Flow of Life - 16

4364 Words
Aku dan terkejut saat mendengar suara dari Galliard yang telah sadar dari pingsannya, dia sepertinya sudah mendengar apa yang sedang kubicarakan dan bahas dengan Tuan Jonas sehingga dia bisa menyimpulkan apa yang kami bicarakan sehingga membuatnya paham pada masa lalu yang pernah dialami oleh Skrillex, Yazkiel, dan Hanallela. Sebetulnya, aku senang Tuan Jonas mau menceritakan soal asal-muasal dari tiga murid hebatnya, tapi aku tidak tahu kalau Galliard juga ikut mendengar pembicaraan sehingga itu bisa saja disalahgunakan oleh Galliard untuk sesuatu yang menguntungkannya, sebab informasi mengenai masa lalu itu penting. Aku khawatir Galliard menggunakan apa yang didengarnya untuk mengejek atau mengancam Skrillex, Yazkiel, dan Hanallela, sebab orang itu selalu saja punya pemikiran yang bertolak belakang denganku. “Aku tidak pernah menduga kalau ternyata mereka punya masa lalu yang menyakitkan, kupikir hidup mereka selalu mudah dan tidak ada hambatan,” ucap Galliard sembari membangunkan dirinya untuk duduk di tepian ranjang, lalu ia menoleh dan menatap mata Tuan Jonas yang berdiri di sebelahnya dengan tajam. “Tapi aku sangat senang karena kau mau menceritakan itu pada Osamu dan bisa didengar juga olehku. Aku yakin, informasi yang kau bagikan pada kami akan sangat berguna untuk diri kami. Aku tidak sabar ingin bertemu dengan tiga anak itu, mengingatkan mereka pada masa lalu kelamnya, aku penasaran bagaimana reaksi mereka saat junior mereka mengetahui soal itu. Hahahahahahah!” Ketika Galliard mengatakan itu, perasaanku dilanda dengan hal-hal membahayakan, aku yakin dia pasti akan membuat masalah yang lebih besar lagi di sini, tepatnya pada senior-senior kami, itu tidak boleh sampai terjadi. Seharusnya dia bisa kapok atas apa yang menimpanya hari ini, tapi mengapa dia masih saja punya pemikiran dan rencana licik seperti itu, kumohon Galliard, berpikirlah yang sehat. Lagipula, untuk apa Galliard melakukan itu, yang ada dia pasti akan babak belur lagi oleh salah satu dari mereka, atau kemungkinan buruknya, bisa saja dia dikeroyok oleh mereka bertiga secara bersamaan. Melawan Yazkiel saja, dia sampai babak belur seperti itu, bagaimana kalau diserang oleh tiga orang sekaligus? Itu terlalu berbahaya. Sangat berbahaya. “Galliard! Stop! Berhentilah berpikir begitu! Kau seharusnya bisa sadar atas apa yang telah kau alami saat ini! Lihatlah tubuhmu! Lihatlah wajahmu! Semuanya babak belur! Jika kau punya akal sehat, seharusnya kau trauma dan tidak ingin berurusan dengan mereka lagi! Tapi anehnya, kau masih saja ingin mengganggu mereka! Apa kau belum sadar kalau mereka itu senior kita! Mereka itu sangat kuat dan cerdas! Juga punya pengaruh dan bawahan yang sangat banyak! Jika kau membuat masalah dengan mereka, hidupmu bisa lebih buruk dari sekedar babak belur seperti itu!” Mendengar semua yang kukatakan, Galliard hanya melongo dengan santai, sementara Tuan Jonas memandangiku dengan serius. “Sudah?” celetuk Galliard dengan menghela napas setelah melihatku selesai berseru-seru. “Dengar ini, Osamu. Kau sepertinya salah paham pada sesuatu, aku melakukan itu bukan untuk bersenang-senang, aku hanya ingin memberitahumu bahwa menjalani hidup dengan cara yang berbeda dari orang lain itu tidak buruk. Aku paham, kau masih sangat menjunjung tinggi norma kesopanan pada senior dan blablabla lainnya, tapi coba pikirkanlah, apa kau tidak muak dan kesal melihat tingkah sombong dan angkuh mereka? Apa kau tidak kepikiran sekali saja untuk menantang dan mengalahkan mereka? Aku tahu, kau pasti berpikir itu mustahil dan aku juga sadar akan hal itu. Tapi meskipun kau kalah, meskipun kau babak belur, tapi mereka akan jadi waspada terhadapmu. Mereka tidak akan lagi bersikap semena-mena padamu, karena mereka tahu, kau bukan tipe orang yang tunduk begitu saja pada peraturan, dan lama-kelamaan, mereka akan menjauhimu dan mengabaikanmu, atau di kemungkinan lainnya, mereka bisa saja tertarik padamu dan ingin menjadikanmu sebagai salah satu dari mereka. Bukankah itu hebat!?” Aku melotot mendengarnya. Pemikiran macam apa itu? Aku tidak pernah menyangka Galliard punya pemikiran konyol seperti itu di kepalanya, sungguh, dari ratusan hal, cuma hal ini yang membuatku bingung dan kaget. Aku baru tahu ada orang yang bisa menciptakan metode-metode agar membuat orang lain bersikap seperti yang diinginkannya, dan metode yang ia ambil adalah yang paling buruk, yaitu dengan pemberontakan dan pembangkangan. Jujur, itu adalah pemikiran paling aneh yang pernah kudengar, dan aku sama sekali tidak tertarik untuk mempelajarinya apalagi mempraktekannya di kehidupanku. Itu sangat-sangat-sangat beresiko. “Oke, Galliard, dengarkan aku dulu, justru aku merasa ada yang tidak beres dengan kepalamu. Alih-alih membawamu ke dokter, mungkin lebih baik aku membawamu ke psikiater, kau pasti punya masalah di dalam dirimu. Tidak apa-apa, itu wajar. Semua orang punya keunikan masing-masing di dalam dirinya, dan kebetulan, untuk kasusmu, kau terlalu unik untuk dibiarkan begitu saja.” Ucapku dengan tersenyum tipis pada Galliard, bersikap seramah mungkin agar dia bisa tenang dan memahami apa yang kukatakan. “Osamu, apa kau menganggapku aneh dan gila?” Galliard terbelalak saat melihat dan mendengar responku setelah ia berikan penjelasan mengenai pola pikir anehnya itu. Galliard tampak jengkel pada reaksi yang kutampilkan, dia merasa diremehkan. “Baiklah, terserah dirimu saja. Sekarang, aku ingin kau urusi saja kehidupanmu sendiri. Jangan minta bantuanku lagi, aku sudah muak berpura-pura menjadi manusia sepertimu, aku ingin kembali menjadi wujudku yang sebenarnya. Aku tidak seharusnya berada di sini dan menjadi seperti ini. Aku akan pergi, Osamu.” Disitu aku langsung berdiri dari kursi dan berlari mendatangi Galliard, kemudian aku peluk perwujudan kebencianku itu dengan erat. “Jangan kumohon, Galliard! Bukan seperti itu maksudku! Aku tidak bermaksud meremehkan atau merendahkan pemikiranmu! Aku minta maaf, Galliard! Aku mengaku salah! Tolong, jangan tinggalkan aku di sini sendiri! Aku tidak mau kau pergi! Aku ingin kau tetap di sini! Menemaniku! Galliard!” Sayangnya, Galliard tidak mengubah keputusannya, bahkan wujud yang sedang peluk, tiba-tiba lenyap begitu saja menjadi udara, dia telah kembali masuk ke dalam diriku, bersatu di dalam perasaanku, tepatnya di daerah kebencianku, sebab Galliard adalah perwujudan dari kebencianku. Kehilangan Galliard langsung membuatku cemas, bagaimana caranya aku bertahan hidup di kota ini sementara orang yang membawaku ke sini telah pergi. Aku jadi merasa kesepian sekarang, tidak ada lagi orang yang membuatku jengkel lagi di sampingku. Aku benar-benar merasa kesepian. “Osamu? Kau baik-baik saja?” Tiba-tiba saja, aku mendengar suara seseorang yang tidak asing di belakangku, dan saat kubalikkan badanku untuk melihatnya, aku terkejut saat Galliard sedang berdiri di hadapanku dengan menahan tawanya. “GALLIARDAAAAAAAAAAAAAAA!” Aku langsung memeluk erat badan Galliard, sementara orang itu tertawa terbahak-bahak melihatku seperti ini. “Maafkan aku! Maafkan aku, Galliard! Aku mengaku salah! Aku telah membuatmu kecewa! Aku telah membuatmu sakit hati! Aku benar-benar minta maaf! Tolong jangan tinggalkan aku! Aku tidak bisa hidup di sini tanpamu! Kau adalah diriku! Galliard! Jangan pergi lagi! Kumohoooooooooon!” Disitu, tawa Galliard jadi semakin keras, sementara Tuan Jonas yang memperhatikan kami, hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, betapa konyolnya dua murid barunya ini. Aku dan terkejut saat mendengar suara dari Galliard yang telah sadar dari pingsannya, dia sepertinya sudah mendengar apa yang sedang kubicarakan dan bahas dengan Tuan Jonas sehingga dia bisa menyimpulkan apa yang kami bicarakan sehingga membuatnya paham pada masa lalu yang pernah dialami oleh Skrillex, Yazkiel, dan Hanallela. Sebetulnya, aku senang Tuan Jonas mau menceritakan soal asal-muasal dari tiga murid hebatnya, tapi aku tidak tahu kalau Galliard juga ikut mendengar pembicaraan sehingga itu bisa saja disalahgunakan oleh Galliard untuk sesuatu yang menguntungkannya, sebab informasi mengenai masa lalu itu penting. Aku khawatir Galliard menggunakan apa yang didengarnya untuk mengejek atau mengancam Skrillex, Yazkiel, dan Hanallela, sebab orang itu selalu saja punya pemikiran yang bertolak belakang denganku. “Aku tidak pernah menduga kalau ternyata mereka punya masa lalu yang menyakitkan, kupikir hidup mereka selalu mudah dan tidak ada hambatan,” ucap Galliard sembari membangunkan dirinya untuk duduk di tepian ranjang, lalu ia menoleh dan menatap mata Tuan Jonas yang berdiri di sebelahnya dengan tajam. “Tapi aku sangat senang karena kau mau menceritakan itu pada Osamu dan bisa didengar juga olehku. Aku yakin, informasi yang kau bagikan pada kami akan sangat berguna untuk diri kami. Aku tidak sabar ingin bertemu dengan tiga anak itu, mengingatkan mereka pada masa lalu kelamnya, aku penasaran bagaimana reaksi mereka saat junior mereka mengetahui soal itu. Hahahahahahah!” Ketika Galliard mengatakan itu, perasaanku dilanda dengan hal-hal membahayakan, aku yakin dia pasti akan membuat masalah yang lebih besar lagi di sini, tepatnya pada senior-senior kami, itu tidak boleh sampai terjadi. Seharusnya dia bisa kapok atas apa yang menimpanya hari ini, tapi mengapa dia masih saja punya pemikiran dan rencana licik seperti itu, kumohon Galliard, berpikirlah yang sehat. Lagipula, untuk apa Galliard melakukan itu, yang ada dia pasti akan babak belur lagi oleh salah satu dari mereka, atau kemungkinan buruknya, bisa saja dia dikeroyok oleh mereka bertiga secara bersamaan. Melawan Yazkiel saja, dia sampai babak belur seperti itu, bagaimana kalau diserang oleh tiga orang sekaligus? Itu terlalu berbahaya. Sangat berbahaya. “Galliard! Stop! Berhentilah berpikir begitu! Kau seharusnya bisa sadar atas apa yang telah kau alami saat ini! Lihatlah tubuhmu! Lihatlah wajahmu! Semuanya babak belur! Jika kau punya akal sehat, seharusnya kau trauma dan tidak ingin berurusan dengan mereka lagi! Tapi anehnya, kau masih saja ingin mengganggu mereka! Apa kau belum sadar kalau mereka itu senior kita! Mereka itu sangat kuat dan cerdas! Juga punya pengaruh dan bawahan yang sangat banyak! Jika kau membuat masalah dengan mereka, hidupmu bisa lebih buruk dari sekedar babak belur seperti itu!” Mendengar semua yang kukatakan, Galliard hanya melongo dengan santai, sementara Tuan Jonas memandangiku dengan serius. “Sudah?” celetuk Galliard dengan menghela napas setelah melihatku selesai berseru-seru. “Dengar ini, Osamu. Kau sepertinya salah paham pada sesuatu, aku melakukan itu bukan untuk bersenang-senang, aku hanya ingin memberitahumu bahwa menjalani hidup dengan cara yang berbeda dari orang lain itu tidak buruk. Aku paham, kau masih sangat menjunjung tinggi norma kesopanan pada senior dan blablabla lainnya, tapi coba pikirkanlah, apa kau tidak muak dan kesal melihat tingkah sombong dan angkuh mereka? Apa kau tidak kepikiran sekali saja untuk menantang dan mengalahkan mereka? Aku tahu, kau pasti berpikir itu mustahil dan aku juga sadar akan hal itu. Tapi meskipun kau kalah, meskipun kau babak belur, tapi mereka akan jadi waspada terhadapmu. Mereka tidak akan lagi bersikap semena-mena padamu, karena mereka tahu, kau bukan tipe orang yang tunduk begitu saja pada peraturan, dan lama-kelamaan, mereka akan menjauhimu dan mengabaikanmu, atau di kemungkinan lainnya, mereka bisa saja tertarik padamu dan ingin menjadikanmu sebagai salah satu dari mereka. Bukankah itu hebat!?” Aku melotot mendengarnya. Pemikiran macam apa itu? Aku tidak pernah menyangka Galliard punya pemikiran konyol seperti itu di kepalanya, sungguh, dari ratusan hal, cuma hal ini yang membuatku bingung dan kaget. Aku baru tahu ada orang yang bisa menciptakan metode-metode agar membuat orang lain bersikap seperti yang diinginkannya, dan metode yang ia ambil adalah yang paling buruk, yaitu dengan pemberontakan dan pembangkangan. Jujur, itu adalah pemikiran paling aneh yang pernah kudengar, dan aku sama sekali tidak tertarik untuk mempelajarinya apalagi mempraktekannya di kehidupanku. Itu sangat-sangat-sangat beresiko. “Oke, Galliard, dengarkan aku dulu, justru aku merasa ada yang tidak beres dengan kepalamu. Alih-alih membawamu ke dokter, mungkin lebih baik aku membawamu ke psikiater, kau pasti punya masalah di dalam dirimu. Tidak apa-apa, itu wajar. Semua orang punya keunikan masing-masing di dalam dirinya, dan kebetulan, untuk kasusmu, kau terlalu unik untuk dibiarkan begitu saja.” Ucapku dengan tersenyum tipis pada Galliard, bersikap seramah mungkin agar dia bisa tenang dan memahami apa yang kukatakan. “Osamu, apa kau menganggapku aneh dan gila?” Galliard terbelalak saat melihat dan mendengar responku setelah ia berikan penjelasan mengenai pola pikir anehnya itu. Galliard tampak jengkel pada reaksi yang kutampilkan, dia merasa diremehkan. “Baiklah, terserah dirimu saja. Sekarang, aku ingin kau urusi saja kehidupanmu sendiri. Jangan minta bantuanku lagi, aku sudah muak berpura-pura menjadi manusia sepertimu, aku ingin kembali menjadi wujudku yang sebenarnya. Aku tidak seharusnya berada di sini dan menjadi seperti ini. Aku akan pergi, Osamu.” Disitu aku langsung berdiri dari kursi dan berlari mendatangi Galliard, kemudian aku peluk perwujudan kebencianku itu dengan erat. “Jangan kumohon, Galliard! Bukan seperti itu maksudku! Aku tidak bermaksud meremehkan atau merendahkan pemikiranmu! Aku minta maaf, Galliard! Aku mengaku salah! Tolong, jangan tinggalkan aku di sini sendiri! Aku tidak mau kau pergi! Aku ingin kau tetap di sini! Menemaniku! Galliard!” Sayangnya, Galliard tidak mengubah keputusannya, bahkan wujud yang sedang peluk, tiba-tiba lenyap begitu saja menjadi udara, dia telah kembali masuk ke dalam diriku, bersatu di dalam perasaanku, tepatnya di daerah kebencianku, sebab Galliard adalah perwujudan dari kebencianku. Kehilangan Galliard langsung membuatku cemas, bagaimana caranya aku bertahan hidup di kota ini sementara orang yang membawaku ke sini telah pergi. Aku jadi merasa kesepian sekarang, tidak ada lagi orang yang membuatku jengkel lagi di sampingku. Aku benar-benar merasa kesepian. “Osamu? Kau baik-baik saja?” Tiba-tiba saja, aku mendengar suara seseorang yang tidak asing di belakangku, dan saat kubalikkan badanku untuk melihatnya, aku terkejut saat Galliard sedang berdiri di hadapanku dengan menahan tawanya. “GALLIARDAAAAAAAAAAAAAAA!” Aku langsung memeluk erat badan Galliard, sementara orang itu tertawa terbahak-bahak melihatku seperti ini. “Maafkan aku! Maafkan aku, Galliard! Aku mengaku salah! Aku telah membuatmu kecewa! Aku telah membuatmu sakit hati! Aku benar-benar minta maaf! Tolong jangan tinggalkan aku! Aku tidak bisa hidup di sini tanpamu! Kau adalah diriku! Galliard! Jangan pergi lagi! Kumohoooooooooon!” Disitu, tawa Galliard jadi semakin keras, sementara Tuan Jonas yang memperhatikan kami, hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, betapa konyolnya dua murid barunya ini. Aku dan terkejut saat mendengar suara dari Galliard yang telah sadar dari pingsannya, dia sepertinya sudah mendengar apa yang sedang kubicarakan dan bahas dengan Tuan Jonas sehingga dia bisa menyimpulkan apa yang kami bicarakan sehingga membuatnya paham pada masa lalu yang pernah dialami oleh Skrillex, Yazkiel, dan Hanallela. Sebetulnya, aku senang Tuan Jonas mau menceritakan soal asal-muasal dari tiga murid hebatnya, tapi aku tidak tahu kalau Galliard juga ikut mendengar pembicaraan sehingga itu bisa saja disalahgunakan oleh Galliard untuk sesuatu yang menguntungkannya, sebab informasi mengenai masa lalu itu penting. Aku khawatir Galliard menggunakan apa yang didengarnya untuk mengejek atau mengancam Skrillex, Yazkiel, dan Hanallela, sebab orang itu selalu saja punya pemikiran yang bertolak belakang denganku. “Aku tidak pernah menduga kalau ternyata mereka punya masa lalu yang menyakitkan, kupikir hidup mereka selalu mudah dan tidak ada hambatan,” ucap Galliard sembari membangunkan dirinya untuk duduk di tepian ranjang, lalu ia menoleh dan menatap mata Tuan Jonas yang berdiri di sebelahnya dengan tajam. “Tapi aku sangat senang karena kau mau menceritakan itu pada Osamu dan bisa didengar juga olehku. Aku yakin, informasi yang kau bagikan pada kami akan sangat berguna untuk diri kami. Aku tidak sabar ingin bertemu dengan tiga anak itu, mengingatkan mereka pada masa lalu kelamnya, aku penasaran bagaimana reaksi mereka saat junior mereka mengetahui soal itu. Hahahahahahah!” Ketika Galliard mengatakan itu, perasaanku dilanda dengan hal-hal membahayakan, aku yakin dia pasti akan membuat masalah yang lebih besar lagi di sini, tepatnya pada senior-senior kami, itu tidak boleh sampai terjadi. Seharusnya dia bisa kapok atas apa yang menimpanya hari ini, tapi mengapa dia masih saja punya pemikiran dan rencana licik seperti itu, kumohon Galliard, berpikirlah yang sehat. Lagipula, untuk apa Galliard melakukan itu, yang ada dia pasti akan babak belur lagi oleh salah satu dari mereka, atau kemungkinan buruknya, bisa saja dia dikeroyok oleh mereka bertiga secara bersamaan. Melawan Yazkiel saja, dia sampai babak belur seperti itu, bagaimana kalau diserang oleh tiga orang sekaligus? Itu terlalu berbahaya. Sangat berbahaya. “Galliard! Stop! Berhentilah berpikir begitu! Kau seharusnya bisa sadar atas apa yang telah kau alami saat ini! Lihatlah tubuhmu! Lihatlah wajahmu! Semuanya babak belur! Jika kau punya akal sehat, seharusnya kau trauma dan tidak ingin berurusan dengan mereka lagi! Tapi anehnya, kau masih saja ingin mengganggu mereka! Apa kau belum sadar kalau mereka itu senior kita! Mereka itu sangat kuat dan cerdas! Juga punya pengaruh dan bawahan yang sangat banyak! Jika kau membuat masalah dengan mereka, hidupmu bisa lebih buruk dari sekedar babak belur seperti itu!” Mendengar semua yang kukatakan, Galliard hanya melongo dengan santai, sementara Tuan Jonas memandangiku dengan serius. “Sudah?” celetuk Galliard dengan menghela napas setelah melihatku selesai berseru-seru. “Dengar ini, Osamu. Kau sepertinya salah paham pada sesuatu, aku melakukan itu bukan untuk bersenang-senang, aku hanya ingin memberitahumu bahwa menjalani hidup dengan cara yang berbeda dari orang lain itu tidak buruk. Aku paham, kau masih sangat menjunjung tinggi norma kesopanan pada senior dan blablabla lainnya, tapi coba pikirkanlah, apa kau tidak muak dan kesal melihat tingkah sombong dan angkuh mereka? Apa kau tidak kepikiran sekali saja untuk menantang dan mengalahkan mereka? Aku tahu, kau pasti berpikir itu mustahil dan aku juga sadar akan hal itu. Tapi meskipun kau kalah, meskipun kau babak belur, tapi mereka akan jadi waspada terhadapmu. Mereka tidak akan lagi bersikap semena-mena padamu, karena mereka tahu, kau bukan tipe orang yang tunduk begitu saja pada peraturan, dan lama-kelamaan, mereka akan menjauhimu dan mengabaikanmu, atau di kemungkinan lainnya, mereka bisa saja tertarik padamu dan ingin menjadikanmu sebagai salah satu dari mereka. Bukankah itu hebat!?” Aku melotot mendengarnya. Pemikiran macam apa itu? Aku tidak pernah menyangka Galliard punya pemikiran konyol seperti itu di kepalanya, sungguh, dari ratusan hal, cuma hal ini yang membuatku bingung dan kaget. Aku baru tahu ada orang yang bisa menciptakan metode-metode agar membuat orang lain bersikap seperti yang diinginkannya, dan metode yang ia ambil adalah yang paling buruk, yaitu dengan pemberontakan dan pembangkangan. Jujur, itu adalah pemikiran paling aneh yang pernah kudengar, dan aku sama sekali tidak tertarik untuk mempelajarinya apalagi mempraktekannya di kehidupanku. Itu sangat-sangat-sangat beresiko. “Oke, Galliard, dengarkan aku dulu, justru aku merasa ada yang tidak beres dengan kepalamu. Alih-alih membawamu ke dokter, mungkin lebih baik aku membawamu ke psikiater, kau pasti punya masalah di dalam dirimu. Tidak apa-apa, itu wajar. Semua orang punya keunikan masing-masing di dalam dirinya, dan kebetulan, untuk kasusmu, kau terlalu unik untuk dibiarkan begitu saja.” Ucapku dengan tersenyum tipis pada Galliard, bersikap seramah mungkin agar dia bisa tenang dan memahami apa yang kukatakan. “Osamu, apa kau menganggapku aneh dan gila?” Galliard terbelalak saat melihat dan mendengar responku setelah ia berikan penjelasan mengenai pola pikir anehnya itu. Galliard tampak jengkel pada reaksi yang kutampilkan, dia merasa diremehkan. “Baiklah, terserah dirimu saja. Sekarang, aku ingin kau urusi saja kehidupanmu sendiri. Jangan minta bantuanku lagi, aku sudah muak berpura-pura menjadi manusia sepertimu, aku ingin kembali menjadi wujudku yang sebenarnya. Aku tidak seharusnya berada di sini dan menjadi seperti ini. Aku akan pergi, Osamu.” Disitu aku langsung berdiri dari kursi dan berlari mendatangi Galliard, kemudian aku peluk perwujudan kebencianku itu dengan erat. “Jangan kumohon, Galliard! Bukan seperti itu maksudku! Aku tidak bermaksud meremehkan atau merendahkan pemikiranmu! Aku minta maaf, Galliard! Aku mengaku salah! Tolong, jangan tinggalkan aku di sini sendiri! Aku tidak mau kau pergi! Aku ingin kau tetap di sini! Menemaniku! Galliard!” Sayangnya, Galliard tidak mengubah keputusannya, bahkan wujud yang sedang peluk, tiba-tiba lenyap begitu saja menjadi udara, dia telah kembali masuk ke dalam diriku, bersatu di dalam perasaanku, tepatnya di daerah kebencianku, sebab Galliard adalah perwujudan dari kebencianku. Kehilangan Galliard langsung membuatku cemas, bagaimana caranya aku bertahan hidup di kota ini sementara orang yang membawaku ke sini telah pergi. Aku jadi merasa kesepian sekarang, tidak ada lagi orang yang membuatku jengkel lagi di sampingku. Aku benar-benar merasa kesepian. “Osamu? Kau baik-baik saja?” Tiba-tiba saja, aku mendengar suara seseorang yang tidak asing di belakangku, dan saat kubalikkan badanku untuk melihatnya, aku terkejut saat Galliard sedang berdiri di hadapanku dengan menahan tawanya. “GALLIARDAAAAAAAAAAAAAAA!” Aku langsung memeluk erat badan Galliard, sementara orang itu tertawa terbahak-bahak melihatku seperti ini. “Maafkan aku! Maafkan aku, Galliard! Aku mengaku salah! Aku telah membuatmu kecewa! Aku telah membuatmu sakit hati! Aku benar-benar minta maaf! Tolong jangan tinggalkan aku! Aku tidak bisa hidup di sini tanpamu! Kau adalah diriku! Galliard! Jangan pergi lagi! Kumohoooooooooon!” Disitu, tawa Galliard jadi semakin keras, sementara Tuan Jonas yang memperhatikan kami, hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, betapa konyolnya dua murid barunya ini. Aku dan terkejut saat mendengar suara dari Galliard yang telah sadar dari pingsannya, dia sepertinya sudah mendengar apa yang sedang kubicarakan dan bahas dengan Tuan Jonas sehingga dia bisa menyimpulkan apa yang kami bicarakan sehingga membuatnya paham pada masa lalu yang pernah dialami oleh Skrillex, Yazkiel, dan Hanallela. Sebetulnya, aku senang Tuan Jonas mau menceritakan soal asal-muasal dari tiga murid hebatnya, tapi aku tidak tahu kalau Galliard juga ikut mendengar pembicaraan sehingga itu bisa saja disalahgunakan oleh Galliard untuk sesuatu yang menguntungkannya, sebab informasi mengenai masa lalu itu penting. Aku khawatir Galliard menggunakan apa yang didengarnya untuk mengejek atau mengancam Skrillex, Yazkiel, dan Hanallela, sebab orang itu selalu saja punya pemikiran yang bertolak belakang denganku. “Aku tidak pernah menduga kalau ternyata mereka punya masa lalu yang menyakitkan, kupikir hidup mereka selalu mudah dan tidak ada hambatan,” ucap Galliard sembari membangunkan dirinya untuk duduk di tepian ranjang, lalu ia menoleh dan menatap mata Tuan Jonas yang berdiri di sebelahnya dengan tajam. “Tapi aku sangat senang karena kau mau menceritakan itu pada Osamu dan bisa didengar juga olehku. Aku yakin, informasi yang kau bagikan pada kami akan sangat berguna untuk diri kami. Aku tidak sabar ingin bertemu dengan tiga anak itu, mengingatkan mereka pada masa lalu kelamnya, aku penasaran bagaimana reaksi mereka saat junior mereka mengetahui soal itu. Hahahahahahah!” Ketika Galliard mengatakan itu, perasaanku dilanda dengan hal-hal membahayakan, aku yakin dia pasti akan membuat masalah yang lebih besar lagi di sini, tepatnya pada senior-senior kami, itu tidak boleh sampai terjadi. Seharusnya dia bisa kapok atas apa yang menimpanya hari ini, tapi mengapa dia masih saja punya pemikiran dan rencana licik seperti itu, kumohon Galliard, berpikirlah yang sehat. Lagipula, untuk apa Galliard melakukan itu, yang ada dia pasti akan babak belur lagi oleh salah satu dari mereka, atau kemungkinan buruknya, bisa saja dia dikeroyok oleh mereka bertiga secara bersamaan. Melawan Yazkiel saja, dia sampai babak belur seperti itu, bagaimana kalau diserang oleh tiga orang sekaligus? Itu terlalu berbahaya. Sangat berbahaya. “Galliard! Stop! Berhentilah berpikir begitu! Kau seharusnya bisa sadar atas apa yang telah kau alami saat ini! Lihatlah tubuhmu! Lihatlah wajahmu! Semuanya babak belur! Jika kau punya akal sehat, seharusnya kau trauma dan tidak ingin berurusan dengan mereka lagi! Tapi anehnya, kau masih saja ingin mengganggu mereka! Apa kau belum sadar kalau mereka itu senior kita! Mereka itu sangat kuat dan cerdas! Juga punya pengaruh dan bawahan yang sangat banyak! Jika kau membuat masalah dengan mereka, hidupmu bisa lebih buruk dari sekedar babak belur seperti itu!” Mendengar semua yang kukatakan, Galliard hanya melongo dengan santai, sementara Tuan Jonas memandangiku dengan serius. “Sudah?” celetuk Galliard dengan menghela napas setelah melihatku selesai berseru-seru. “Dengar ini, Osamu. Kau sepertinya salah paham pada sesuatu, aku melakukan itu bukan untuk bersenang-senang, aku hanya ingin memberitahumu bahwa menjalani hidup dengan cara yang berbeda dari orang lain itu tidak buruk. Aku paham, kau masih sangat menjunjung tinggi norma kesopanan pada senior dan blablabla lainnya, tapi coba pikirkanlah, apa kau tidak muak dan kesal melihat tingkah sombong dan angkuh mereka? Apa kau tidak kepikiran sekali saja untuk menantang dan mengalahkan mereka? Aku tahu, kau pasti berpikir itu mustahil dan aku juga sadar akan hal itu. Tapi meskipun kau kalah, meskipun kau babak belur, tapi mereka akan jadi waspada terhadapmu. Mereka tidak akan lagi bersikap semena-mena padamu, karena mereka tahu, kau bukan tipe orang yang tunduk begitu saja pada peraturan, dan lama-kelamaan, mereka akan menjauhimu dan mengabaikanmu, atau di kemungkinan lainnya, mereka bisa saja tertarik padamu dan ingin menjadikanmu sebagai salah satu dari mereka. Bukankah itu hebat!?” Aku melotot mendengarnya. Pemikiran macam apa itu? Aku tidak pernah menyangka Galliard punya pemikiran konyol seperti itu di kepalanya, sungguh, dari ratusan hal, cuma hal ini yang membuatku bingung dan kaget. Aku baru tahu ada orang yang bisa menciptakan metode-metode agar membuat orang lain bersikap seperti yang diinginkannya, dan metode yang ia ambil adalah yang paling buruk, yaitu dengan pemberontakan dan pembangkangan. Jujur, itu adalah pemikiran paling aneh yang pernah kudengar, dan aku sama sekali tidak tertarik untuk mempelajarinya apalagi mempraktekannya di kehidupanku. Itu sangat-sangat-sangat beresiko. “Oke, Galliard, dengarkan aku dulu, justru aku merasa ada yang tidak beres dengan kepalamu. Alih-alih membawamu ke dokter, mungkin lebih baik aku membawamu ke psikiater, kau pasti punya masalah di dalam dirimu. Tidak apa-apa, itu wajar. Semua orang punya keunikan masing-masing di dalam dirinya, dan kebetulan, untuk kasusmu, kau terlalu unik untuk dibiarkan begitu saja.” Ucapku dengan tersenyum tipis pada Galliard, bersikap seramah mungkin agar dia bisa tenang dan memahami apa yang kukatakan. “Osamu, apa kau menganggapku aneh dan gila?” Galliard terbelalak saat melihat dan mendengar responku setelah ia berikan penjelasan mengenai pola pikir anehnya itu. Galliard tampak jengkel pada reaksi yang kutampilkan, dia merasa diremehkan. “Baiklah, terserah dirimu saja. Sekarang, aku ingin kau urusi saja kehidupanmu sendiri. Jangan minta bantuanku lagi, aku sudah muak berpura-pura menjadi manusia sepertimu, aku ingin kembali menjadi wujudku yang sebenarnya. Aku tidak seharusnya berada di sini dan menjadi seperti ini. Aku akan pergi, Osamu.” Disitu aku langsung berdiri dari kursi dan berlari mendatangi Galliard, kemudian aku peluk perwujudan kebencianku itu dengan erat. “Jangan kumohon, Galliard! Bukan seperti itu maksudku! Aku tidak bermaksud meremehkan atau merendahkan pemikiranmu! Aku minta maaf, Galliard! Aku mengaku salah! Tolong, jangan tinggalkan aku di sini sendiri! Aku tidak mau kau pergi! Aku ingin kau tetap di sini! Menemaniku! Galliard!” Sayangnya, Galliard tidak mengubah keputusannya, bahkan wujud yang sedang peluk, tiba-tiba lenyap begitu saja menjadi udara, dia telah kembali masuk ke dalam diriku, bersatu di dalam perasaanku, tepatnya di daerah kebencianku, sebab Galliard adalah perwujudan dari kebencianku. Kehilangan Galliard langsung membuatku cemas, bagaimana caranya aku bertahan hidup di kota ini sementara orang yang membawaku ke sini telah pergi. Aku jadi merasa kesepian sekarang, tidak ada lagi orang yang membuatku jengkel lagi di sampingku. Aku benar-benar merasa kesepian. “Osamu? Kau baik-baik saja?” Tiba-tiba saja, aku mendengar suara seseorang yang tidak asing di belakangku, dan saat kubalikkan badanku untuk melihatnya, aku terkejut saat Galliard sedang berdiri di hadapanku dengan menahan tawanya. “GALLIARDAAAAAAAAAAAAAAA!” Aku langsung memeluk erat badan Galliard, sementara orang itu tertawa terbahak-bahak melihatku seperti ini. “Maafkan aku! Maafkan aku, Galliard! Aku mengaku salah! Aku telah membuatmu kecewa! Aku telah membuatmu sakit hati! Aku benar-benar minta maaf! Tolong jangan tinggalkan aku! Aku tidak bisa hidup di sini tanpamu! Kau adalah diriku! Galliard! Jangan pergi lagi! Kumohoooooooooon!” Disitu, tawa Galliard jadi semakin keras, sementara Tuan Jonas yang memperhatikan kami, hanya tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, betapa konyolnya dua murid barunya ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD