga akhirnya Bagas makin menyukai Bella dan terobsesi pada wanita itu. Ia terobsesi untuk memiliki Bella. Semua cara ia lakukan agar Bella mau melihat ke arahnya, namun tentu saja cara yang dilakukan oleh Bagas belum benar di mata Bella. Bella malah makin takut pada Bagas. Hingga pada akhirnya Bella makin menghindar dari pria itu. Yang membuat Bagas marah dan makin menginginkan Bella menjadi miliknya. Ia meneror, mengikuti dan sampai mengancam Bella, namun tetap saja wanita itu tak mau padanya. Tetapi Bagas tak menyerah pada semua perlakuan Bella padanya itu. Ia masih menginginkan wanita itu dan makin terobsesi dibuatnya. Bagas menyeringai lebar. Bahkan ketika ia melihat Bella yang kini kembali masuk ke dalam gedung Mall, pria itu masih menyeringai. Ia tak berani masuk ke dalam Mall untuk menyusul Bella. Pun tak berani untuk sekadar bertanya akan keadaan wanita itu ke satpam. Ia mengetahui fakta bahwa jika mendekat sesenti pun maka ia akan langsung diusir dari sana. Jadi tentu saja Bagas hanya bisa menunggu Bella pulang nanti, dan akan kembali mengikuti wanita itu demi menemukan di mana keberadaan tempat tinggal Bella yang baru. "Bella ... tunggu aja, kamu akan segera menjadi milikku." *** Argan dan Nino masih berada di dalam taksi online yang akan membawanya menuju mall tempat Bella bekerja. Jalanan macet sehingga terus saja membuat kedua pemuda itu mengumpat dalam hati. Tentu saja Jakarta tidak pernah luput dari kemacetan. "No, ini mobil gak bisa agak cepetan dikit?" Argan berbisik di telinga kiri Nino. Nino yang sedari tadi menatap ke arah jalanan macet itu pun menoleh pada Argan. Ia mengulum bibirnya. "Lo udah bilang kalimat tanya yang sama itu tiga kali loh, Gan," balas Nino justru mengomentari tentang pertanyaan dari Argan itu. Tentu saja Nino kesal. Pasalnya Argan terus saja menanyakan kalimat yang sama hingga tiga kali tanpa pemuda itu menanyakannya langsung ke pengemudi mobil taksi itu. "Tanya sendiri sono ke orangnya," sambung Nino kesal pada Argan. Padahal sebenarnya Nino pun sama cemasnya dengan Argan sekarang, namun tak ditunjukkan oleh pemuda itu. Ia lebih tenang dan malah memilih mengalihkan tatapannya ke jalanan Jakarta yang macet itu. Menurutnya menjadi orang yang mudah panik seperti Argan itu justru membuat semuanya buyar. Argan akhirnya hanya mencebik bibirnya. Berikutnya ia menatap ke arah depan di mana sang supir tengah fokus menatap jalanan. Ia hendak menanyakan kalimat yang sama itu pada supir tersebut namun tak jadi. Ia dalam hati membenarkan ucapan Nino. Karena memang benar yang diucap Nino itu, bahwa tak ada gunanya ia menanyakan kalimat itu di saat memang kondisi jalanan yang macet parah itu. Ia memang ingin segera sampai di mall tempat Bella bekerja itu dan segera menjemput wanita itu, namun tetap saja ia tak bisa mengabulkan keinginannya sendiri. Jadi akhirnya ... Argan hanya bisa menggumam pasrah dan mengumpat dalam hatinya. Tak ada yang bisa ia lakukan. Ya, memang seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD