SAYATAN 24

575 Words
Kong Jaal hendak mencegah Lathi pergi dari tempatnya. Lathi menepis tangan Kong Jaal. “Jangan halangi aku lagi.” Kong Jaal hanya bisa terdiam. Dia telah belajar. Dia tak boleh memaksakan kehendak. Dia tak boleh menanamkan dogma yang salah kaprah. Dia mengikhlaskan Lathi yang penuh misteri baginya untuk pergi. “Sampai nanti,” kata Kong Jaal, berharap dia akan ketemu lagi dengan Lathi. Lathi keluar dari ruangan Kong Jaal dan langsung bertemu dengan lorong padepokan menuju pintu keluar. Hampir sampai gerbang, Sastro berlari mendekatinya. “Lathi!” Lathi berbalik, “Sastro, kamu masih di sini?” “Iya, kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?” “Ceritanya panjang, sekarang aku mau ke rumah Bik Muyah. Mau ikut?” Sastro semenjak kejadian di rumah penginapan, sudah mulai betah tinggal di dalam padepokan. Kabar dari pendekar senior, sudah tersedia slot untuk Sastro masuk sebagai murid baru. “Sepertinya aku akan menetap di sini, Lathi, belajar bela diri. Kamu tidak tinggal?” “Tempat ini bukan untukku. Aku mesti mencari ibuku.” “Tapi… kamu sudah mendapat yang kamu cari?” Lathi mengangguk. “Sampai jumpa, Sastro. Suatu waktu kita akan bertemu.” Sastro menangkap itu sebagai perpisahan tanpa kemungkinan bertemu kembali. “Akankah kau kembali ke sini, Lathi?” Lathi menggeleng. “Aku tidak tahu. Kalau takdir membawaku ke sini, ya ayo.” “Baiklah, sampai jumpa Lathi.” Lathi menatap Sastro dengan geli, dia merentangkan tangan, mengundang Sastro untuk memeluknya. Itu yang Sastro butuhkan. Lathi juga. Saat berpelukan ini, Lathi merasakan, di masa depan nanti, mereka akan bertemu. Gerbang membuka sendiri buat Lathi. Dia melenggang keluar. Kadal di balik bajunya keluar dan bertengger di bahu. Kadal itu bukan kadal biasa. Jenisnya tidak ada di muka bumi. Kadal itu memberi petunjuk bagi Lathi untuk menemukan ibunya. Ada arah yang mesti diikutinya. Lathi berjalan menuju hutan. Sepanjang jalan desa dia diamati oleh warga. Mereka terheran-heran. Lathi sengaja mengeluarkan lidah terbelahnya ke anak kecil sampai menangis dan kabur memeluk ibunya. Lathi tertawa. Lathi gampang saja melewati pagar semak dan mantra jurig yang dipasang Bik Muyah di bibir hutan. Itu tak berpengaruh kepadanya. Lathi mengetuk sopan pintu rumah Bik Muyah. “Lathi? Kau sudah kembali,” seru Bik Muyah. Dia antusias mengajak Lathi masuk. “Loh, siapa itu?” Lathi menunjuk laki-laki yang berbaring lemas di dalam kurungan besi. “Itu Lamtoro,” jawab Bik Muyah. “Wah, dia yang mau menyerang Lathi di komplek!” Lathi mendekat, mengamati terheran orang itu. “Kenapa dia?” “Dia kena kutukan dari hujan darahmu, Lathi. Birahinya tak habis-habis. Sepertinya hanya kau yang bisa menyembuhkannya.” Lathi berpikir, dia kemudian berbisik ke kadalnya. Kadal itu turun dan menuju si lelaki, menggigit kemaluan yang panjang tapi sedang lemas. Laki-laki itu terlonjak kaget. Bik Muyah juga, dia tidak melihat ada kadal keluar dari kaos lengan Lathi. Laki-laki itu menggelepar. Bik Muyah cemas menyaksikannya. “Lathi, kau apakan dia?” “Katanya mau disembuhkan?” Setelah lima menit akhirnya Lamtoro tertidur, k*********a sudah memendek jadi normal, bersembunyi ke dalam celana. Bik Muyah mendesah lega. “Syukurlah, Bibik tidak tahu lagi mesti apakan dia.” “Bik, aku sudah dapatkan yang aku mau. Aku ke sini untuk pamitan untuk yang kedua kalinya. Aku akan mencari ibuku. Aku akan selamatkan dia dan basmi orang-orang jahat Kalong Ireng itu.” Bik Muyah mengangguk, tersenyum. Kali ini dia tidak cemas dengan pembunuhan yang dilakukan Lathi nantinya. Organisasi Kalong Ireng memang mesti dibasmi. “Semoga berhasil, sampai jumpa.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD