JILATAN 75

757 Words
Hari-hari baru Lathi jadi terasa canggung. Anak Pak Hendra, si Gugun, belum ada kegiatan, jadi dia selalu ada di rumah. Menonton teve, mengunci diri di kamar, kadang keluar dan pulang bawa buku, lalu meracik kopi sendiri, dan bersantai di teras menikmati senja. Gugun orangnya hening, itu yang Lathi pikirkan. Lathi canggung, apakah ia harus menyiapkan makanan untuk Gugun? Ia sudah lama mengatakan kepada Pak Hendra kalau dirinya sama sekali tidak bisa masak. Walau sudah dibelikan buku resep dan diberi akses teve berbayar untuk saluran-saluran masak, Lathi tetap tak bisa mengerti caranya memasak. Ia hanya bisa memasak air, lalu menyeduh teh. Kopi ia agak bingung. Bagaimana biar rasanya pas, tak terlalu pahit juga tak terlalu manis. Selama satu minggu pertama, Lathi yang canggung cuma bisa mengangguk kalau bertemu Gugun di sela-sela kegiatannya membersihkan rumah. Gugun membalas anggukan juga, sambil tersenyum ringan, lalu sibuk lagi dengan dirinya. Bermain ponsel, membaca buku, menulis, bermain gitar, dan lain-lain. Suara Gugun bagus, menurut Lathi. Jauh dari suara Guntho yang kalau menyanyi bakalan sumbang. Selama itu hanya kata seperti, selamat pagi, permisi, silakan, terima kasih, sama-sama yang saling mereka ucapkan satu sama lain. Lathi yang canggung lama-lama merasa agak tersiksa karena setiap malam, mimpi dalam kuntum bunga itu selalu saja datang. Membuatnya di siang hari bilamana berpapasan dengan Gugun, jadi kikuk malu-malu. Lathi jadi heran dengan dirinya. Dan semenjak kedatangan Gugun, ia jadi absen memberantas kejahatan. Hatinya tak karuan kalau malam sudah datang. Gugun suka melek malam dan nongkrong di teras depan menunggu ayahnya pulang, mengobrol sebentar lalu meneruskan lagi meleknya. Kata Pak Hendra, Gugun sedang mencari inspirasi untuk lagu barunya. Lathi tidak bisa absen untuk mendengarkan suara dan petikan gitar Gugun. Ia mengintip melalui langit-langit yang bolong. Kadang Gugun melepas bajunya ketika bermain gitar. Dia memakai kalung benang. Badannya atletis. Setiap kali memetik gitar, gelang di pergelangan bergemerincing, menyatu dengan nada. Hal yang menarik lagi dari Gugun adalah ternyata dia bisa memasak. Lathi jadi malu. Setiap pagi Lathi diminta untuk menunggu tukang sayur dan disuruh beli ini itu untuk diolah oleh Gugun. Lathi dengan canggung menawarkan diri untuk membantu. Gugun memintanya untuk memotong-motong sayuran. Dan apabila Lathi tidak tahu atau salah dalam memotongnya, Gugun tidak ragu untuk mengajarinya. Lathi gemetar ketika tangan mereka bersentuhan. Atau ketika Gugun berdiri terlalu dekat dengannya sehingga napas Gugun mengembus mengenai tengkuknya. Lathi merinding. Dan di malam hari, mimpinya semakin liar saja. Ada yang berubah. Kini, setiap kali Lathi memanggil teman-teman reptilnya, yang datang hanya tokek, cicak dan jenis-jenis kadal biasa. Kadal-kadal gaib yang membantunya memberantas penjahat kelamin sudah tidak muncul. Lathi bertanya-tanya. Ada apakah gerangan? Lalu yang biasanya Lathi jarang mandi, kini jadi rajin mandi dan rajin menyabuni badan sampai wangi. Ia bahkan keramas dengan sampo terbaik. Cara berpakaiannya juga berubah. Baju-baju yang pernah dibelikan Pak Hendra, dipakainya semua. Baju-baju bagus seperti yang pernah ia lihat di majalah-majalah fesyen. Lathi tak yakin apa motivasinya mengenai itu. Ia melakukannya saja. Ia merasakan perubahan drastis pada dirinya. Ia seperti mabuk. Pikirannya tak berhenti menayangkan sosok Gugun. Pernah Lathi tidak tidur beberapa hari hanya untuk mengamati Gugun masuk kamar lalu melepas kaos dan merebah di tempat tidur. Pada momen-momen seperti itu Lathi merasakan adanya dorongan abstrak untuk turun dari loteng dan bergabung di tempat tidur Gugun. Seperti dalam mimpinya, di dalam kuntum bunga. Tapi Lathi selalu berhasil menolak dorongan itu. Yang benar saja! Dulu ketika di rumah itu hanya ada Pak Hendra, Lathi membersihkan rumah bahkan sampai dinding-dinding tertingginya. Itu dilakukannya dengan cara merayap seperti cicak. Kini, kemampuan itu berkurang. Lathi merayap tanpa sepengetahuan Gugun untuk membersihkan dinding luar rumah. Tapi ia terjatuh. Dan jatuhnya ternyata memberi sensasi sakit. Gugun langsung menghampiri dan menawarinya bantuan. Kaki Lathi keseleo. Ia gugup bukan main ketika dipandu berdiri oleh Gugun. "Kau tak apa?" tanya Gugun. Lathi mengangguk. Dalam hati ia berkata, kakiku bisa sembuh sendiri. Memang benar, dalam satu menit kemudian keseleonya hilang tak berasa lagi. "Tidak apa-apa." "Lain kali hati-hati, kau pasti terpeleset tadi." "Iya. Terima kasih." Gugun melihat Lathi pergi meninggalkannya, tapi berjalannya tidak pincang. Padahal ia yakin Lathi tadi keseleo. Di kamar Lathi mengamati tangannya. Kenapa tidak lengket lagi seperti cicak? Apakah ada yang berkurang dari kemampuannya? Di tengah malam, ada kadal gaib yang mendatanginya. Kadal itu memberitahunya. Dalam bahasa kadal, "Kau bertanya-tanya, kami datang untuk memberikan jawaban. Jawabannya adalah, kau mulai menjadi manusia." Lathi tak paham apa maksudnya. "Kau mulai sudah tak mati rasa lagi." Perubahan drastis ini membuatnya jadi kehilangan pijakan. Ia merasakan dirinya berputar-putar. Hidup yang telah dibangunnya kemarin sebagai gadis algojo, porak poranda. Apakah untuk mengembalikan itu semua, ia harus merasakan lagi kepedihan tiada tara?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD