Flow of Life - 45

2115 Words
Berakhirnya pertandingan ketiga telah menghasilkan kemenangan telak untuk Abbas Jorell dan Cherry Iristalia dalam mengalahkan mentor mereka sendiri, yaitu Paul Cozelario. Mereka berdua secara resmi telah lolos dan berhak untuk lanjut ke babak berikutnya, itu adalah prestasi dan hasil yang bagus, terutama setelah keduanya sempat bertengkar habis-habisan di tengah pertandingan. Bahkan sebelumnya Cherry saja merasa tidak akan mampu untuk memenangkan pertarungan bersama Abbas, karena orang itu memiliki pola pikir dan cara kerja yang berlawanan dengannya, tapi siapa sangka kalau pasangannya ternyata mempunyai cara yang mudah dan cepat untuk mengalahkan Paul, dan itu juga berhasil mengagetkan seluruh penonton. Ya, Abbas secara mendadak mengaktifkan dan menunjukkan sebuah kemampuan unik dan ajaib yang membuat siapa pun yang melihatnya menganga dalam ketakjuban. Tentu saja, sebab Abbas tiba-tiba saja dapat mengangkat tubuh Paul melayang-layang di udara tanpa disentuh oleh tangannya sedikitpun, dan saat ia menjelaskan bahwa melayangnya tubuh Paul bukan berasal dari kekuatan roh kunang-kunang atau kekuatan robot, melainkan meminta dan memperoleh bantuan dari alam, semua orang langsung terkejut mendengarnya, terutama Cherry dan Paul yang tidak pernah diberitahu kalau rekan mereka ternyata memiliki kemampuan seperti itu. Awalnya Paul membentak dan memarahi Abbas karena menganggap kalau dia menyembunyikan kekuatan itu dari semua rekannya dan tidak mau membicarakannya, tapi setelah dijelaskan secara baik-baik, ternyata lelaki tinggi berkulit gelap itu bukannya mau merahasiakan atau enggan untuk memberitahu teman-temannya, melainkan dia juga lupa dengan kemampuan tersebut. Sebab terakhir kali dia menggunakan kekuatan itu saat dirinya berusia 12 tahun, sesudahnya Abbas tidak pernah mengaktifkannya lagi sampai akhirnya sekarang dia teringat lagi pada kemampuan itu dan mencoba untuk mengaktifkannya kembali. Sebetulnya tidak terlalu tepat jika itu disebut sebagai ‘kekuatan, ‘kemampuan’ atau pun ‘sihir’, karena sejatinya itu lebih mirip seperti bakat bawaan yang membuat Abbas dapat meminta dan memperoleh bantuan dari alam, dan tergantung situasinya, bantuan yang akan diberikan berbeda-beda sesuai kebutuhan. Seperti misalnya Abbas ingin menyeberangi lautan, tapi dia tidak punya perahu, dan ia berinisiatif untuk meminta bantunan pada alam, maka alam akan memberikan bantuan pada dirinya dengan mengalirkan air yang dapat mengantarkan tubuh lelaki itu ke lokasi tujuan, tanpa tenggelam. Sepertinya itu juga merupakan jawaban dari ‘mengapa Abbas tidak tewas dan bisa bertahan saat dirinya berenang di laut mati yang airnya sangat berbahaya’, mungkin saja air itu sudah ‘jinak’ pada lelaki itu sehingga mereka melindunginya dari zat-zat yang berbahaya saat sedang berenang, meskipun ia sama sekali tidak meminta bantuan pada alam. Sebelumnya Abbas bilang bahwa bertahannya dia di laut mati disebabkan karena dirinya sudah bukan manusia normal lagi, karena badannya telah disisipi oleh suatu mesin canggih yang membuat ia tidak bisa tewas, padahal bisa saja kenyataannya tidak begitu, melainkan karena airnya sendiri-lah yang melindungi Abbas saat berenang di sana. Kedengarannya memang hebat dan luar biasa, tapi sayangnya tidak sembarang orang bisa dianugerahi bakat semacam itu, hanya Abbas dan sebagian kecil manusia lainnya di muka bumi inilah yang dapat meminta dan memperoleh bantuan dari alam, oleh sebab itu keberadaan orang-orang seperti itu tergolong sebagai kelompok minoritas. Tapi sejauh ini Abbas belum pernah bertemu apalagi bergabung dengan kelompok orang-orang yang punya bakat sama seperti dirinya, dan sepertinya ia juga tidak ada niatan untuk mencari keberadaan mereka di muka bumi ini karena menurutnya itu tidak terlalu penting. “Woaw!?” Isabella dan Colin tidak henti-hentinya menganga lebar saat Cherry menjelaskan asal kemenangannya di pertandingan dan bagaimana kekalahan Paul saat di pertarungan. “Itu sangat keren!” pekik Colin dengan mata yang berbinar-binar, tampak seperti anak kecil yang baru saja melihat mainan baru di suatu rak toko. “Tapi mengapa kau tidak pernah membicarakan ini pada kami, Abbas?” Saat ini, Abbas dan Cherry tengah berada di ruang kolam penyembuhan, tempat di mana para peserta yang sudah bertanding diistirahatkan dan dipulihkan selama mungkin agar nantinya tubuh mereka bisa fit kembali seperti semula. Saat mendengar pertanyaan itu, Abbas cuma memasang wajah datar. “Aku juga baru mengingatnya lagi.” “Mengingatnya lagi? Apa maksudnya itu, Bro?” tanya Jeddy, dengan menaikan sebelah alisnya, tidak paham mengapa Abbas mengungkapkan hal yang aneh saat diberikan sebuah pertanyaan oleh Colin. Lizzie dan Paul juga ada di sana, tapi saat ini mereka hanya mengunci mulutnya dahulu, membiarkan teman-temannya saling berbicara sebelum nantinya kedua orang itu mulai meraung-raung seperti biasa. “Maksudnya! Abbas itu baru mengingatnya lagi setelah dia tidak menggunakan bakat itu sejak umur 12 tahun!” seru Cherry, berusaha menjelaskan ketidakpahaman dari teman-temannya yang bertanya-tanya pada perkataan Abbas yang tidak terlalu jelas. “Itulah sebabnya Abbas tidak pernah membicarakan bakatnya pada kita karena dia sendiripun tidak mengingatnya, tapi sekarang dia telah mengingatnya lagi! Benar, kan? Apa yang Cherry jelaskan, Abbas!?” Abbas menganggukkan kepala, menandakan bahwa penjelasan Cherry sesuai dengan kenyataan yang dialaminya, karena memang benar, sebelumnya Abbas tidak begitu mengingatnya hingga pada akhirnya ingatannya kembali datang dan menolongnya di pertandingan ketiga yang sengit itu. Sejujurnya, Abbas bersyukur karena berkat itu, dia dan Cherry bisa berhasil memenangkan pertarungan dan lolos ke babak selanjutnya, tapi yang membuat ia merasa tidak enak adalah Paul. Abbas khawatir mentornya kecewa padanya karena menganggap kalau dirinya telah berbohong dan menyembunyikan bakat saktinya itu dari semua orang. Semoga saja Paul tidak berpikir demikian, karena Abbas tidak mau mengecewakan mentornya sendiri. “Tapi Cherry lega sekali karena Abbas bisa mengalahkan Paul dan memenangkan pertandingan! Hihiihihi! Soalnya kalau Abbas tidak punya bakat apa pun dan menggunakan cara yang biasa-biasa saja dalam menyerang Paul, apalagi sebelumnya Abbas juga keras kepala tidak mau menyakiti Paul! Mungkin saja kami akan gagal dan dikalahkan dengan telak oleh Paul! Beruntungnya keajaiban memihak pada Abbas! Hihihihih!” Di kolam, Cherry berbicara dengan sangat energik, senyumannya sangat lebar dan dua tangannya tidak mau diam, selalu saja ditepuk-tepuk ke permukaan air sehingga orang-orang yang ada disekitarnya jadi terciprat-ciprat oleh air hangat tersebut. Gadis mungil itu tampaknya kegirangan dalam kegembiraan yang besar, dia sangat bahagia karena bisa menang dan lolos ke babak selanjutnya berkat Abbas. Cherry sangat berterima kasih pada Abbas karena telah membuktikan bahwa cara yang dilakukan oleh lelaki itu sesuai dengan kenyataan dan dapat mengalahkan lawan. Tidak ada lagi yang bisa Cherry lakukan selain berterima kasih sebanyak-banyaknya. Selain itu, Cherry juga jadi malu sendiri karena sebelumnya saat di lapangan ia pernah sempat meremehkan dan memarahi Abbas sebab lelaki itu punya pemikiran yang aneh dan mustahil untuk bisa mengalahkan Paul tanpa menyakiti lawan, tapi dengan sebuah keajaiban yang mengejutkan, Cherry langsung dikejutkan dengan kejadian yang tak disangka-sangka. Ternyata memang benar, jangan nilai orang sembarangan dari sampulnya saja, karena tiap-tiap orang selalu memiliki hal-hal hebat di dalam dirinya yang disembunyikan, agar orang luar tidak dapat mengenal dan mengetahuinya. Persis seperti Abbas, Isabella, dan juga Colin. Sebab tiga orang itulah yang telah membuat kaget seluruh penonton melalui aksinya yang mengejutkan. “Cih! Jangan sombong kau!” Paul mendecih dengan memelototi Abbas yang menyenderkan punggungnya di tepian kolam, tepat di samping kanannya. “Cuma karena bakat sepele seperti itu, tetap tidak sebanding denganku! Kau ini tidak ada apa-apanya, meminta bantuan pada alam, tidak membuatmu lebih kuat dariku!” “Tanpa diberitahupun, itu sudah jelas,” ucap Isabella dengan tersenyum tipis pada Paul dan juga Abbas. “Kau bisa disebut kuat jika kau punya ketahanan fisik dan mental lebih besar dari orang-orang pada umumnya, dan memang, jika menyangkut hal itu, aku akui Paul lebih kuat dari Abbas.” “Aku tidak terlalu setuju,” kata Lizzie, menimpali omongan Isabella, membuat perempuan berambut merah itu, dan juga teman-temannya yang lain langsung memusatkan perhatiannya pada Si Gadis Tomboi. “Kuat tidaknya seseorang, tidak dapat diukur dari fisik atau pun mental, karena itu tergantung bagaimana pemikirannya dalam bertahan hidup dari dunia yang kejam seperti ini. Meski orang itu punya tubuh yang lemah dan mental yang lemah, tapi jika pemikirannya sesuai dengan perkembangan zaman, dia bisa dikategorikan dengan orang terkuat di dunia ini.” “Aku tidak tahu kau ternyata sekritis ini, Lizzie,” ucap Paul dengan menekan dua alisnya, tampak tidak percaya muridnya yang selalu mengamuk-ngamuk tidak jelas mendadak jadi memiliki otak yang lumayan cerdas. “Kukira kau sama saja seperti Jeddy, heh!” “APA MAKSUDMU BILANG BEGITU b******n!?” Lizzie langsung membangunkan badannya dan berteriak kencang pada Paul sembari menunjuk-nunjuk mentor menyebalkannya yang duduk santai di depannya. “MENYAMAKANKU DENGAN JEDDY, AKU TIDAK SEBURUK ITU!” “Hahahaahah!” Namanya disebut-sebut dalam sebuah pertengkaran antara Paul dan Lizzie, Jeddy malah terbahak-bahak, senang karena merasa dirinya sangat berpengaruh bagi kehidupan teman-temannya, tanpa menyadari kalau sebenarnya mereka berdua sedang merendahkannya. “Sudahlah, Bro! Sudahlah! Tidak perlu bertengkar begitu, kalian bisa mengungkit-ungkit nama hebatku dalam obrolan yang tenang, oke, Bro!?” “DIAM KAU!” Lizzie dan Paul secara bersamaan menoleh dan membentak Jeddy dengan intonasi yang sangat keras, membuat Isabella, Cherry, dan Colin tertawa terbahak-bahak menontonnya, sedangkan orang yang barusan dibentak, hanya tersenyum lebar, sama sekali tidak terpengaruh oleh situasi sekitarnya. “Ah, ya, ngomong-ngomong,” Di sela-sela tawanya, Isabella berkata dengan menyisir rambut merah lebatnya yang basah dan teruntai-untai di permukaan air. “Aku jadi penasaran, apakah kau tidak lelah bertarung di setiap pertandingan melawan kami semua, Paul?” Tampaknya Isabella bertanya-tanya mengenai kondisi tubuh Paul yang seharusnya tidak akan kuat dan remuk karena sejauh ini telah berhadapan dengan murid-muridnya yang berpasang-pasangan di setiap pertandingan, apalagi selalu saja ada kejadian brutal dan mengerikan yang terjadi di tengah-tengah pertarungan, seperti misalnya Colin yang seluruh tubuhnya jadi sangat kuat saat mengeluarkan cahaya terang berwarna biru, Isabella yang tiba-tiba mengaktifkan kemampuan hipnotisnya yang membuat semua orang jadi terjebak di dunia ilusi, dan juga Abbas yang mendadak mengeluarkan bakat terpendamnya yang dapat meminta dan memperoleh bantuan dari alam untuk mengalahkan lawannya. Entah akan ada kejadian apa lagi di pertandingan berikutnya yang terpusat dari Koko dan Victor serta Nico dan Naomi tapi faktanya selalu saja ada hal-hal aneh dan mengejutkan yang selalu saja membuat Paul berada di posisi yang dirugikan dan kemungkinan besarnya dia akan dibantai habis oleh murid-muridnya tersebut. Dan tentu saja sejauh ini Sang Mentor sudah berkali-kali dibanting, dipermalukan, atau bahkan dikekang oleh beberapa muridnya yang mendadak mengeluarkan kemampuan yang belum pernah diketahuinya. Tapi anehnya Paul selalu saja mampu bertahan dan melaluinya dengan baik, mungkin luka fisiknya memang bisa disembuhkan oleh kolam penyembuhan, tapi bagaimana dengan luka mentalnya? Pasti di setiap kejadian, Paul juga bakal terluka secara mental, apalagi sistem pertandingannya membuat dia bertarung sendirian melawan murid-muridnya yang berpasangan. Tentunya itu pasti memberatkannya dan menekannya secara mental, terutama itu merupakan bagian dari tugas seorang mentor. “Hah?” Paul hanya menaikan sebelah alisnya saat telinganya mendengar pertanyaan dari Isabella, dia tidak mengerti mengapa perempuan berambut merah dan bertubuh seksi itu mendadak bertanya seperti itu padanya. “Lelah? Aku lelah? Kau meremehkanku, ya?” “Tidak, sama sekali tidak,” Dengan santai, Isabella menggelengkan kepalanya, menyatakan bahwa dia sama sekali tidak sedang meremehkan Paul, malah sebaliknya dia hanya penasaran. “Aku cuma sedikit mengkhawatirkan kondisi tubuh dan mentalmu, itu saja.” “Aku baik-baik saja.” jawab Paul dengan tegas, matanya terlihat begitu tajam, mengisyaratkan bahwa dirinya tidak perlu dikawatirkan oleh mereka semua. “Kau yakin?” tanya Isabella, berusaha memastikannya lebih jelas lagi. “YA! b******k!” raung Paul pada Isabella, saking jengkelnya. “100% YAKIN!” “Kalau begitu bagus,” Menganggukkan kepalanya, Isabella tersenyum lega. “Tapi jika kau tidak sedang baik-baik saja, aku harap kau tidak memaksakan dirimu. Kau juga manusia di sini, sama seperti kami. Ingat itu, Paul.” Tidak mau diceramahi lebih dari itu, dengan dingin Paul beranjak bangun dan keluar dari kolam penyembuhan itu, kemudian segera mengenakan jubah hitamnya kembali setelah seluruh tubuhnya sudah sembuh dan pulih sepenuhnya. Lalu, tanpa berpamitan, Paul langsung membuka pintu dan pergi keluar ruangan, sebelum akhirnya menutup pintu dengan gebrakkan yang sangat kencang, meninggalkan murid-muridnya yang ada di dalam kolam penyembuhan. Cherry, Isabella, Jeddy, Lizzie, dan Colin hanya saling menatap dalam keheningan saat Paul lenyap dari ruangan ini. “Aku jadi mengkhawatirkan kondisi Paul.” bisik Colin dengan merengut sedih. “Ya, Cherry juga!” Menganggukkan kepalanya, Cherry sepemikiran dengan Colin. “Kurasa dia terlalu memaksakan dirinya,” ungkap Lizzie dengan menguap lebar. “Aku tahu dia sedang tidak baik-baik saja, aku bisa melihatnya, dari sorot matanya.” “Dari sorot matanya?” Jeddy terkesan mendengarnya. “Memangnya bagaimana sorot mata Paul dari yang kau lihat, Bro!?” “Mengambang,” jawab Lizzie dengan intonasi yang rendah. “Itu berarti, orang itu sedang sangat kelelahan dan membutuhkan waktu istirahat yang panjang.” “Lalu, bagaimana kalau dia memaksakan diri dan tidak mau beristirahat?” tanya Isabella dengan tersenyum simpul pada Lizzie. “Dia akan tenggelam.” Jelas Lizzie dengan suara yang datar. “Yang artinya, dia akan jatuh sakit dan kasarnya, dia bisa saja mati.” “M-M-MATI!?” Colin langsung memekik mendengarnya, wajahnya jadi begitu pucat, tidak bisa membayangkan kalau mentornya tewas hanya karena kelelahan. “Sekarang, dia akan bertanding melawan siapa?” Lizzie bertanya pada teman-temannya yang ada di hadapannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD