JILATAN 55

765 Words
Menyingkirkan segala penderitaan yang dialaminya sejauh ini, dengan hadirnya Upik di tempat mewah tinggi, nyaman namun serasa bagai penjara, membuatnya setidaknya bisa positif menyambut hari baru. Upik memiliki riwayat tragis yang sedikit mirip, hanya saja ia tidak kebal seperti Lathi. Di awal mula terjadinya percakapan, Upik mengungkap masa lalunya. "Mereka pikir aku tidak ingat, tapi aku ingat dengan jelas. Memang waktu itu aku masih kecil. Tapi aku hapal dengan wajah mereka. Terutama wajah tuan Iwan Bagong itu. Mereka sengaja menubrukkan mobil yang ditumpangi keluargaku. Tak ada yang selamat selain aku. Aku diambil oleh tuan Iwan Bagong sebelum mobil itu meledak. Aku ingat, aku selamat mungkin karena dipeluk oleh kakakku. Kak Buyung." Upik menceritakan itu dengan penuh emosi sambil menitikkan air mata. "Kenapa mereka mencelakai keluargamu?" tanya Lathi. "Kurasa alasannya sama dengan kenapa mereka meledakkan padepokanmu." "Persaingan bisnis?" Lathi tahu dari Upik kalau bos Iwan Bagong memiliki banyak usaha selain pengobatan alternatif, yang mana mengambil darah Lathi sebagai sumber penyembuh. "Apalagi kalau bukan itu. Intinya, kau harus keluar dari sini. Kau tak pantas ada di sini." "Kau pun. Kalau mau kabur dari tempat ini. Itu harus kita lakukan bersama-sama." "Sepakat." Upik di setiap akhir pekan akan disuruh keluar kamar, dua penjaga akan membukakan pintu kamar dan menggiringnya pergi. Upik dan Lathi telah membuat rencana-rencana. Rencana mereka mungkin akan melibatkan darah dan luka. Tapi mereka tenang saja, ada darah Lathi yang manjur menyembuhkan. Upik berjanji akan mengorek informasi apa pun yang bisa didapatnya, termasuk mencari kandidat yang bisa membantunya. Masa iya, semua orang di gedung ini, anak buah Iwan Bagong, tak ada yang memiliki akal dan nurani sehat? Kan apa yang dilakukan Iwan Bagong di luar toleransi kemanusiaan. Siapa pun dengan akal sehat, akan mengelus d**a dan mengutuk perbuatan Iwan Bagong. Keyakinan itu makin kuat dengan pendapat Lathi, "Mungkin seperti jarum di tumpukan jerami, tapi kupikir harapan itu selalu ada. Seperti hadirnya kau di sini. Aku sudah di titik terendah dalam hidup sehingga tak ada hal lain yang dapat kupikirkan selain merencanakan kematian diri sendiri. Tapi kau datang dan berkata lain, aku harus hidup. Masih ada orang baik di luar sana." Lathi pun memainkan perannya. Ia pura-pura bersikap manis kepada Iwan Bagong. Bahkan ia bermain peran, ia bersikap selayaknya ia adalah anak kandung Iwan Bagong. Pengakuan bos berdarah dingin itu sendiri mengatakan bahwa ia belum punya anak, walau ia punya sembilan istri. "Aku memilih sembilan istri yang salah. Mereka semua tak mau repot hamil dan melahirkan. Mereka takut gembrot." kata Iwan Bagong. "Yah tapi, mereka semua menyenangkan kalau di ranjang." "Mungkin nanti kalau aku sudah dewasa, aku mau jadi yang kesepuluh. Dan mungkin aku mau jadi yang pertama memberikan bos Iwan Bagong anak." Goda Lathi. Hal seperti ini diajarkan oleh Upik. "Hei, katanya kau anakku. Tapi kok malah menawarkan diri untuk diperistri? Nanti aku disangka i***s dan pedofil." itu dikatakan Iwan Bagong sambil ketawa-ketawa. "Yah apa pun kan bisa terjadi. Toh aku memang bukan anakmu. Maksudku bukan anak dari darah dan dagingmu." Lathi duduk bersandar di perut gendut bos Iwan Bagong. Mereka duduk santai di sofa yang menghadap televisi layar lebar datar. Itu adalah permintaan Lathi, yang diprakarsai oleh Upik. Dengan bermanis-manis begini, apa yang diminta Lathi dikabulkan oleh Iwan Bagong. Permintaan untuk dibelikan televisi lengkap dengan saluran mancanegara adalah untuk mendapatkan ide-ide tambahan. Kiranya perencanaan mereka buntu, dengan menonton film-film kejahatan, mereka akan mendapatkan ide baru. Dan itu memang berhasil. Apa yang mereka jalankan saat ini, pedomannya dari film-film. "Upik, kau pintar sekali." puji Lathi. "Ini kausebut apa tadi?" "Permainan pikiran. Perang urat syaraf. Perang hebat yang tak dapat dilihat." kata Upik. Mereka tertawa dan tos di udara. "Perencanaan kabur kita harus tak boleh tercium oleh siapa pun." "Aku setuju." Kamar Lathi kini semakin lengkap dengan peralatan dapur dan perangkat hiburan lainnya. Lathi dan Upik belajar memasak. Mereka di akhir pekan akan menyajikan masakan itu kepada Iwan Bagong. Dan mereka tak pernah gagal untuk membuat terkesan. Makinlah apa yang mereka minta selalu dikabulkan. Semua itu juga atas dasar pernyataan Lathi berikut, "Darahku akan berkualitas bagus apabila kualitas hidupku juga bagus. Aku harus terhindar dari stres. Aku harus dibuat agar kamarku ini tidak terkesan sebagai penjara." Perencanaan kabur ini perlu waktu lama. Lima bulan setelah perencanaan pertama, Upik akhirnya mendapatkan satu kandidat yang mau membantunya. Dari kandidat itu Upik tahu, ada barang berbahaya disimpan di dalam gedung ini. Mereka berencana untuk menggunakan itu. Di suatu malam, Upik membisiki Lathi. "Aku mendapatkan orang yang bersedia membantu rencana kabur kita. Orang ini katanya mengenalmu. Namanya Guntho." "Guntho?" Lathi mencoba meyakinkan diri kalau di dunia ini tak ada Guntho lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD