Labeldo - 02

1239 Words
"Selamat datang, Sakugo Kiwasaki," Suara gadis itu terdengar sangat lembut. Mata Sakugo terbelalak melihat gadis asing itu menyapanya. "Aku tahu ini mengejutkan, tapi bisakah kau tunda dulu pertanyaan mengenai 'siapa aku' dan 'kenapa aku bisa ada di kamarmu' karena itu buang-buang waktu. Singkat cerita, aku datang kemari ingin memberitahumu bahwa waktumu sebagai manusia biasa sudah berakhir, sekarang kau harus belajar menerima jati dirimu yang sebenarnya, aku akan menjelaskan semuanya padamu dan setelahnya, kau harus ikut denganku menuju wilayah kesengsaraan." "H-HAAAAAAAAH!?" Sakugo berteriak saking kagetnya mendengar ucapan gadis itu. Pikiran Sakugo berkecamuk tak henti-hentinya, keringat yang mengalir di keningnya terus bercucuran hingga membasahi pakaiannya dan juga lantai yang ditapakinya. Bagaimana jika orang lain tahu tentang adanya gadis imut di kamar Sakugo saat petang begini? Pasti mereka akan mengganggapnya p*****l karena telah bermain dengan gadis imut di dalam kamar. Tidak, itu tidak akan terjadi selama Sakugo menutup pintunya. Dan bodohnya, dari tadi pintu kamarnya terbuka lebar, gawat sekali. Lantas, Sakugo buru-buru menarik kenop pintu dan menggebrakkan pintunya hingga tertutup rapat, lalu pandangannya kembali teralihkan pada sosok gadis mungil nan imut yang sedang duduk di atas ranjangnya. Sebenarnya siapa dia? Untuk ukuran gadis mungil, dia terlalu mengerikan karena mampu masuk ke dalam kamarnya yang kondisinya sedang terkunci. Mengapa dia masuk? Apakah lewat jendela? Tidak mungkin, seingatnya seluruh jendela sudah dikunci, atau lewat atap? Itu juga tidak mungkin, karena Sakugo yakin atapnya tidak mudah untuk diterobos oleh benda tajam apa pun. Atau dari bawah lantai? Bodoh sekali, dia pikir gadis itu seekor tikus? Lalu, mengapa dia bisa masuk semudah itu tanpa ada bekas goresan atau kotoran yang terdapat di kulit pucatnya, jika dia masuk dari jendela, atap, atau pun bawah lantai, pasti bakal ada sedikit luka yang m*****i bajunya atau kulitnya, tapi kelihatannya, di setiap inci tubuh gadis itu, sama sekali tidak ada apa pun selain cantik, bersih, wangi, dan pucat. "Kau berteriak," ucap gadis itu mengagetkan Sakugo yang sedang berpikir. "Dan saat ini, kau berpikir mengenai asal-usulku." Sakugo lagi-lagi terkejut mendengar tebakan yang dilontarkan gadis kecil itu. Apa dia cenayang, ya? Mengapa dia bisa tahu kalau Sakugo sedang berpikir mengenai itu? Benar-benar gadis yang aneh. Baru kali ini dia bertemu dengan orang aneh begini, walau penampilannya sangat cantik, sih. "Namaku," kata Sakugo dengan memberanikan diri untuk berbicara. "Mengapa kau tahu namaku?" Gadis mungil itu tersenyum, rambut pirangnya yang panjang tertumpuk di seprai kasur Sakugo seperti untaian benang yang indah. "Tentu saja aku mengetahuinya," jawab gadis itu dengan senyuman manis. "Karena kau adalah anak dari sahabatku." "Sahabatmu? Apa maksudnya itu?"  Sakugo kembali berpikir untuk mencerna kalimat yang dikatakan gadis itu dan dia akhirnya sadar. "Ma-Maksudmu kau bersahabat dengan orangtuaku? He? Itu tidak mungkin, orangtuaku tidak akan bersahabat dengan gadis cilik sepertimu. Mereka sudah tua sedangkan kau masih sangat muda, itu terdengar aneh jika kalian bersahabat, bukan?" Secara tidak sadar, perkataan Sakugo telah menusuk-nusuk jantung gadis itu puluhan kali, saking kesalnya, dia sampai menggertakkan gigi berkali-kali tak tahan ingin menghajar muka Sakugo sampai berantakan. "Kau pikir, berapa usiaku, Sakugo Kiwasaki?" "Sembilan tahun, kan?" jawab Sakugo dengan polosnya, karena itulah angka yang baru saja terlintas di otaknya setelah melihat penampilan gadis itu. "Walau rupaku begini, usiaku sudah tiga puluh lima tahun, kau yang sudah kuanggap bocah dengan santainya menyebutku sebagai gadis berusia sembilan tahun? Apa kau sudah bosan hidup, Sakugo?" Kedua alis Sakugo mengernyit serentak, dia terkejut dengan usia gadis yang ada di hadapannya ini, tak disangka kalau wanita dewasa yang berusia tiga puluh lima tahun bisa seimut itu, apa rahasianya yang membuat tubuhnya bisa awet muda begitu, ya? Sakugo bahkan sempat-sempatnya berpikir mengenai itu di saat dirinya sedang ditatap tajam oleh gadis itu. "Ma-Maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengejekmu, hanya saja, penampilanmu memang mirip seperti  gadis berusia sembilan tahun, aku benar-benar minta maaf, Nona...." Sakugo terdiam sesaat karena sadar kalau dia belum tahu nama dari wanita imut itu. "Karlia," ucap gadis itu dengan tiba-tiba. "Panggil saja aku dengan nama itu." "Yah, maksudku, Aku benar-benar minta maaf, Nona Karlia. Aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi. Jadi, bisakah kau turun dari kasurku--Ah tidak, maksudku, bisakah kau jelaskan padaku mengenai 'jati diriku' dan 'Wilayah Kesengsaraan' yang tadi kausebutkan?" Senyuman manis kembali terukir di bibir mungil Karlia, dia melipat kedua kakinya dan mulai berbicara dengan aroma yang begitu hangat. "Ceritanya panjang, tapi akan kupersingkat saja," kata Karlia dengan anggun. "Jadi, karena Ayahmu adalah seorang Labeldo, sebagai keturunannya, kau harus memikul tanggung jawab itu. Dengan kata lain, kau menjadi Labeldo bukan karena usahamu sendiri, tapi mewarisi gelar milik ayahmu." "Labeldo? Apa lagi itu?" "Sebutan bagi manusia biasa yang telah melewati Wilayah Kesengsaraan." "Ha?" Sakugo masih belum mengerti sepenuhnya. "Melewati Wilayah Kesengsaraan? Memangnya apa itu 'wilayah kesengsaraan'? Apakah semacam tempat berbahaya?" "Bisa dibilang begitu," sambar Karlia dengan cepat. "Tapi, menyebut Wilayah Kesengsaraan sebagai tempat berbahaya saja belum cukup untuk menggambarkan kebenarannya, karena sesungguhnya, segala macam bahaya ada di dalam tempat itu, karena itulah, tempat itu dinamakan sebagai 'Wilayah Kesengsaraan'." "Memangnya apa yang membuat tempat itu terdengar sangat mengerikan? Apakah di dalamnya ada monster?" "Monster?" Karlia terkikik. "Bagi kami, para Labeldo, monster hanyalah makhluk tak berguna yang kerjanya hanya bisa meraung, merusak dan mengamuk. Itu sama saja seperti kau melihat seekor ayam yang kerjanya hanya berkokok. Yang membuat Wilayah Kesengsaraan terdengar begitu mengerikan adalah para penghuninya, memang monster juga salah satu penghuni tempat itu, tapi mereka hanyalah makhluk tak berakal, jadi kami anggap mereka hanya sebagai hewan buas saja, tidak lebih." "Lalu, siapa penghuni-penghuni tempat itu yang bahkan membuat para monster tak sederajat dengan mereka?" Karlia tersenyum tipis dan melanjutkan penjelasannya, "Sampai disini saja, Sakugo Kiwasaki, aku diamanatkan oleh ayahmu untuk tidak membongkar rahasia-rahasia dari Wilayah Kesengsaraan karena nantinya, kau bisa mati ketakutan. Dari pada itu, akan kukatakan sekali lagi padamu," Karlia mengulurkan tangannya pada Sakugo. "Maukah kau ikut bersamaku untuk menjelajahi Wilayah Kesengsaraan?" Penjelasan yang dikemukakan oleh Karlia berakhir dengan sebuah ajakan pada Sakugo. Tentu saja, Sakugo tidak begitu saja menerima tawaran itu karena ada beberapa hal yang mengganggu pikirannya. Dia khawatir jika Karlia hanyalah gadis gila yang terobsesi dengan hal-hal berbau fantasi yang menyebabkan dia terus berkata-kata tak masuk akal. Bukan hanya itu, dia juga sedikit curiga mengapa gadis cantik sepertinya bisa dengan mudahnya masuk ke dalam tempat bersemayamnya Sakugo. Bahkan pencuri pun tidak akan mampu masuk ke dalam, tapi kenapa gadis itu bisa? Dan, di atas semua itu, dia jadi kepikiran ayahnya yang sudah lama meninggalkannya. Pembicaraan ini sempat menyinggung tentang ayahnya dan itu membuat perasaan rindu Sakugo pada beliau kembali muncul. "Aku... tidak bisa." Jawaban singkat yang terlontar begitu saja dari mulut Sakugo berhasil membuat wajah tenang Karlia berubah menjadi kaget. "Maafkan aku, aku tidak bisa. Sebentar lagi tugas rumahanku akan menumpuk dan aku tidak punya waktu untuk bermain-main denganmu, Nona Karlia. Kau boleh keluar jika mau, tenang saja, aku tidak akan bilang pada siapa pun mengenai kejadian ini." "Kasar sekali," Karlia menggelengkan kepalanya. "Sudah kuduga, pendidikan tidak menjamin seberapa baiknya seseorang. Baiklah, biar kukatakan sekali lagi, maukah kau ikut bersamaku, Sakugo Kiwasaki?" "Tidak, aku tidak bisa, Nona Karlia." "Sayang sekali, ya," Karlia lompat dari kasur Sakugo dan mendarat di lantai, kemudian dia berjalan pelan mendekatinya dan berbisik, "Aku pasti akan datang lagi, Sakugo Kiwasaki." Lalu, wujud Karlia menghilang begitu saja dari kamar Sakugo tanpa keluar melalui pintu depan. Sadar akan hal itu membuat Sakugo tersentak. "Apa-apaan dia itu?" Sakugo meneguk ludahnya kembali. "Seorang gadis kecil mengajakku ke tempat yang tak masuk akal? Dan juga, apa yang membuatnya tertarik memasuki kamarku? Yah sudahlah, lebih baik aku tidur." Keesokan harinya, peristiwa mengejutkan terjadi di sekolah Sakugo. BERSAMBUNG ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD