Bagian 04 – Suara Misterius

1100 Words
Bagian 04 – Suara Misterius Tak! Di sini, di depan pagar sekolah yang berbatasan dengan hutan stanwood, lagi-lagi sebuah kerikil tertendang oleh kakiku. Aku menghela nafas panjang, aku lega di sini. Tak ada yang menggangguku sama sekali di sini, tidak Ethan, tidak juga Wicellia. Aku tiba-tiba terkejut, saat mendengar lengkingan tinggi dari arah hutan. Itu seperti lengkingan hewan, dengan sigap aku berdiri dan berjalan menuju pagar pembatas, dan menempelkan telingaku di sana, lalu mendengarkan hati-hati. Lengkingan itu menghilang, tak selang lama, muncul rintihan kecil, rintihan seekor hewan. Ketika tanganku hampir memegang gagang pintu pagar, sebuah suara datang dan menginterupsi pergerakanku. Hm, memanggil namaku lebih tepatnya. Aku berbalik dengan was-was, takut bila ada petugas yang melihatku di sini. Namun keteganganku menghilang, setelah mengetahui Aster yang memanggilku, dia memegang sebuah kotak makan di tangannya. Dia menatap ekspresi wajahku dengan bingung, baiklah, aku bisa memaklumi kebingungannya itu. "Em, ada apa?" tanyaku. "Ini sudah senja dan kau melewatkan jam makan siangmu." ujarnya penuh perhatian. Refleks, aku tersenyum. Oh, bahagianya aku mendapat sahabat sepertinya, karena dia adalah orang ketiga yang menyayangiku setelah kakek dan ... Huft, lupakan itu. Tapi, melihatnya perhatian padaku juga mengingatkanku pada kedua orang tuaku. Mereka tak pernah sekalipun menyayangiku, mereka hanya melakukan kewajibannya padaku, dan itu pun hanya setengah-setengah. Mereka hanya peduli pada kakakku Heirra dan adikku Hercuo. Memang malang nasibku. "Apa?" tanya Aster karena terus kuperhatikan. "Eh, tidak ada apa-apa kok, ayo kita kembali ke asrama." ucapku bersemangat. Aku berjalan cepat ke arah Aster dan berjalan bergandengan ke arah kamar. Aku senang sekali, hehe. * "Nyx, Nyx .. ayo bangun Nyx. NYX, NYXABELLA, KAU MAU IKUT FESTIVAL ATAU TIDAK, HUH?!" mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan Aster, membuatku duduk secara ajaib. Ah, persetan dengan kantukku. Aku berkali-kali menahan kantuk, namun mataku tetap memilih untuk kembali terpejam. "NYX, JANGAN TIDUR LAGI, AYO!" "Oke, oke. Aku menyusul." ujarku, lalu berjalan ke arah kamar mandi. Aku menyalakan air keran dan membasuh wajahku lalu aku melihat sesuatu di cermin. Ya, seorang gadis, yang memiliki rambut seputih kapas, namun hidup sekelam malam. Mataku yang berwarna biru saja terus bertambah pucat seiring berjalannya waktu, menurutku. "Nyx! Ayo, sebentar lagi kita berangkat!" Aster berteriak meski tengah sibuk mengikat tali sepatunya. "Baiklah, aku datang." aku keluar dari kamar mandi dan segera bersiap-siap. * Kini, aku dan Aster sudah masuk ke dalam barisan peserta raksasa ini. Wah, menakjubkan. Karena masih termasuk dinihari, cuaca pun seakan tak mendukung. Hawa dingin menelusup di setiap barisan, membuat para siswa menggigil kedinginan. Untunglah, aku membawa sweater kesayanganku. Aku menilik Aster, dan melihatnya tetap bertahan tanpa mengenakan pakaian hangat. Ia hanya memakai baju panjang dan celana olahraga, eh? "Hei Aster, apa kau tidak kedinginan hanya dengan memakai itu?" tanyaku sambil menunjuk ke arah bajunya. "Ehm, tidak. Kebetulan, aku dibesarkan di daerah musim dingin. Jadi aku tahan dengan dingin." aku hanya ber-oh ria dan menatap sekeliling. Disini benar-benar ramai. "Tes. Tes. Cek. 123. Oke." setelah petugas audio mengecek microphone dengan benar, naiklah seorang pria yang kuyakini sebagai kakak kelas ke atas podium. Tunggu, itukan Gion! "Halo semuanya. Apa kabar?" Gion menyunggingkan senyuman mautnya hingga membuat seluruh kaum hawa berteriak histeris. Wah, dia terkenal rupanya, ya, kuakui itu. "Kalian pasti sudah tahu kan mengapa kalian berada disini?" "SUDAH!!" jawab para murid serempak, menimbulkan gema di hutan. "Ya, karena kita akan mengadakan festival tahunan Tujuh Bintang!!" suara riuh orang bertepuk tangan mendominasi hutan ini. "Seperti biasanya. Kalian akan disuruh berpencar menyisiri hutan Stanwood-" para murid bergidik ngeri mendengar kata 'menyisiri hutan'. Berkebalikan denganku yang semakin bersemangat mendengarnya. "-dan menemukan 7 hewan mythological yang dilehernya melingkar kalung bintang. Kalian harus cepat. Karena ke-7 hewan itu bukanlah hewan biasa. Mereka cepat, cermat, cerdik, dan pandai bersembunyi. Kalian harus menggunakan akal dan hati kalian." jeda 4 detik. "dan Festival Tahunan Tujuh Bintang pun DIMULAI!!" Gerbang menuju sisi dalam hutan perlahan dibuka. Aura yang pertama kali muncul adalah aura misterius yang sangat menyeruak. Namun, menurutku itu adalah aroma yang menyenangkan. Para murid lalu berjalan satu persatu kedalam hutan. Aku berpegangan tangan dengan Aster dan mulai mengambil langkah. Ketika sudah melewati gerbang, semua murid mulai berpencar. Aku dan Aster terpisah karena ada beberapa gerombolan murid yang menabrak kami dan membawa Aster di dalamnya. Kini aku harus berjalan sendirian. * "KETEMU!!!" aku refleks menoleh ke arah suara, satu murid sudah menemukan salah satu dari hewan itu. Aku harus cepat, aku tak boleh kalah. Aku mencari di semak-semak dan mengobrak-abriknya tanpa ampun. Aku melongok ke lubang yang ada di pohon maupun mencelupkan wajahku ke dalam danau. Tetap saja nihil, tak ada yang kutemukan. "AKU MENEMUKANNYA!!" sekarang tinggal 5 tersisa. Fajar mulai menyingsing. Menandakan 1 jam telah berlalu, bagaimana ini? "Apa aku menyerah saja?" ujarku lesu sambil menendang kerikil ke arah manapun yang aku bisa. Graoo ..., Aku terjungkal. Aku kaget bukan main mendengar geraman seekor hewan dari balik semak. Sesegera mungkin aku berdiri dan berjalan menjauhi suara. Namun sekali lagi aku mendengar geraman itu. Geramannya bukan geraman marah, tapi geraman menahan sakit, dan rasa takutku berubah menjadi rasa penasaran. Aku berbalik dan mendekati semak-semak asal suara itu datang. Aku membuka sedikit dedaunan dan mengintip dari sana. Lagi-lagi aku dibuat terkejut karena melihat seekor naga kecil tengah berbaring lemas di atas tanah. Di sayap kecilnya menancap duri yang cukup besar. Mungkin duri itu yang membuatnya kesakitan, melihat dari ukurannya yang memang tak bisa dibilang kecil, mungkin itu salah satu ranting pohon yang ada di hutan ini. Aku melihat, di lehernya melingkar sesuatu yang bercahaya. "Apa itu kalung bintang?" gumamku lirih. Namun, naga kecil itu mendengar gumamanku dan terkesiap. Dia menggeram kearahku. Dari lubang hidungnya keluar asap kecil yang mengepul di udara dingin. Karena sudah ketahuan, aku pun berjalan ke arah naga kecil itu secara perlahan. "T-tenanglah, aku akan menolongmu." ucapku meyakinkannya. Setelah dia agak tenang, aku mengangkat tubuh mininya ke atas pangkuanku dan mencabut duri itu secepat yang aku bisa untuk meminimalisir rasa sakit. Grao!!! Aku sempat menutup telingaku karena jeritan naga itu. Namun dengan sigap aku merobek ujung sweaterku dan membalut sayapnya yang terluka. Setelah selesai, aku meletakkan naga itu di atas tanah dan berdiri kembali. Naga kecil itu nampak senang dan berguling-guling di atas tanah. Dia menjulurkan lidahnya keluar dan kedalam dengan riang gembira. "Hmm, aku tak tega untuk mengambil kalung itu dari naga kecil yang terluka. Lebih baik aku pergi." gumamku. Aku hendak beranjak pergi meninggalkan naga kecil itu dan kembali mencari hewan lainnya. Namun entah kenapa tiba-tiba leherku bersinar dan ketika sinarnya meredup, kalung bintang sudah terlingkar di leherku. Aku langsung menoleh kearah naga itu dan .., BINGO! Kalung yang melingkar di leher naga kecil itu, sudah hilang. * "Mama." panggilan itu terus saja diucapkan oleh Grave. Ya, naga kecil itu kuberi nama Grave. Grave mengikutiku ketika aku ingin kembali ke titik awal. Aku sudah bosan mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Grave. "Mama." dia memutari kakiku dan membuatku geli. "Cukup Grave! Aku ini bukan ibumu!" bentakku padanya. Namun na'as. Dia kan tak bisa bahasa kaumku. "Nyx dan ... seekor naga?!" aku menoleh, dan mendapati seseorang di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD