3. B E G I N

1407 Words
  Percakapan Alexa dengan sahabatnya di Indonesia—Katrina—lewat pesan i********:, malah membuatnya kesal. Pasalnya Katrina menyampaikan bahwa David sempat mendatangi sahabatnya itu dan menanyakan di mana Alexa berada. David juga memberitahu soal kehamilannya pada Katrina, sehingga temannya itu mendesaknya untuk memberitahukan keberadaannya dan memintanya pulang. Hal ini dikarenakan kedua orang tua Alexa juga bertanya pada Katrina soal Alexa. Jangan katakan pada Mama Papaku kalau aku hamil anak David, Kat. Please. Alexa memohon dalam tulisannya. Aku kecewa kamu enggak bilang kalau kamu ada masalah. Kamu tahu David dapat apa ketika ia bilang kalau kamu pergi setelah dia menolak bayi yang kamu kandung itu? Apa? Kebetulan aku sedang pegang penggorengan saat itu, dan melayanglah ke muka dokter itu! Alexa tidak tahan untuk tidak tertawa menanggapi tulisan sahabatnya yang tengah ia baca itu. Terus? Dia pergi ... sambil marah. Aku sebenarnya sudah mulai enggak suka sama David sejak dia mengulur waktu untuk melibatkan kamu dalam setiap acara keluarganya, Xa. Selalu ada aja alasannya dan kamu terus menerima alasan-alasan itu! Alexa tersenyum membaca pesan balasan dari Katrina itu. Ia tahu sahabatnya ini sangat membelanya dan menghiburnya setiap kali ia merasa hubungannya dengan David naik turun. Namun entah kenapa Alexa memang selalu menerima dan percaya pada setiap alasan yang David lontarkan padanya selama tiga tahun kemarin. Alexa pernah bertemu ibu David di tempat praktek David dan kesan yang ia dapatkan ibunya kurang suka kalau David menjalin hubungan dengannya. Namun Alexa berniat memberikan kesempatan untuk ibunya mengenal dirinya—dan hal itu tidak pernah terjadi sampai akhirnya Alexa memutuskan meninggalkan David seperti sekarang. Terima kasih Kat. Tapi kamu di mana sekarang ini, Xaxa? Alexa tahu kalau sahabatnya sudah menyebutnya dengan nama seperti sebuah merek bumbu masak—itu artinya Katrina sedang kesal. Ia menuliskan balasannya dengan cepat. Aku ada di suatu tempat, aku enggak bisa kasih tahu kamu sekarang, tapi suatu saat aku pasti akan kasih tahu kamu. Aku merasa enggak berguna sebagai sahabat. Kat, please jangan berlebihan. Aku baik-baik saja di sini dan aku sedang ingin sendiri. Justru itu, Xa! Seharusnya kamu enggak sendirian di saat begini! Alexa tidak menyebutkan nama Javier, karena dengan begitu Katrina pasti akan tahu keberadaannya. Kamu tenang aja, aku enggak sendirian. Ada Javier di sini, Kat. Setelah selesai bertukar pesan dengan sahabatnya tersebut, Alexa mulai memeriksa laman instagramnya yang penuh dengan foto dirinya dan David. Sambil menelan ludah dan penuh keyakinan ia menghapus satu persatu foto-foto tersebut. Kalau David mendatangi Katrina dan merasa menyesal sudah menolak dirinya dan bayi dalam rahimnya—dia terlambat. Hati Alexa sudah tidak lagi menginginkan pria itu sejak David mempunyai pikiran untuk menggugurkan kandungannya dari pada bertanggung jawab menikahinya. Hubungannya dengan David—selesai, gumamnya dalam hati sembari terus menghapus semua foto David dari laman instagramnya dan meng-unfollow-nya, lalu ia memutuskan untuk mengunci akunnya. Alexa menarik napasnya panjang ketika melihat laman sosial medianya itu bersih dari foto David. Dengan ini ia harus siap menjawab pertanyaan teman-teman yang mem-follow akunnya. *** Alexa menata mejanya yang berada di sebelah Melfi. Hari ini ia akan memulai pekerjaannya sebagai sekretaris kedua Javier, membantu Melfi. Ia adalah lulusan Sarjana Manajemen Bisnis, jadi ia cukup paham mengenai posisi manajerial, analisis bisnis, bisnis development dan marketing. Nilai akademis yang dicapainya juga tidak mengecewakan, sehingga Melfi juga menyambut bantuan Alexa dengan senang. “Aku senang kamu bergabung di sini, Alexa,” ujar Melfi tulus. Melfi adalah wanita berumur empat puluhan yang masih enerjik dan menyenangkan. Alexa merasa nyaman dengan wanita ini. “Aku juga senang bertemu denganmu Ms. Melfi,” katanya. “No, panggil aku dengan Melfi saja. Javier adalah bos yang tidak suka dengan sebutan di depan nama kita. Ia menyebutnya kita semua adalah teamnya, bukan bawahannya. Itulah kenapa aku betah bekerja selama sepuluh tahun menjadi sekretaris di perusahaan ini,” ungkapnya dalam bahasa Inggris yang fasih. Wow. Javier memang bos yang dicintai karyawannya. Alexa tersenyum, “Kupikir aku juga pasti akan betah bekerja di sini,” ujarnya. “Pasti!” “Pagi Melfi....” Javier menyapa Melfi dan memalingkan wajahnya ke Alexa yang menunduk—menghindari tatapannya, “Pagi Lex ... bisa ke kantorku?” tanyanya. Punggung Alexa menegak sambil mendongak, kemudian ia mengangguk pelan, “Ya, tentu saja,” jawabnya gugup. Ia sendiri bingung kenapa harus segugup ini bertemu dengan Javier setelah kelakarnya kemarin soal menjadi pacarnya. Javier melangkah lebih dulu menuju ruangannya. Alexa berdiri dengan ragu sambil memandang ke arah Melfi yang juga sedang memperhatikan sikapnya. “Pergilah, si bos tidak suka menunggu,” katanya. Wanita itu buru-buru melangkah menuju ruangan Javier yang tidak jauh dari mejanya. Javier menunjuk kursi yang ada di depan mejanya—agar Alexa duduk di sana. Mata cokelatnya lurus menatap wanita yang terlihat sedang menghindari tatapannya itu. “Aku butuh bantuanmu, Lex,” ujarnya. Mulut Alexa sedikit terbuka dengan dahi yang berkerut, ia menatap bingung ke arah Javier, “Bantuan? Kira-kira bantuan apa yang kamu perlukan, Jav?” Javier berdiri dan menghampiri kursi Alexa, lalu ia menyandarkan bokongnya pada tepi meja—di depan Alexa, “Ini mungkin akan membuatmu sedikit syok, tapi percayalah aku tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi,” ujarnya. Dengan expresi bingung sekaligus penasaran, Alexa memberanikan diri menatap bola mata cokelat Javier yang terang itu. “Jav, selama aku sanggup melakukannya, aku akan membantumu. Katakan apa yang bisa kulakukan?” “Ibuku menyuruhku pulang ke Valencia....” “Hu-uh, lalu?” “Sejak ayahku tidak ada, ia selalu mendesakku untuk menikah. Dan sibuk menjodohkanku dengan siapapun yang ia kenal ... padahal aku sendiri belum berniat untuk menikah,” ungkapnya. “O—key....” “Ibuku menyuruhku pulang, karena ingin mengenalkan wanita yang dipikirnya akan cocok menjadi istriku ... dan karena aku tidak mau itu terjadi—aku terpaksa mengatakan kalau aku sudah menemukan calon istriku sendiri....” Javier menghela napasnya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya, kemudian ia melanjutkan, “Aku bilang kalau aku akan membawa calon istriku itu akhir minggu ini untuk dikenalkan padanya ... dan—aku menyebut namamu,“ ujarnya setengah bergumam. Alexa mengerjapkan matanya beberapa kali, “Huh? A-apa kamu bilang??” Javier menghampiri Alexa dan meraih tangannya, “Maaf Lex, hal itu tercetus begitu saja. Please help me?” Tidak mungkin Alexa bisa menolak permintaan Javier saat ini kan? Apalagi pria itu sudah banyak membantunya sejak ia menginjakkan kaki di Barcelona. Alexa menelan ludahnya dengan susah payah, “Tapi—apa ibumu akan percaya begitu saja?” “Setidaknya ibuku tidak akan mengenalkan wanita itu padaku,” katanya. “Jadi kamu akan membawaku ke Valencia untuk bertemu ibumu minggu ini?” Javier mengangguk dengan bibir melengkung—tersenyum. “Sabtu ini, jalan darat kurang lebih tiga sampai empat jam perjalanan,” ujarnya. “Oh ya ampun Jav. Aku enggak mengerti kenapa kamu menyebut namaku sih?” “Terlintas begitu saja, Lex. Sorry,” sesalnya. Namun entah mengapa jantung Alexa berdetak kencang membayangkan ia akan menemui ibu Javier sebagai kekasihnya. Apalagi setelah pernyataan Javier kemarin soal perasaannya—saat itu padaku. Dan tentu saja kali ini berbeda, karena belum tentu Javier masih menginginkan dirinya jika pria itu tahu bahwa ia sedang hamil anak David. “Baiklah aku akan membantumu...” ujar Alexa setelah menarik napasnya dalam-dalam. Tiba-tiba saja Javier memeluk tubuh Alexa, “Terima kasih, Lex!” Alexa mendorong pelan tubuh Javier dan memandangnya, “Tapi aku hanya harus berpura-pura saja kan, Jav?” “Aku tidak keberatan sama sekali kalau kamu memang berminat untuk sungguhan, Lex,” cetusnya sambil tersenyum jahil. “Jav, aku tidak bisa,” sahut Alexa berat. Javier mengangguk, “Aku tahu—aku tahu, kamu baru putus dari David, dan pria itu pasti masih membekas di hati kamu,” ujarnya. “Aku akan buat kamu move-on dari pria itu, Lex,” imbuhnya. Alexa menunduk, lagi-lagi menghindari mata cokelat Javier yang menatapnya intens. Dengan adanya bayi dalam perutku sekarang ini, sepertinya aku akan sulit untuk move on, Jav, batinnya lirih. *** Malam ini Alexa tidak bisa memejamkan matanya lebih cepat, ia begitu gugup dengan perjalanan besok menuju ke rumah ibu Javier dan harus berperan sebagai kekasihnya. Tangannya secara reflek memeluk perutnya dan mengusapnya lembut, “Mama belum memberitahu tentang keberadaanmu, jangan marah ya sayang,” gumamnya. Alexa bangkit dari tempat tidurnya menuju ke tas travelnya yang kecil. Ia tidak punya banyak pakaian—karena ia memang hanya membawa beberapa setel baju saja ketika pergi. Sekarang ia bingung harus memakai baju apa besok. Tabungannya menipis, Ia berpikir harus segera mencari kontrakan yang lebih murah dari biaya tinggal di hostel seperti sekarang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD