6- Jasa Permohonan

1102 Words
"Gue punya ide!" seru Argan tiba-tiba. Di sela perayaan itu, Argan mendadak mendapatkan sebuah ide. "Gimana kalau kita dirikan jasa permintaan seperti ini? Jadi mereka bisa request apapun ke kita, dengan membayar biaya yang sesuai." Argan menjelaskan. Nino mengangguk. Sebagai anak Fakultas Bisnis ia tidak ingin kehilangan peluang mendapatkan uang ini. Benar yang dikatakan oleh Argan. Mereka harus memanfaatkan peluang ini. Nino tersenyum lebar. Ia menganggukkan kepalanya berulang kali. Mendengar ide segar dari Argan membuatnya senang. "Boleh, tuh. Kita bisa pajang iklan atau suruh Sandy promosiin jasa kita." "Gimana kalau kita buat blog, jadi mereka bisa ketik sendiri permintaan apa dan biaya berapa." Argan menambahkan. Ia menyeringai lebar. Seringaian itu menular. Kini Nino menyeringai juga. "Bisa! Gue yang nanti bikin blog!" Setelah itu, mereka kembali bertos-ria dan mulai merancang gambaran jasa permintaan mereka itu. Argan yang pertama kali menggambarkan tentang bisnis mereka nantinya. Nantinya mereka akan membuat blog di internet, setelah itu menampung permintaan- permintaan yang masuk. Baru selanjutnya mereka mengecek apakah permintaan itu cocok dan dapat mereka lakukan, asal tidak beresiko tinggi. Kalaupun ada resiko atau dampak yang diakibatkan, bayarannya harus setimpal. Mereka kemudian akan mematok harga, atau jika dari klien itulah yang pertama mematok harga, dipersilakan. Asal tetap ada persetujuan antar dua pihak. Nino juga mengusulkan untuk adanya tawar menawar harga untuk setiap permintaan yang akan dilakukan. "Oke, boleh nawar asal masih dalam batas wajar, ya." Argan mengangguk. Kemudian ia menuliskan beberapa pendapat Nino di dalam buku catatannya. Nino mengangguk- anggukkan kepalanya membaca hasil kerangka bisnis mereka. Selanjutnya pemuda itu segera mengambil laptopnya, dan menyalakannya. "Gue coba buat blognya dulu," ucap Nino dengan cepat. Argan mengangguk kemudian mendekat pada Nino. "Bukannya bikin blog sekarang harus bayar mahal, ya?" tanyanya bingung. Ia memperhatikan tangan Nino yang terampil memainkan keyboard laptopnya. Nino mengetikkan sesuatu, kemudian mengarahkan kursor ke page yang dituju. Sembari masih mengutak- atik halaman internet di laptopnya, pemuda itu menjawab pertanyaan Argan barusan. "Gue dulu pas SMK 'kan Jurusan Komputer. Gue tahu caranya biar supaya bikin blog gratis." Pemuda itu menarik sudut bibirnya perlahan ketika menatap layar laptopnya. Argan menepukkan kedua tangannya. Lalu memasang raut sumringah. "Mantap!" serunya. Lalu mengerut dahi. "Gue gak nyangka ternyata lo jago juga untuk urusan IT." Nino hanya terkekeh senang mendengar perkataan Argan. Berikutnya ia kembali mendapatkan pertanyaan dari Argan. "Tapi kok gak nyambung sih lo ambil jurusannya sekarang malah Bisnis?" tanya Argan lagi seraya menggaruk belakang kepalanya yang gatal. Ia mencium tangannya yang bekas menggaruk itu, lalu membatin untuk secepatnya ia harus membeli sampo. Argan tidak boleh mengirit lagi. Ia harus memanfaatkan uang yang ia dapat itu. "Gue ambil jurusan Bisnis karena pas lagi pembukaan beasiswa itu yang ada cuma jurusan Bisnis. 'Kan dari jurusan Ilkom gak buka jalur masuk lewat beasiswa itu," jelas Nino dengan panjang lebar. Ia ingat bahwa dulu ia sangat menginginkan masuk ke program studi Ilmu Komputer itu, namun tidak bisa. Sekali lagi karena tidak ada jalur masuk yang memudahkannya. Semuanya berbayar. Kalaupun ada, beasiswa prestasi. Dan Nino merasa ia tidak ada prestasinya sama sekali. Sehingga ia terpaksa masuk ke jurusan yang sama sekali tidak ia minati dulu itu. Argan hanya mengangguk- anggukkan kepalanya mendengar cerita Nino itu. "Oh ...," ucapnya paham. "Tapi sekarang gue pikir Bisnis asik, kok. Anak- anaknya juga asik. Apalagi dosennya santuy- santuy." Nino tersenyum mengenang. "Gue rasa gue emang ditakdirkan masuk jurusan itu biar ilmu gue berkembang, gak cuma stuck di satu tempat. Terus di sisi lain, gue juga masih bisa nambah ilmu komputer lewat unit kegiatan mahasiswa, 'kan?" Nino kembali menjelaskan. Namun Argan pun kembali memberi respon yang sama. Hal itu membuat Nino kembali fokus ke monitor laptopnya. Ia kini mengetikkan deskripsi blog yang tadi sudah mereka rancang sedemikian rupa. Sampai akhirnya ia selesai mengetik, dan kini beralih menatap Argan. "Kita belum kasih nama bisnis kita." Argan terkesiap kemudian mendekatkan matanya pada laptop milik Nino. "Oh, iya," ucapnya. Nino mengangkat kedua alisnya. "Gimana kalau 'Sedia Melayani Permintaan Anda'?" tanyanya. Ia mengedik bahunya, tidak yakin dengan nama yang ia sebutkan tadi. Argan menggeleng. "Gak. Jangan itu," ucapnya. "Terlalu panjang, selain itu juga kek lagi jualan obat." Ia terkekeh. Nino ikut terkekeh. Kemudian ia kembali berpikir, memikirkan kiranya nama apa yang tepat untuk bisnis mereka itu. Lalu berakhir dengan kebingungan yang melanda. "Coba lo usulin nama apa kek. Gue udah mentok," ujarnya jengah. Ia memandang layar laptopnya, mengecek sekali lagi mahakaryanya itu barusan. Argan berpikir sembari menunduk, ia memikirkan nama apa yang kiranya bagus namun mudah diingat oleh semua orang. Kemudian ia tiba- tiba terpikirkan sesuatu. Dengan cepat Argan mendongak. "Gue tahu!" seru Argan dengan semangat, membuat Nino kaget. Argan menepuk - nepuk lengan Nino untuk mengalihkan perhatiannya. "Apaan?" Nino bertanya dengan malas. Argan tersenyum lebar. "Gimana kalau 'As You Wish'?" tanyanya pada Nino. Nino tampak mengangkat alisnya. Kemudian Argan dengan cepat berpresentasi di depannya. "Sesuai artinya yang berarti 'Sesuai Permintaanmu', kita 'kan punya misi untuk bebasin semua permintaan yang masuk. Mereka bisa minta apapun, asalkan dengan bayaran yang telah disepakati." Argan menjelaskan dengan menggebu- gebu. "Menurut gue cocok." Ia tersenyum. Nino mengelus dagunya memikirkan penjelasan Argan. Lalu beberapa detik kemudian ia mengangguk dan tersenyum menatap Argan. "Boleh juga!" serunya. Dengan cepat ia ketikkan nama itu dalam blog yang akan ia buat itu. Beberapa detik berikutnya, mereka akhirnya sukses membuat blog di internet itu. Blog dengan nama 'As You Wish'. Argan tersenyum lebar dan mengangkat tangannya, mengajak Nino untuk tos, dan langsung disambut oleh pemuda itu. Dengan begitu, artinya bisnis mereka mulai berjalan, dan harus segera mereka operasikan agar mendapatkan uang lagi. *** Keesokan harinya, Argan dan Nino memanfaatkan uang hasil kerja keras mereka kemarin untuk belanja keperluan. Tepatnya uang dari Sandy. Sesuai kesepatakan, masing- masing mendapatkan jatah satu juta lima ratus ribu rupiah. Dan dengan cepat mereka belanjakan untuk kebutuhan sehari- hari. Mereka memutuskan untuk membeli beras, bahan makanan pokok, jajanan, serta kompor gas. Bahkan selama ini mereka harus menumpang menyeduh mi rebus di tetangga kamar yang memiliki kompor gas. Semiskin itu mereka. Tak lupa mereka membeli baju baru, namun tidak banyak. Selain itu mereka juga membeli peralatan tulis, spidol, bahkan papan tulis guna merancang berbagai strategi untuk misi operasional yang nantinya akan mereka jalankan. Sengaja mereka tidak berbelanja banyak, sisa uang mereka sisihkan untuk ditabung. Nino tengah mengambil beberapa snack untuk ia masukkan ke keranjang belanjaan, hingga akhirnya ia merasakan ponselnya bergetar. Dengan cepat ia keluarkan ponselnya dari dalam sakunya dan mengeceknya. Mata Nino membulat begitu membaca notifikasi yang ada di paling atas. Tepatnya notifikasi dari blognya. "Gan!" Nino berseru agak keras, membuat bukan hanya Argan saja yang menoleh namun juga beberapa orang di sekeliling mereka. Namun mereka kembali acuh dan melanjutkan berbelanja. "Apa?" Argan mengerut alisnya. "Kita dapat klien pertama!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD