"Lo nggak bercanda, kan, Na? Dika udah tunangan sama pacarnya, terus bentar lagi lulus juga married." Sena mengembuskan napas gusar. Rachel sulit untuk diyakinkan bahwa hal ini bukanlah perkara yang besar, karena gadis itu sangat hafal sifat luar-dalam dirinya. Lalu harus dengan cara apa agar dapat meyakinkan sahabatnya?
"Tentu gue enggak bercanda, Chel." Rachel diam seribu bahasa sambil menatap Sena lamat-lamat. Irasnya nampak melukis sebuah pernyataan Sena tadi hanyalah sekadar dusta.
Sena yang Rachel tahu biasanya tidak akan bertindak sembrono, pasti ada udang di balik batu. Apakah ini ada hubungannya dengan calon papa tiri yang selalu diceritakan sahabatnya?
Rachel merasa kalau tingkah laku Sena hari ini sedikit melenceng dari jalur. Mungkin saja perbuatan Cecil yang tak peka membuat mood anak gadisnya memburuk tanpa disadari dan tak akan luput dari nama Dalilan sebagai calon papa baru yang beliau kenalkan.
Rachel agak paham mengapa Cecil begitu bersemangat membicarakan tentang pernikahan antara beliau dan Dalilan. Beliau hanya tidak ingin Sena terus merasa kesepian akibat figur ayah yang sudah kosong, mengingat anak gadisnya masih berada di usia-usia yang belum sepenuhnya matang untuk menerima kenyataan yang menyakitkan.
Meskipun penolakan terang-terangan tidak patut mendapatkan apresiasi, tetapi Rachel tahu betul jika gadis itu sedari awal telah membaca pikiran Dalilan yang mungkin berniat buruk pada keluarga Sena. Dia sungguh tak mau Cecil mengalami penderitaan yang lebih parah dibanding dulu, juga sakit melihat sang mama tiap malam menangisi foto almarhum papanya.
Intinya Sena kadang kala terpuruk saat harus bisa menentukan pilihan yang terbaik dengan berperang batin, sebab menyangkut nasib orang tua satu-satunya yang dimiliki di bentala.
Gadis itu memutuskan berucap hati-hati, "Apa lo berantem lagi sama mama lo karena Om Dalilan?"
Sena membuang wajah, tak membalas pertanyaannya. Kalau diam seperti ini, bukankah berarti firasatnya tak salah? Rachel memicingkan mata, menatap penuh selidik sahabatnya.
Terlepas dari rasa sukanya pada lelaki yang sudah bertunangan, Sena lebih senang memendam segala rasa sakit sendirian, tanpa menerima uluran tangan siapapun. Dua pundak kecil miliknya ternyata sangat mampu menanggung sebuah beban yang cukup berat, Rachel saja belum tentu bisa menyembunyikan rahasia seapik gadis beriris Indranilla itu.
FYI, Dalilan yang menyandang status calon papa tiri Sena pun sekarang bekerja sebagai guru cadangan di Jewel High School sejak beberapa Minggu yang lalu, hal ini jelas-jelas bukan sesuatu yang dapat dibilang baik untuk kesehatan mentalnya. Beruntung, Sena masih bisa mengontrol emosi.
Memang, sih, Dalilan hanya akan datang menggantikan saat mendapat panggilan kalau guru bidang izin tak masuk, tetapi tetap saja Sena merasa dongkol karena dia gencar menggoda setiap ada kesempatan dan terus mengganggu acara kencan dengan mantan pacarnya yang diputuskan sepihak oleh pria itu yang katanya demi kebaikan bersama.
"Ngawur lo, ini sama sekali nggak ada hubungannya sama si b******n itu." Air muka Rachel berubah jadi datar, rasa iba di hatinya mendadak sirna.
"Gue lagi mikirin gimana caranya jauhin ular berbisa itu dari Dika. Gue risih ngeliat dia nempel mulu." Justru Sena yang kini seharusnya mundur alon-alon, bukan menyingkirkan Daisy yang merupakan tunangan sah Dika sejak dulu!
Otak Sena miring atau gimana, sih? Apakah Rachel perlu mengambilkan onderdilnya yang mungkin terpisah?
Namun, karena Rachel terlampau malas berpusing-pusing ria. Gadis itu langsung mengalihkan atensi, sosok Daisy yang tengah bergelayut manja di lengan Dika sambil suap-suapan.
Kemesraan antara dua sejoli itu jadi tontonan seluruh warga sekolah yang berada di kantin JHS yang kini ikut bersorak-sorai tatkala Dika mengelap sisa cabe merah yang ada di sudut bibir Daisy sambil tersenyum lembut.
Tatapan Dika yang menyiratkan cinta tak terhingga pada Daisy membuat kaum hawa meleleh saat itu juga saking bapernya, berbeda dengan Rachel yang lanjut acara memakan mie ayamnya yang tinggal setengah.
Lengkungan manis di bibirnya menghilang seiring Rachel melirik Sena dengan ekor mata, dia yang paranoid spontan menutup kedua mata gadis itu agar tak melihat pemandangan yang bikin nyesek. "Jangan lihat, Na!"
"Apaan, Chel? Gue udah liat, nggak perlu lo tutup-tutupin segala. Emang lo kira gue bakalan kesetanan gitu?" geram Sena memberontak saat Rachel membatasi pergerakannya yang membabi buta.
"Gue takut lo ngerasain patah hati!" Rachel ajek menahan kepala Sena supaya tidak menoleh ke arah Dika dan Daisy yang masih bersebati.
Lah, Sena, kan, sudah mati rasa soal kecewa dan patah hati semenjak bisa menerawang isi kepala setiap cowok yang dikenal maupun tidak. Kisah yang gadis cupu itu jalani tak berlaku sebaik dan semulus orang-orang seperti kelihatannya.
Persetan dengan hujatan pedas netizen! Dia butuh Dika sebagai miliknya seorang, bukan milik gadis yang naif dan juga bodoh seperti Daisy Afika.
Sena butuh Dika yang dewasa dan matang lahir batin—sebelas dua belas seperti sosok almarhum papa untuk dapat mendampingi gadis yang kekanakan ini seumur hidup. Dirinya ingin satu pasangan untuk selama-lamanya.
Gadis yang disebut tunangan tersebut tak pantas bersanding dengan Dika Aristo di pelaminan nanti! Sena harus bisa belajar mengalahkannya bagaimanapun caranya!
"Sen, gue mohon kendalikan diri lo. Lo mau bikin mama lo kecewa karena dapet surat SP dari sekolah, hah?" Tidak-tidak. Sena mengakui bahwa dirinya merasakan hampa tanpa figur seorang ayah setelah papanya meninggal dunia.
"Tapi, Ra, gue nggak mau kehilangan buat yang kedua kalinya, cukup sekali aja gue menyesal," lirih Sena sendu. Rachel beralih menatap Dika yang sempat melakukan kontak mata padanya, sarat akan getir.
"Meski lo udah dapetin dia, lo nggak akan bahagia, Na. Karena lo udah ngerebut kepunyaan orang." Sena tertegun. Suara bisikan entah dari mana seolah-olah merasukinya.
"Sena Sambora nggak akan pernah bahagia sampe akhir hayat! Camkan itu!"
Sekelebat ingatan tentang kematian Hamdan melesak masuk ke memori, salah satu penyebab kematian beliau adalah dirinya sewaktu kecelakaan tabrak lari waktu itu. Hinaan demi hinaan yang para tetangga selalu katakan tiap ada pertemuan hingga Sena hafal cercaan mereka tanpa sadar.
"Cewek harus pakai hati dan akal secara seimbang, gue udah tunangan dan otw nikah sama Daisy. Sekalipun gue di sini ceweknya cuman dia doang, gue nggak sudi ngelirik apa lagi milih bekas cowok lain."
Mengapa dia harus mendengar suara lubuk hati terdalam Dika saat ini? Sena segera menggelengkan jemala, menunjukkan renjana.
Tidak bisakah untuk satu hari saja jenjam tanpa harus mendengar suara dari pikiran cowok-cowok, lebih-lebih ini berasal dari suara hati si gebetan?
"Apa gini cara kalian bermain?"