PART 1 Kebohongan

1074 Words
"Ini nggak harus terjadi," Desah Sarah ketika mendapati tubuhnya berbalut selimut. Di sampingnya, tertidur seorang pria yang semalam telah sah menjadi suaminya. Seharusnya wajar ketika mereka bangun di pagi hari tanpa berbusana dan tubuh mereka sama-sama berlindung di balik selimut. "Astaga, Luna. Maafkan aku," Racau Sarah teringat sahabatnya. Isakannya membangunkan Arga, membuat pria itu mengernyit bingung mendengar isak tangis Sarah, lalu pandangannya tertuju pada punggung mungil Sarah yang membelakanginya. Punggung wanita yang semalam dinikahinya. "Sarah," Guman lirih Arga sambal tangannya menyentuh bahu telanjang istrinya. "Seharusnya kita nggak lakuin ini. Ini menyakiti Luna, Mas." Arga merunduk dengan wajah memucat, tangannya mengusap wajahnya dan dia mendesah. Dia tau dan sadar dengan apa yang dia perbuat semalam yang pasti akan menyakiti istrinya yang lain, yang terpaksa Arga bohongi. "Maafkan aku." "Luna, aku mengkhianatinya. Seharusnya Mas tidak menikahiku. Luna tidak akan terluka karena kita," Arga menarik Sarah, memeluk erat tubuh Sarah dari belakang. "Janji, Sarah. Aku sudah berjanji kepada Agra untuk menjagamu dan tentang semalam, maafkan aku. Kamu tau aku seorang pria dan aku—" Sarah terisak, "Suatu saat Luna akan tau. Dia akan membenci kita Mas." "Dia tidak akan tau jika salah satu dari kita diam, Sar. Percaya padaku, semua akan baik-baik saja." Arga semakin mengeratkan pelukannya sembari menciumi bahu telanjang Sarah. ** Luna mengerucutkan bibir ketika dengan santai Arga berganti baju di depannya, padahal sebelumnya Luna cukup pontang-panting dibuatnya. "Nggak ada penjelasan gitu kenapa ponsel kamu nggak aktif?" Arga memasuki kamar mandi, Luna mengekor, dia bersedekap di depan wastafel dan memperhatikan suaminya yang mandi di bawah guyuran shower. "Mass.." Jerit Luna menahan kesal. "Aku panik tau kamu nggak bisa di hubungi." Luna berdecak tak mendapati respon suaminya. Dia pun akhirnya keluar dan langsung merebahkan diri di ranjang. Tak seberapa lama Arga keluar dengan handuk yang melilit pinggangnya. "Nggak usah ganti baju. Main bentar, yuk." "Aku capek." Luna mendengus, menatap punggung suaminya yang menghilang dari balik pintu walkin closet, lalu tak membutuhkan waktu lama suaminya kembali dengan boxer juga kaos yang selalu menemaninya menjelang tidur. "Memang lelah sekali ya? Tadi di tol macet nggak?" "Hmm." Arga mengambil tempat tepat di samping Luna dan berbaring di sana. Dia memandang langit-langit kamar dengan pandangan menerawang. "Sudah berapa lama kita nikah?" "Tujuh bulan. Kenapa?" "Nggak apa-apa." "Kemarin kenapa ponselnya mati?" "Lupa charge." Luna mendekatkan tubuhnya sehingga dia bisa memeluk tubuh Arga. Jemarinya bermain di d**a Arga dengan seduktif, sengaja menggoda. "Main yuk? Aku yang di atas deh." Arga menghembuskan napasnya dan menatap istrinya dengan sorot mata bersalah. Tangannya terulur memainkan rambut panjang Luna. "Aku capek." Bibir istrinya itu mengerucut. "Yah, tapi kan biasanya kamu mau, Sayang." "Hmm.. besok ya?" "Aneh banget sih kamu. Ada masalah di kantor Cabang?" Mata Arga mengerjap. "Sedikit." "Masalah karyawan?” "Bukan." "Apa loh? Kasih tau aku dong, biar aku nggak penasaran." "Emm, setiap jumat mulai minggu depan aku harus ke kantor cabang yang di Bandung. Baru bisa pulang Sabtu malam atau minggu pagi." "Lho kok gitu?" Bola mata Arga menyorot gelisah. "Perintah Papi, dan kantor cabang butuh aku." "Ya sudah kita pindah aja ke Bandung biar kamu tidak bolak-balik." "Jangan! Kamu harus mengajar kan? Lagipula ini masih di pertengahan semester. Kamu tidak mungkin mengundurkan diri begitu saja. Kehidupan kamu juga di sini, Papa dan Mama kamu di sini. Jika kita di Bandung, kamu harus beradaptasi dengan lingkungan baru." "Iya juga. Tapi kan aku kasihan kamu harus bolak-balik. Akunya disini yang cemas, yang nggak tenang mikirin kamu." "Aku baik-baik aja. Aku kerja juga buat kamu kan?" "Iya juga tapi aku juga kan istri kamu, Mas. Seorang istri kan harus ikut kemana pun suaminya pergi." "Hanya dua hari, Sayang. Oke? Selebihnya aku akan menemani kamu." "Aku tuh cemasin kamu, Mas." Arga mengusap puncak kepala Luna. "Iya aku tau. Maaf karena membicarakan ini secara mendadak." "Hanya dua hari kan?" "Iya dua hari." "Tapi sampai kapan?" Arga meringis ngilu. Dia tidak tau sampai kapan, lebih tepatnya tidak tahu sampai kapan kebohongannya ini akan terbongkar, dia belum siap kehilangan Luna. Tapi dia juga tidak mau mengingkari janjinya untuk menjaga Sarah. Sarah bagian hidup Agra, saudara kembarnya, tentu saja Arga tidak ingin mengecewakan saudaranya di surga sana. "Hmm. Aku tidak tau, mungkin sampai perusahaan stabil." Arga segera memarik tubuh Luna ke dalam dekapannya untuk menyembunyikan kegelisahannya. Bagaimanapun dia telah menyembunyikan satu kebohongan dan mungkin akan menyembunyikan kebohongan-kebohongan lain. Maafin aku, Lun. Maaf karena aku telah membohongimu. Dan maafkan aku, karena kamu bukan wanita satu – satunya dalam hidupku. Batin Arga seraya menciumi puncak kepala Luna. ** Jumat pagi Arga berangkat ke Bandung. Luna sudah mempersiapkan kebutuhan Arga di sebuah koper kecil. "Apa aku ikut kamu aja, Mas? Aku takut kamu di sana nggak ada yang ngurus." Ujar Luna saat memasukkan beberapa potong baju Arga. Arga yang sedang menyisir rambutnya sontak tercengang. "Ehmm.. jangan, aku besok sore juga sudah sampai rumah. Nanti kamu malah repot. Kasihan mahasiswa kamu kalau kamu ganti jadwal mereka." "Oke." Luna segera menutup kopornya. "Nanti kalau kamu bosan, kamu bisa hangout sama sahabat-sahabat kamu." "Iya, tapi sayang sekali sekarang Sarah nggak di sini. Sudah lama dia nggak ngasih kabar di obrolan grup, setiap anak-anak chat grup juga dia nggak pernah ikut nimbruk. Aku personal chat juga enggak di baca. Jadi khawatir. Kamu kalau sempet samperin deh ya Mas ke rumahnya. Bagaimanapun juga, Sarah kan pernah jadi kakak ipar kamu." "Hemm.. iya." "Sarah juga hidup sebatang kara, dia pasti sangat terpuruk setelah Mas Agra nggak ada. Fabian juga masih kecil. Kadang aku nggak tega, gimana kalau aku jadi posisi dia." "Hemm.. iya," "Tapi Papi dan Mami nggak putus hubungan kan sama Sarah? Aku khawatir banget, soalnya Sarah itu pendiam dan semenjak kematian kakak kamu jadi sangat tertutup sama aku dan teman yang lain." "Hmm, masih hubungi Papi, Mami kok." "Oh, syukurlah. Kalau sempat jangan lupa lho Mas, tengok dia. Mungkin dia butuh bantuan." "Iya." "Kamu itu kenapa sih Mas? Dari pulang minggu lalu lempeng banget. Ada masalah? Kalau ada cerita sama aku." Gerutu Luna karena sejak tadi suaminya hanya menjawab seadanya, malah terkesan tidak peduli. Arga memaksakan senyumnya. "Enggak ada. Cuma rindu kamu." Agra mendekati Luna, Luna berdesis lirih dan memukul d**a suaminya. "Gombal. Sudah aku bilang, biar aku ikut aja. Kamu nanti di sana nggak ada yang urus." "Hanya dua hari oke? Pulang-pulang juga dapat pijatan plus-plus dari kamu." "Genit!" Arga tertawa. Tawa untuk menyembunyikan keresahan di hatinya. "Ya sudah aku berangkat." "Ini masih jam lima. Sepagi ini?" "Aku sudah serapi ini, Sayang." "Iya deh. Iyaaaaaaa." Arga terkekeh dan mengecup bibir istrinya. "Sudah yuk, turun. Nanti keburu siang."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD