Prolog

656 Words
Dysa membuka album foto pernikahannya dengan sang mantan. Album itu ditemukannya saat bersih-bersih kamar di kontrakannya. Album yang hanya dimasukkan ke dalam kardus itu kini telah usang. Pelan, ia membuka lembar demi lembar. Terlihat foto pernikahannya dengan sang mantan yang membuatnya merasa sangat miris. Di lembar terakhir, ia menemukan deretan aksara yang dulu pernah ditulisnya di sebuah foto berukuran besar. Dysa membaca tulisan tangan yang pernah dibuatnya tiga tahun yang lalu itu. Dadanya seolah ingin meledak saat membaca tulisannya sendiri. Tulisan itu semakin membuatnya trauma untuk menikah lagi. Rasanya ia sudah tidak mempercayai yang namanya cinta.   Cinta pertama akan selalu berkesan sampai kapan pun. Itu yang terjadi padaku. Usiaku lebih muda lima tahun dari pria yang sangat aku cintai. Sikapnya yang dewasa selalu membuatku luluh padanya. Ia telah telah membawa banyak perubahan dalam hidupku. Ia membuatku menjadi perempuan paling beruntung di dunia ini karena bisa menikah dengannya. Ia memberi warna pada kehidupan gelapku sejak pertamuan pertama. Ya, aku sudah mencintainya sejak pertemuan pertama. Hatiku dibuatnya merekah pada pertemuan pertama. Ia berhasil menenggelamkanku ke dalam dunia imajinasi menyenangkan yang disebut cinta. Cintaku padanya terus tumbuh dan berkembang dalam hatiku.                 “Lo kenapa kok bengong gitu, Mbak?” tanya Tarissa.             “Nggak apa-apa?”             Tarissa melihat mengintip album foto pernikahan yang dipegang oleh Dysa.             “Oh, inget mantan nih ceritanya.”             Dysa menggeleng. “Nggak,” dustanya.             “Hmm, gue nggak tahu rasanya ada di posisi lo, Mbak. Cuman saran gue mending lupa lupain semuanya. Kalau perlu buang aja itu album foto. Lagian buat apa nyimpen foto sama mantan.”             “Oh, gitu. Dibuang ya harusnya?” balas Dysa. Sejenak ia sadar kenapa tidak dari dulu saja membuangnya? Kenapa juga harus menyimpannya.             “Ya iyalah, Mbak. Daripada disimpen bikin baper mulu. Yang ada Mbak Dysa malah tersiksa.”             “Oke, deh. Gue buang aja, ya.”             “Iya. Loakin aja juga nggak apa-apa, Mbak. Lumayan ngeloakin barang dapet duit. Bisa buat beli cilok,” saran Tarissa yang memang masuk akal.             Dysa mengangguk paham. Ia berjalan membawa album foto itu ke tempat sampah di depan. Namun, saat hendak membuangnya, tiba-tiba tangannya bergetar. Dadanya mendadak sesak. Sudut matanya sudah membasah akibat genangan air mata.             “Dys, lo ngapain berdiri di depan tong sampah? Lama lagi berdirinya?” tanya Karin yang ternyata sudah ada di belakang Dysa. Perempuan dengan dandanan cetar itu memang memperhatikan gelagat aneh Dysa semenjak datang.             “Oh, mau buang ini.” Dysa menunjukkan album foto yang dipegangnya.             “Kok album foto dibuang?” tanya Karin.             “Album foto sama mantan. Udah nggak guna juga disimpen. Tarissa bilang sih dibuang aja mending.”             “Eh, jangan dibuang.”             “Lho, kok gitu?             “Ya, siapa tahu lo ketemu lagi sama mantan.”             “Nggak akan pernah. Gue aja nggak tahu dia sekarang ada di mana.”             “Nggak ada yang nggak mungkin di dunia ini, Dys. Gue tahu kok lo sebenernya masih cinta kan sama mantan lo.”             “Lo jangan ngajarin gue buat susah move on, Rin.”             “Bukan gitu maksud gue. Cuman belakangan ini firasat gue, lo bakal ketemu mantan lo, terus ketemu jodoh lo juga.”             Karin yang mengaku mantan anak indigo memang sering mengatakan hal-hal di luar nalar yang katanya ramalan di masa depan.             “Gue nggak percaya sama lo. Musyrik entar gue percaya sama ramalan bodong lo.”             “Eh, ini bukan ramalan. Tapi, firasat aja.”             “Iya, deh. Lagian gue udah nggak tertarik sama laki-laki lagi. Udah kapok nikah gue.”             “Jangan bilang gitu. Jodoh ada di tangan Tuhan, Dys. Masa kalau lo ketemu jodoh lagi, lo bakal nolak takdir?”             “Moga Tuhan nggak ngasih gue jodoh, deh. Gue udah nyaman sama hidup gue yang sekarang.”             “Ya udah, terserah. Tapi, kalau lo bisa nikah lagi, gue bakal seneng.”             “Gue aja udah lupa caranya bahagia sama laki-laki, Rin.”             “Terus, kalau lo beneran ketemu sama jodoh sejati lo, beneran bakal nolak?” ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD