20- Ada yang Mencari

1020 Words
Nino tengah fokus pada presentasi di depan kelasnya ketika sebuah pesan masuk ke aplikasi chat di ponselnya. Pemuda itu melirik sekilas. Benar- benar hanya melirik sekilas pesan itu, karena jika ketahuan sedang bermain ponsel di tengah jalannya presentasi, bisa - bisa ia disuruh maju ke depan dan menjelaskan ulang materi yang hari ini dipresentasikan tersebut. Dosen yang mengampu mata kuliah Ilmu Ekonomi Murni ini terkenal sangat killer. Dosen itu tidak akan segan- segan memarahi mahasiswanya langsung di depan kelas, bahkan mempermalukannya. Maka dari itu tidak ada yang berani sama sekali bertingkah macam- macam pada kuliah dosen itu. Sekali bertingkah, maka akan langsung mendapatkan nilai F. Dan hal itu adalah hal yang paling ditakuti oleh semua mahasiswa. "Sekian presentasi dari kelompok kami. Terima kasih." Kelompok presentasi di depan kelasnya sudah berpamitan dan undur diri. Mereka kembali ke kursi masing- masing dan menunggu dosen menyimpulkan hasil. "Iya, kelompok yang dimoderatori oleh Ihsan tadi menutup materi terakhir kita menjelang ujian tengah semester nanti." Dosen laki- laki yang sudah berambut putih di depan kelas itu menatap ke seluruh kelas. Setelahnya dosen itu mulai mengemasi buku- bukunya. "Jangan lupa pelajari materi dari awal semester ini hingga hari ini, karena nantinya akan masuk ke materi ujian," sambung dosen itu lagi. Dosen itu selesai mengemasi buku- bukunya. Kemudian kembali mengedarkan tatapan ke seluruh kelas, menatap satu per satu mahasiswanya. Sampai sebuah pertanyaan yang membuat para mahasiswa jengah mendengarnya pun terucap. "Ada yang ingin ditanyakan?" Seperti dugaan, seluruh mahasiswa yang ada di kelas tersebut pun terdiam. Termasuk Nino yang justru mengalihkan tatapan ke arah lain. "Kalau tidak ada yang ingin ditanyakan, saya akhiri kelas hari ini." Dosen itu mengangguk- anggukkan kepalanya setelah mendapatkan respon yang biasa ia terima itu, hening. "Sampai jumpa di ujian tengah semester minggu depan," sambung dosen itu lagi sembari berjalan menuju pintu ke luar kelas. Setelah dosen berusia senja itu ke luar ruang kelas, baru lah seluruh mahasiswa yang ada di dalam kelas itu ikut ke luar. Mereka merangkul teman masing- masing dan berjalan ke luar ruang kelas untuk menuju kafetaria, perpustakaan, atau kembali ke kos- kosan masing- masing sembari menunggu kelas kuliah yang dijadwalkan berikutnya. Bahkan jika ada mahasiswa yang rumahnya dekat dengan kampus, maka mahasiswa itu akan dengan senang hati pulang ke rumah. Berbeda dengan Nino yang biasanya akan menghabiskan sisa jam menunggunya di dalam ruang kelas kosong. Ia memang suka menyendiri. Bahkan teman- teman kelasnya tahu itu. Nino akhirnya membuka pesan yang masuk itu. Sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal. Nomor itu membuat Nino sontak mengangkat sebelah alisnya. Seingatnya ia tak punya urusan dengan siapapun belakangan ini, maka harusnya tak ada nomor asing yang masuk ke ponselnya. Ia paling malas jika pesan itu hanya pesan spam. Seseorang harus memaafkan kesalahan orang lain agar hatinya ikut tenang. Maka dari itu, segera maafkan kesalahan diri sendiri dan orang- orang di sekitarmu. "Spam?" Nino mengangkat sebelah alisnya lagi. Cowok itu menatap pesan itu dengan alis tinggi terangkat. Ia bingung melihat isi pesan yang terdengar klise itu. Quotes tentang memaafkan kesalahan orang lain. "Aneh," ucap Nino pada akhirnya. "Kenapa belakangan ini banyak sekali orang iseng, sih?!" Nino menggelengkan kepalanya sembari mencoba mengabaikan pesan itu. Ia ke luar dari badan pesan itu tanpa bermaksud bertanya siapa orang yang telah iseng mengirimkan pesan itu ke padanya. Ia mengedarkan tatapannya. Lima belas menit telah berlalu sejak kelas dibubarkan, dan seluruh ruangan ini benar- benar sepi. Hanya ada Nino di dalam ruang itu. Sebagian teman kelasnya terlihat masih ada yang berbincang - bincang di depan ruangan. Tepatnya mereka duduk di kursi panjang di koridor kelas itu. Nino kembali fokus pada ponselnya itu, membaca pesan yang masuk lainnya. Kebanyakan pesan dari grup chat kelasnya, lalu ada pesan dari Argan juga. Baru saja jemari Nino hendak membuka isi pesan dari Argan itu, sebuah panggilan dari arah luar mengejutkannya. Ia tak jadi membuka isi pesan dari Argan itu. "Nino! Ada yang nyariin!" Alfin, teman kelasnya itu memanggil Nino dengan keras dari ambang pintu. Cowok itu tersenyum lebar ketika memanggil Nino. Hal yang sangat tidak biasa. "Siapa?" tanya Nino mengerut dahi. Tak biasanya jika hanya orang biasa atau dosen yang mencarinya, maka teman- teman kelasnya hanya akan memasang wajah datar. Apalagi jika itu Argan yang mencarinya. Alfin masih tersenyum lebar menatap Nino, kemudian cowok itu berucap lagi, "Udah sini aja!" Nino yang kini ikut penasaran pada akhirnya menyudahi kegiatannya. Ia segera mengambil tas ranselnya dan memasukkan bukunya yang sedari tadi ia biarkan itu, kemudian segera melangkah mendekati pintu ruang kelas. Saat berada di ambang pintu, Alfin sempat menyeletuk pada Nino dan itu membuat Nino menaikkan alisnya. "Gak nyangka lo bisa dicariin sama dia. Keren lo, No!" "Siapa, sih?" Nino makin penasaran. "Lo lihat aja sendiri." Nino menggelengkan kepalanya saat mendengar kalimat iseng dari Alfin itu. Kemudian pemuda itu segera melangkah ke luar daripada hanya berdiri di ambang pintu. Dan begitu sudah berada di luar ruangan, alangkah terkejutnya Nino ketika melihat siapa sosok orang yang mencarinya itu. "Hai, No!" Sosok itu ... adalah Putri. "Putri?" Nino tercengang melihat gadis itu berdiri di hadapannya dengan senyum lebarnya. Jika tidak mengingat seluruh perlakuan gadis itu padanya hari itu, mungkin Nino sudah tersihir dengan senyuman Putri, sama seperti semua teman laki- laki di kelasnya. Sayangnya senyuman gadis itu tak mempan bagi Nino. Ia ... sudah terlanjur sakit hati. "Ngapain lo di sini?" Nino bertanya dengan nada dinginnya. Seluruh orang di koridor kelas itu melirik pada adegan kecil antara Nino dan Putri itu. Mereka sebagian menyoraki Nino dengan gembira, namun ada yang memandang iri pada Nino. Bagaimana bisa seorang mahasiswa yang tampang pas- pasan dan dikenal ber- IPK rendah itu dapat mengobrol dengan Putri si anak Anggota Dewan yang dikenal sangat cantik itu, bahkan Putri terkenal di seluruh fakultasnya. Em, mungkin seluruh angkatannya. "Anjir si Nino dicariin sama Putri itu?" "Mantap, Nino!" "Duh, Nino!" Sesuatu yang sangat mustahil jika dibayangkan dengan otak mahasiswa. Sayangnya ... semua orang yang berkomentar itu tak tahu saja apa yang terjadi antara Nino dan Putri tempo hari. Gadis itu, Putri, masih dengan senyumannya menatap pada Nino. Kemudian ia dengan agak tersipu -tepatnya karena diperhatikan oleh beberapa mahasiswa di koridor itu- pun berucap, "Bisa ngobrol berdua? Ada yang pengen gue omongin." ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD