Eps 6 Pendekatan

1303 Words
Kubuka jendela kamarku lebar lebar, angin malam yang dingin berhembus memainkan rambutku yang kubiarkan terurai. Kupandangi langit yang gelap tanpa bintang, Ahh sepertinya akan hujan malam ini. Lintang, apakah kamu sedang menatap langit malam ini? Dimana kah kamu? Sudah hampir tiga belas tahun lamanya kamu menghilang tanpa jejak seperti ditelan bumi. Kuraih liontin berbentuk bintang dileherku, hadiah ulang tahunku yang ke tiga belas dari dia. Semoga kamu masih memikirkan aku karena tidak kulewati seharipun tanpa memikirkanmu.. Dering ponsel membuyarkan lamunanku. Kututup jendela dan mengambil ponsel yang tergeletak di meja rias. Hm...William. "Hallo Wil.." "Hai..Rel. Tumben weekend ini gak pergi sama Dewi?" "Aku lagi di rumah papa mama. Dewi memang lagi kemana? Sudah malam dia pergi sama siapa?" tanyaku sedikit khawatir dengannya. "O..lagi di Bali. Kapan balik?" "Minggu sore balik Jakarta." "Ok..ok..baru mau ngajak jalan jalan besok. Hehehe...minggu depan saja ya..aku booking waktu kamu loh..jangan buat janji sama orang lain." aku tertawa mendengarnya. "Memangnya aku restoran pakai di booking segala Wil? Memang mau ajak aku kemana?" tanyaku penasaran. "Ada deh...pasti kamu suka tempatnya." "Penculikan nih kalau ngajak tapi gak kasih tau kemana ....aku patut curiga gak nih?" "Yaa engga lah...bisa bisa dicincang sama Dewi kalau sampai kamu kenapa kenapa. Dia sudah mengancamku waktu aku minta nomor ponselmu minggu kemarin." "Hehehehe...baiklah..aku percaya deh...minggu depan ya...jangan ingkar janji nih." "Gak lah...aku gak sabar nunggu minggu depan jadinya sekarang." Aku tertawa mendengar jawabannya, seperti anak kecil saja dia. "Baiklah, kamu enjoy your time with familiy. Salam buat mereka ya dari William. Kapan kapan aku mau main kesana...lain kali kalau ke Bali ajak aku ya Rel?" "Kamu kan super sibuk...memang punya waktu untuk liburan?" seingatku setiap aku berkunjung kerumah Dewi pasti William tidak ada dirumah. "Buat kamu aku sempet sempetin Aurel..." Kali ini aku diam. Sepertinya aku mengerti arah pembicaraan William. "Kok diam Rel?" "Eng....engga apa apa, udahan dulu ya. Aku ngantuk Will." ucapku mengakhiri percakapan kami. "Ok deh, good night, sweet dream." jawabnya. "Good night too." Kutekan tombol merah untuk menutup sambungan teleponnya. Apakah Willam menyukaiku? Kalau melihat perhatiannya padaku semenjak minggu lalu sepertinya ya. Tapi aku tidak mau salah mengartikannya. Nanti disangka aku besar kepala lagi. Malu kan kalau ternyata salah dan dia hanya menganggapku adiknya sama seperti Dewi bukan? Kutepis pikiran itu lalu menarik selimutku dan memejamkan mataku, berharap dapat bermimpi bertemu dengan Lintang. *** "Nova..Nova.." suara Mama yang sedang mengetuk pintu kamar membangunkanku. Dengan sempoyongan kubuka pintu kamar. "Kenapa Ma?" "Kamu ditunggu Leo dan Papa sarapan dibawah. Mereka mau ngajak kamu berkunjung ke hotel." "Ihh..ngapain Ma?" Mama hanya mengangkat bahu dan berbalik menjauhi kamarku. Kalau sudah perintah dari Papa, aku tidak berani membantah. Bisa bisa detik ini juga Aku tidak diperbolehkan kembali ke Jakarta. Segera aku mandi dan mengenakan celana panjang jeans dan kemeja kotak kotak. Feelling ku pasti Leo tidak suka dengan penampilanku. "Pa, jam berapa mau berangkat?" tanyaku sambil menarik kursi. "Sarapan dulu." Digeser piring berisi roti ke hadapanku. "Papa mau mengenalkan kamu dengan beberapa staf di hotel dan kamu dapat keliling untuk mengenal bisnis hotel lebih dekat." Aku hanya diam dan melirik Leo. Pasti ini ulahnya, dia menggunakan power Papa agar aku tunduk padanya. Leo hanya diam pura pura tidak tahu kalau aku sedang melototinya. "Pa, masih ingat dengan Om Wahyu?" Kulihat Papa sedikit terkejut dan raut wajahnya berubah sedikit menegang. "Kenapa tiba tiba kamu menanyakan hal itu?" "Mendadak Om Wahyu menghilang dari kehidupan kita. Padahal setahu aku dulu dia salah satu tangan kanan Papa bukan?" "Sudahlah..Papa juga tidak tahu Wahyu kemana. Leo, kita jalan sekarang?" Sepertinya Papa menyembunyikan sesuatu dariku. Aku harus mencari tahu sebabnya, kenapa tiba tiba menghilang. Apakah Om Wahyu melakukan sesuatu sehingga dipecat mendadak? Kenapa Lintang pun tidak menghubungi aku juga? Setelah diperkenalkan dengan beberapa staf penting, Papa menyuruh Mbak Wina menemaniku keliling hotel. "Mbak Wina sudah lama kerja disini?" "Sudah cukup lama juga Nova, Mbak masih ingat dulu kamu masih kecil dan suka berlari larian di taman hotel. Sepertinya kamu masih SD ya?" Kuangkukan kepalaku, memang dulu aku suka ke hotel untuk bermain disini. "Mbak Wina kenal dengan Om Wahyu?" Mbak Wina mendadak berhenti melangkah. "Ke..kenal. Maksudnya Mbak pernah tahu Pak Wahyu, asisten Papamu. Memang ada apa yan Nova?" "Mbak tahu kemana Om Wahyu sekarang?" tanyaku sedikit mendesak. "Setahu Mbak, Pak Wahyu dan anaknya mendadak pergi meninggalkan Bali karena ada urusan penting. Setelah itu kami putus kontak Nova. Terakhir dengar dia di Jakarta." Aku diam tidak bertanya lebih banyak lagi. Sepertinya hanya informasi itu saja yang diketahui oleh Mbak Wina. Rasa curigaku semakin besar dan bertekat untuk membongkar rahasia ini. "Mbak Wina kalau masih banyak kerjaan silahkan dilanjutkan saja, Aku bisa keliling sendiri kok Mbak." Terlihat wajah Mbak Wina sedikit ragu, "Tenang Mbak...Aku gak bakal nyasar kok." Kutambahkan senyuman di wajahku agar Mbak Wina mau meninggalkanku. Akhirnya Mbak Wina menganggukan kepala tanda setuju. "Baiklah Nova, kalau ada apa apa call saja Mbak ya." kuanggukan kepalaku dan membiarkan Mbak Wina berjalan meninggalkanku. Lega rasanya sekarang, akhirnya aku bisa bebas dan berharap dapat mengorek informasi dari karyawan lain di hotel ini. Kakiku melangkah tanpa arah. Mataku melihat sekeliling berharap menemukan staf yang kira kira wajahnya masih familiar bagiku. Lalu tak sengaja kulihat seorang bapak tua yang sedang mendorong troly berisi beberapa pot bunga. Sepertinya aku kenal wajahnya... "Pak Amir?" tanyaku takut salah mengenali. "Eh...Non Nova? Apa kabarnya? Bapak dengar Non sekarang kuliah di Jakarta ya?" Kulempar senyumku padanya. "Wahh..Pak Amir hebat masih mengenali saya. Padahal saya sudah hampir 3 tahun tidak berkunjung ke sini loh. Saya baik baik saja Pak, kalau Bapak gimana? Ani sudah nikah ya? Selamat Pak Amir, maaf saya tidak bisa hadir yahhh..." Ku ulurkan tanganku untuk menjabat tangannya. "Hahahha...umur boleh tua Non, tapi otak harus tetap tokcer dong." Pak Amir terkekeh sendiri mendengar guyonannya. "Terima kasih Non, orangnya gak datang tapi amplop nya ada ..Hahahahah. Ani sekarang ikut suaminya ke Pontianak Non, pindah tugas." sambungnya. Ani, satu satunya anak perempuan Pak Amir yang umurnya tidak jauh berbeda dariku. Sementara setahuku kedua anaknya yang lain bekerja di sini juga. "Duduk sini Pak Amir, sudah lama kita tidak ngobrol." kuajak dia untuk duduk dikursi taman. "Ahh..Non...mau ngorol apa sama pria tua seperti Bapak?" jawabnya merendah. "Pak Amir sudah bekerja disini sejak Aku masih kecil kan ya Pak? Sudah lama sekali ya Pak..." tanyaku berusaha mengorek informasi darinya. "Benar Non, dari Bapak masih bujangan sampai sudah kakek kakek. Pak Yoga dan Nak Leo berbaik hati masih menerima Bapak bekerja disini Non." "Pak Amir kenal sama Om Wahyu kan Pak?" "Wahyu? O...yang sering jalan berduaan sama Pak Yoga kemana mana itu Non?" Kuanggukan kepalaku, memang dulu Om Wahyu selalu berada disamping Papa, dia satu satunya orang kepercayaan Papa. "Dulu kenapa Om Wahyu mendadak meninggalkan Papa ya Pak?" Keningnya berkerut sepertinya mencoba untuk mengingat ingat peristiwa lebih dari sepuluh tahun yang lalu. "Dulu, Bapak pernah mendengar Pak Yoga dan Pak Wahyu bertengkar di taman dekat kolam ikan itu Non." ucapnya sambil mengarahkan telunjuknya pada kolam ikan tak jauh dari tempat duduk kami. "Kalau tidak salah Pak Yoga menuduh Pak Wahyu menggelapkan uang dan mengancam akan lapor ke polisi." Aku terdiam mendengar ceritanya. "Non..Non..." "Ehh..ya Pak...terus apa lagi yang Bapak dengar selanjutnya?" "Lalu Pak Wahyu bersumpah kalau tuduhan itu tidak benar, kemudian Pak Yoga mengusir Pak Wahyu.Setelah itu Pak Wahyu tidak pernah ke sini lagi Non." Aku mengangguk anggukan kepalaku mulai memahami teka teki sepuluh tahun silam. "Non, Bapak lanjut kerja dulu ya..gak enak dilihat tamu." ucapnya sambil berdiri. "Terima kasih Pak, dan jaga kesehatan ya...salam untuk Ani dan keluarga." kucium punggung tangannya. "Ya Non...nanti Bapak sampaikan. Non juga jaga kesehatan ya Non..Hati hati di Jakarta." pesannya dan kembali mendorong troli nya. Baiklah, ada yang aneh dari cerita Pak Amir. Om Wahyu bekerja dengan Papa sejak hotel ini masih kecil dan membantu Papa sampai hotel menjadi maju. Dan tidak mungkin rasanya tuduhan penggelapan uang itu. Semakin pusing jadinya. Kuputuskan malam ini menanyakan hal ini ke Leo, sepertinya dia tahu banyak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD