Penerimaan Mahasiswa Baru, Juni 2017
MALAM Sabtu adalah malam wajib bagi Adam utuk hang out bersama teman - temannya. Entah itu sekadar ngopi di pinggir jalan, atau kekantin Pujasera Universitas sebelah. Dan kini Adam tengah melakukan kedua opsi tersebut, yaitu tengah nongkrong di Pujasera ditemani secangkir kopi dan obrolan seputar penyambutan mahasiswa baru.
“Enaknya diapain nih?” tanya Damar yang duduk tepat di hadapan Adam, menatap Bella dan lelaki itu bergantian untuk meminta saran.
Adam mendengus, “m***m lu!” tandasnya.
“Apaan?” sentak Damar tidak terima. Lelaki dengan jenggot tipis itu merasa tidak ada yang salah dengan ucapannya.
“Anak orang sebanyak itu emangnya mau diapain?” jawab Adam dengan nada yang terdengar aneh. Ia lalu mendelik saat mendapatkan toyoran dari Bella yang duduk di sampingnya.
“Serius Dam!” ucap Bella yang membuat Damar membisikkan kata ejekan tanpa suara. “Lagian lo kenapa pakai topi malem - malem gini, yang lihat gerah tahu!” sembur Bella ingin sekali menarik topi abu - abu yang bertengger dikepala lelaki itu.
Adam tersenyum cengengesan dan merangkul bahu Bella seolah menunjukkan bahwa ia benar - benar hendak minta maaf. Lelaki itu lalu memegangi topinya yang hendak ditarik pakasa oleh Bella. “Oke, sorry… Guekan cuma— ”
“Dam!” panggil suara yang membuat percakapannya terhenti untuk sekadar menoleh kebelakang. Lelaki itu mengernyit, saat mendapati wajah seorang lelaki dengan rambut dikucir asal yang tak ia kenal berjalan menghampirinya. Adam hendak bertanya saat lelaki itu telah berdiri di sampingnya, namun urung karena Damar yang terlebih dulu berdiri dan menyalami lelaki jangkung itu.
“Ngapain di sini?” tanya Damar dengan nada akrabnya. Dan hal itu membuat Adam bersyukur tidak lebih dulu menanyai apakah ia mengenal lelaki itu. Yang dimaksud ‘Dam’ di sini adalah Damar. s****n, kenapa juga namanya harus begitu pasaran.
“Nah, harusnya gue yang tanya begitu.” Jawab lelaki itu dengan nada berguraunya. Adam dapat menangkap bahwa lelaki itu adalah mahasiswa dari kampus tetangga.
Damar lantas menoleh ke arah Adam dan Bella yang nampak penasaran, “Kenalin nih, temen SMA - gue.” Seru Damar yang memberikan isyarat kepada lelaki itu untuk berkenalan sendiri.
“Alan.” Seru lelaki dengan lesung pipit yang nampak jelas saat tersenyum itu. Adam menyalaminya dengan cepat, menelisik lelaki yang terasa tidak asing itu.
“Adam,” balasnya cepat.
“Bella,” ucap gadis itu melakukan hal yang sama.
“Eh, Al, duduk aja, sekalian kita sharing masalah penerimaan mahasiswa baru. Kalau nggak salah lo jadi panitia kampus lo juga kan?”
“Gue bukan panitia sih, tapi emang sering bantuin. Lain kali aja sharingnya, ini gue lagi sama orang, jadi nggak bisa lama - lama.”
“Sama siapa?”
“Adek, tuh lagi pesen es coklat.” Jawab Alan sembari menunjuk menggunakan dagunya. Dan keempat orang itu tanpa sadar mengamati seorang gadis yang tengah menyeruput es sambil menunggu uang kembalian. Gadis itu tengah memakai jeans abu - abu dan dipadukan kaos hitam yang nampak nyaman.
Adam tersenyum senang, lelaki itu tak juga melepaskan tatapannya dari gadis manis yang terlihat sibuk melihat sekelilingnya. Jantungnya berdetak cepat, hati lelaki itu berbunga - bunga.
“Adek kandung apa adek ketemu gede nih?” goda Damar pada Alan.
“Adek kandunglah, dia mau masuk kampus lo. Eh, jurusan lo Sastra kan? Sama dong kayak dia.” Ucap Damar yang kemudian memanggil gadis itu untuk mendekat. “Lana, sini deh!” panggilnya.
Aliana mendekat dengan sedikit ragu, dan sesekali menyesap minumannya untuk sekadar mengalihkan kegugupannya. Ia menatap Alan dengan pandangan tanya dan memprotes. Alan tersenyum menanggapi tatapan protes adik kesayangannya itu dengan senyuman maklum.
“Namanya kok sama?” tanya Adam tanpa ragu. Membuat Aliana mengernyit dan mencoba melihat wajah lelaki yang tertutup topi itu. Tidak sopan, ucap Aliana dalam hati.
“Beda kok.” jawab Aliana masih dengan usahanya mengintip wajah Adam yang menunduk. Posisinya yang berdiri dan Adam yang duduk dikursi membelakangi diirnya membuatnya kesulitan.
“Adik gue namanya Aliana, gue Alan, emang agak mirip sih.” jawab Alan seakan - akan membantu adiknya.
“Nama panjangnya siapa?” tanya Bella yang mendapatkan ucapan terima kasih dari Adam, tapi dalam hati. Lelaki itu langsung menajamkan indra pendengarannya, bersiap merekam informasi penting yang membuat Adam harus menunggu satu tahun hanya untuk mengetahui nama gadis itu.
“Aliana Niakansavy, kakak gue Alan Nestakansavy,” jawab Aliana yang menatap penasaran ke arah Bella, melupakan Adam yang mengamatinya diam - diam. “Nama kakak siapa?” tanyanya pada Bella.
“Kayak anak kembar,” sela Adam dengan nada jahil yang kental.
Alan terenyum saat melihat raut kesal dari adik manisnya itu. Setelah ini adiknya pasti akan mengomel kepadanya.
“Ini namanya kreatif, kan enak kalau manggil.” Balas Aliana tidak terima, bagaimanapun juga ini adalah nama dari Mama tersayangnya. Lagian ini orang kenapa sih, kenal juga enggak kok nyebelin banget.
“Oh,” balas Adam singkat yang membuat Aliana ingin sekali mencakar wajah lelaki yang tertutupi topi itu. Gadis itu menyikut kakaknya pelan, menampilkan wajah tidak betah berlama - lama di sana. Dan Alan hanya tertawa mendapati reaksi adiknya yang kesal setengah mati itu.
“Pulang?” tanya Alan yang dibalas anggukan oleh adiknya.
Lelaki itu tersenyum maklum kepada Damar yang sempat memelototi keusilan Adam. “Pulang dulu ya,” ucapnya pada ketiga orang tersebut.
Aliana terenyum kecil ke arah Bella dan Damar sebelum berpamitan pergi, dan melenggang mendahului kakaknya tanpa melirik ke arah lelaki menyebalkan yang bahkan tak ia ketahui namanya itu.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
- - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Baju putih, rok panjang, sepatu hitam, dan rambut yang rapi. Aliana tersenyum gugup kepada beberapa kakak tingkat yang sudah berjejer menyambut para mahasiwa baru. Saat ini ia akan menjalani ospek Jurusan dan ia cukup gugup saat membayangkan akan dibentak - bentak oleh kakak tingkatnya. Yah, walaupun kakaknya Alan sudah memberitahu bahwa ospek macam itu sudah dihapuskan, tapi ia tetap saja was - was.
Gadis itu berjalan dengan gugup dan merasa jantungnya akan copot saat salah satu dari kakak tingkat menghadang jalannya. Ia mendongak dan menatap lelaki itu takut - takut. Lalu menutup mulutnya yang hampir saja memekik kaget. Aliana ingat betul siapa lelaki itu, Glen lelaki yang satu tahun lalu membantunya.
Sejenak, Aliana merasakan kebimbangan. Apakah ia harus menyapa lelaki itu atau tidak. Aliana masih diam, menunggu lelaki itu bereaksi lebih dulu. Tidak lucu bukan jika ia tiba - tiba sok kenal dengan kakak tingkat yang sekaligus menjadi panitia ospek itu.
“Permisi kak, mau lewat…” ujarnya sopan setelah merasa lelaki itu mungkin saja lupa padanya.
Lelaki yang menggunakan dresscode hitam khas panita itu menatapnya dengan pandangan tidak bersahabat. “Pita lo mana?”
“Pita kuning?” tanyanya memastikan.
“Iyalah,” jawab kakak PL jahat itu dengan sewot, yah itulah julukan para mahasiswa pada kakak - kakak jahat yang suka bentak - bentak.
“Di tas kak,” jawab Aliana sembari menunduk.
“Keluarkan.”
Tanpa menjawab lagi, Aliana langsung mematuhi ucapakan kakak tingkatnya itu. dan tengan tangan yang agak gemetar menunjukkan pita kuning itu kepada panitia PL.
“Pakai sekarang.” Perintahnya.
Aliana mengangguk patuh, dengan cepat berusaha memasang pita kuning itu di pergelangan tangannya. Gadis itu menahan diri untuk tidak mengumpat saat merasa begitu kesulitan memasang pita dipergelangan tangan kirinya dengan satu tangan kanan.
“Sini!” ucap lelaki itu menarik tangan Aliana yang kesusahan. Dan dengan telaten memasangkan pita kuning itu di pergelangan tangan kiri Aliana. “Lain kali dengarkan perintah yang bener, pita kuning sudah dipakai saat berangkat.” Ucap lelaki itu dengan nada dinginnya.
“Iya kak…” jawab Aliana dengan raut menyesal. Hati Aliana terasa tidak nyaman, lelaki itu melupakannya?
“Sekarang dengarkan baik - baik.” Tegas lelaki itu yang membuat Aliana menajamkan telinganya agar tak ada satu katapun terlewat. “Nama gue Adam, lo nggak boleh lupa!” perintah Adam yang membuat Aliana melupakan pemikiran bahwa lelaki itu melupakannya, gadis itu lalu mengangguk patuh.
Dengan menahan senyum, Adam menggeser tubuhnya, membiarkan gadis yang tingginya sebahu itu melewatinya dengan ragu - ragu. Dan ia tertawa kecil saat melihat Aliana setengah berlari memasuki gedung tempat ospek akan berlangsung.
Ketemu! Batinnya kegirangan.