JILATAN 79

730 Words
"Aku tak bisa membayangkan apa yang bakal mereka perbuat kepada Lathi seandainya aku tidak meninggalkannya. Tapi akhirnya mereka tahu juga. Ketika aku ditangkap mereka habis-habisan memeriksaku. Aku dibedah tanpa obat bius. Mereka mendapati bahwa rahimku sudah pernah mengandung." "Mereka bisa tahu?" "Tentu saja. Mereka punya alat-alat canggih. Sudah begitu mereka juga punya dukun sakti yang bisa memindai kenangan. Sebelumnya dukun itu belum ada. Mereka baru menemukan dukun itu setelah menangkapku. Dukun itu yang meyakinkan mereka kalau eksperimen mereka berhasil. Aku melahirkan anak yang mereka idam-idamkan." Bik Muyah tak habis pikir. Rupanya ada orang-orang macam itu. Melakukan eksperimen tak berperikemanusiaan. Atas nama sains. Cuih. "Tapi kau berhasil memusnahkan mereka toh?" "Hanya di satu tempat itu. Mereka ada banyak. Mereka itu semacam sindikat rahasia. Pergerakan mereka dibiayai mafia-mafia. Dari dalam negeri ataupun luar negeri. Dan informasi tentang Lathi sudah tersebar ke semua cabang sindikat itu. Mereka mencari tanda-tanda keberadaan Lathi. Anakku dalam bahaya Bik." "Kira-kira apa yang akan mereka perbuat?" Tanya Bik Muyah, kelihatan prihatin. Perempuan itu mendesah. "Sesuatu yang tak bisa kita bayangkan. Sudah pasti keji. Mungkin mereka akan membuat virus baru lalu menjadikan darah Lathi sebagai antivirusnya. Seperti di film-film." "Aku belum pernah melihat film." Si perempuan mendelikkan mata, tentu saja, dilihat dari bentukan rumah ini, tidak ada listrik, sudah pasti tidak ada televisi. "Itu artinya akhir dari dunia yang kita ketahui. Mereka punya virus itu. Kalau virus itu mereka lepas, jutaan manusia akan terjangkiti. Virus itu akan mengubah siapapun jadi zombie." "Bagaimana kau bisa tahu mereka punya virus itu?" "Si orang baik hati yang memberitahuku, tepat sebelum kubunuh." Bik Muyah mengisyaratkan si perempuan untuk berhenti menjelaskan sejenak. "Markas mereka yang kau ledakkan itu.. bukan di situ kan tempat virusnya? Lagipula, apa itu zombie?" Si perempuan menggeleng. "Mereka tidak seceroboh itu menyembunyikan virus dan kelinci percobaan di satu tempat. Mereka tahu risiko akan adanya perlawanan. Dan mereka yang mati, sudah tahu risiko mereka akan mati. Zombie adalah mayat hidup." "Seperti setan pocong?" "Lebih buruk dari setan. Setan pocong tidak bisa menular. Zombie bisa. Kalau kau digigit, kau akan berubah jadi zombie. Mereka mengincar otak manusia lalu memakannya. Manusia nahas yang jadi korban, berubah jadi zombie. Makhluk tak punya otak yang mengincar otak." Bik Muyah tertawa miris. "Seperti para pejabat dan oknum-oknum." Si perempuan ikut tertawa miris. "Kuharap, kalau virus itu terlepas dan gelombang zombie pertama mewabah, mereka duluan yang jadi korban." Keduanya tertawa. Bik Muyah kini mengerti bahayanya. "Jadi, aku harus membawa Lathi kepadamu?" Si perempuan mengangguk. "Mungkin akan sulit. Apa kau masih ingat wajahnya?" Bik Muyah mengangguk. "Aku khawatir wajahnya sudah berubah dari kali terakhir aku melihatnya." Bik Muyah memangkasnya segera, "Kapan kau terakhir kali melihatnya?" Ia merasa, yang dimaksud bukan waktu ia menaruh Lathi di panti asuhan. "Sekarang tanggal berapa?" Bik Muyah beranjak, masuk kamar dan mengambil kalender. Lalu menyerahkannya. Si perempuan membolak-balik kalender, mengernyit dan menunjuk-nunjuk tanggal. Berdeham-deham. "Sudah beberapa tahun berlalu." "Berarti kau sudah sempat melihatnya di usia remaja!" Si perempuan mengangguk. "Kau ingat peristiwa ledakan beberapa tahun lalu?" Bik Muyah mencoba mengingat. Ada dua peristiwa ledakan yang jaraknya tidak terlalu jauh. Ledakan gedung tinggi dan ledakan di desa terpencil. Si perempuan menitikkan air mata haru. "Lathi tidak mengetahui bahwa selama berbulan-bulan ia tinggal bersama ibu kandungnya. Aku sangat bahagia melihatnya kembali pada akhirnya. Waktu itu aku sudah menyerah mencarinya. Aku bertemu seorang tabib yang memiliki padepokan dan juga tempat penyembuhan. Ki Yono namanya. Aku menetap di sana dan ikut bantu-bantu. Tak Kusangka takdir mempertemukanku dengan Lathi. Aku menahan diri agar tidak membocorkan identitasku. Aku pikir lebih baik begitu. Biarkan Lathi hidup normal bersama ibu angkat normalnya. Tapi lama kuperhatikan, Lathi tidak akan pernah merasakan hidup normal. Dari cerita Ki Yono, Lathi sudah melewati banyak hal. Dan aku sempat kecewa, rupanya Ki Yono ikut memanfaatkan Lathi. Padepokan itu membuka praktik penyembuhan pakai darah ajaib Lathi. Aku langsung khawatir, lambat laun ini akan menyeruak ke media luar. Dan benar saja. Sindikat itu akan mencium kalau yang dipakai Ki Yono adalah darah dari hasil eksperimen mereka, Lathi. Maka aku mengambil tindakan, aku melakukan siasat. Bermain pikiran. Sehingga padepokan itu jadi sasaran ledakan oleh rival yang tak mau kalah. Aku tahu, kaum kami apabila terkena ledakan atau api yang begitu panas, kami akan lebur dan bangkit kembali dalam wujud baru. Sayangnya, Lathi berhasil kabur dari ledakan itu." Bik Muyah menggelengkan kepala berulang-ulang. "Gila kau." "Itu hal yang perlu kulakukan." "Tapi kau membunuh banyak orang!" "Supaya jutaan manusia selamat!" "Sinting."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD