Bagian 14 – Permata Aven

948 Words
Bagian 14 – Permata Aven "TIDAAAK!!" aku langsung terduduk secara ajaib dan tanganku terulur ke depan seakan sedang menghentikan sesuatu. Aku mengkerjapkan mataku beberapa kali dan tersadar bahwa semua kejadian tadi hanya mimpi. "Mimpi? Jadi hanya mimpi?" monologku. Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di atas tanganku yang diatas ranjang. Aku menoleh dan seketika itu juga nafasku tercekat. "Ethan?" Aku melihat Ethan tertidur pulas dengan posisi duduk dan kepala di atas ranjang. Namun pipiku memanas ketika melihat Ethan menggenggam tanganku erat. Dengan menyematkan setiap jarinya di antara jari-jariku. Dengan perlahan aku melepaskan tanganku darinya dan meletakkan tangannya ke posisi yang nyaman. Namun sepertinya Ethan terusik. Dia menggeliat dan mulai terbangun. Lalu dia menatapku sayu. "Nyx! Kau sudah sadar?" tanyanya sambil menyunggingkan senyum. "Eh? Mmm, ya .. begitulah." aneh, padahal kan harusnya Ethan datang ke sini setelah aku sudah sadar. Tunggu, itu hanya mimpi! "Mmm, sejak kapan kau disini?" tanyaku hati-hati.            "Sejak .. tadi?" Ethan melontarkan lelucon paling garing dan paling pasaran. "Uuh, katakan sajalah." desakku sebal. "Sejak aku sadar, kurasa." Ethan mengangkat kedua bahunya. "Oh .." jeda 2 detik. "-berapa lama aku pingsan? Jam berapa sekarang? Berapa lama waktu pertandingan tadi?" "Hei-hei, Pelan saja Nyx. Baiklah, kau pingsan selama 5 jam-" Selama 5 jam sama seperti yang dikatakan Aster jangan-jangan mimpi itu menjadi kenyataan. "-dan sekarang jam 14.00." 14.00 jam yang sama seperti yang dikatakan oleh Aster dalam mimpiku kumohon jangan menjadi kenyataan. "Lamanya waktu pertandingan tadi sudah melewati 1 malam dan tinggal tersisa 2 hari sebelum malam puncak." Eh? "Bukan 3 jam?" tanyaku tanpa sadar. "3 jam? Mengkhayal dimana kau? Hahaha." Ethan tergelak sendiri mendengar penuturanku. Aku hanya melongo lebar. "Oh iya. Aku ingin memperkenalkanmu pada seseorang." raut Ethan nampak sumringah. "Seseorang? Siapa?" perasaanku tidak enak, jangan-jangan gadis menyebalkan tersebut. "Ikut sajalah. Ayo." Ethan berdiri dan mengulurkan tangannya padaku. Aku tersenyum menanggapi dan menjawab ulurannya. Aku dan Ethan berjalan meninggalkan kamar UKS dan pergi ke arah manapun Ethan menggeretku. * Aku dibawa Ethan ke depan sebuah ruangan. Ruang Kepala Sekolah. "Kepala sekolah?" tanyaku masih bingung, Ethan mengangguk membenarkan. "Yap. Kau benar." Ethan mengetuk 3 kali sebelum sebuah suara menyahut dari dalam. "Masuklah." Ethan membuka pintu dan kami berdua masuk kedalam. Di dalam suasananya nyaman. Mirip kamarku di rumah, berwarna honey dengan sedikit campuran butter dan cream. Ada seorang pria paruh baya yang tengah fokus membaca sebuah map ditangannya dan ada seorang gadis sebayaku yang tengah duduk manis sambil menatapku dengan Ethan. Jujur, aku sangat tidak nyaman diperhatikan. Apalagi oleh gadis itu. Kalian tahu? Dia itu sangat cantik. Dengan rambut biru langitnya dan sepasang mata turqouise yang indah. "Hallo Ayah." Ayah? Pria itu mendongak dan menunjukan mata hitam pekatnya yang tampak berwibawa. Mirip sekali dengan Ethan. "Oh! Ethan rupanya. Duduklah nak, dan kau-" Ayah Ethan menunjukku. "-dan kau pasti Nyx, kan?" Aku mengangguk. Aku dan Ethan duduk di sofa yang sama dengan yang ditempati gadis cantik itu, aku sesekali melirik gadis itu namun dia tetap tersenyum memandangku. "Hai! Aku Irys, sahabatnya Ethan." Irys mengulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan. Aku menjawab ulurannya dan tersenyum, meski aku sudah mengenalnya di dalam mimpi. "Aku Nyx, murid di Olympus Akademi ini." ucapku kikuk. "Ayah. Ada apa sebenarnya hingga aku dan Nyx harus datang kesini?" Tanya Ethan sambil menopang kedua dagunya dengan telapak tangannya. "Ya. Jadi, aku ada urusan dengan Nyx." "U-" "Urusan dengan Nyx? Lalu buat apa aku dipanggil?" Ethan memajukan bibirnya sambil merajuk manja. Dia menyerobot ucapanku ketika ingin berkomentar mengenai ucapan kepala sekolah. "Kekanakan." ujarku tanpa sadar. "Iya memang. Dari dulu Ethan memang begitu, kau tahu? Waktu kecil Ethan suka sekali menyembunyikan peralatan makan dirumah. Dan dia selalu menuduh orang lain yang melakukannya." ujar Irys sambil terkekeh kecil "Tidak! Dia bohong Nyx! Aku tak pernah seperti itu." Ethan membela dirinya sendiri. "Kau yang bohong Ethan." Irys bertolak pinggang. "Kau yang bohong Irys." Ethan melipat tangannya. "Sudah-sudah. Jangan bertengkar terus! Nanti kalian jodoh lho." sergah Ayah Ethan. Ethan memalingkan wajahnya sambil mengumpat sesuatu sedangkan Irys hanya tersipu malu. Hmm, aku sudah menyimpulkan sesuatu. "Err, jadi apa urusan tuan?" "Oh iya! Aku jadi lupa! Aku ingin memperlihatkanmu sesuatu yang berharga." "Berharga?" tanyaku. "Kemarilah." aku menanggapi panggilan kepala sekolah dan maju menghampirinya. Kepala sekolah mengeluarkan sebuah kotak kaca berlian yang didalamnya terlihat sesuatu yang berkilauan. "Ini namanya Permata Aven. Batu kekuatan terbesar di dunia ini." Ayah Ethan membuka kotak kaca itu dan muncul sebuah permata berbentuk hexagon yang berwarnakan pelangi. "Err, lalu Kepala Sekolah-" "Oh iya! Dimana sopan santunku? Namaku adalah Flinch Gute Persephone. Kau bisa memanggilku Mr. Flinch." "Huft. Baiklah Mr. Flinch, lalu apa hubungannya permata ini dengan diriku?" "Aku ingin kau menjaganya." Kata-kata Mr. Flinch membuat diriku, Ethan dan Irys kaget bukan main. Aku? Menjaga permata Aven?! Mana mungkin! "Tapi-" "Aku tak menerima penolakan. Kau mengerti? Aku tahu benar bagaimana kemampuanmu dalam bertahan maupun menyerang. Jadi aku ingin kau menjaga batu ini." Mr. Flinch menggerakan tangannya diatas batu pelangi itu dan mengubahnya menjadi sebuah liontin dengan bandul kupu-kupu berwarnakan pelangi. Yang mana perwujudan permata tersebut. Mr. Flinch lalu menyerahkan kalung itu padaku dan secara refleks tanganku terulur untuk menerimanya. "Pakailah." titahnya. "Biar kubantu, sini." Ethan beranjak dari duduknya dan mengambil kalung itu dari tanganku lalu memasangnya di leherku. Aku sempat merasakan deru hangat yang keluar dari hidungnya mengenai telingaku. Aku hanya mampu terdiam sambil menatap manik Ethan yang berwarna kelam. Seulas senyuman muncul ketika Ethan sudah selesai memasangkan kalung itu di leherku dan menepuk-nepuk tangannya bangga. "Wah, itu cocok sekali denganmu-" pujinya. "-benar kan Irys?" Lanjut Ethan sambil menatap Irys yang masih duduk. Irys tersenyum manis menanggapi.mNamun aku tidak merasa demikian. Aku rasa Irys justru tidak suka melihatku dari tatapan matanya. Entah karena apa. Tok. Tok. "Masuk." "Mmm, Nyx?" aku terkejut melihat kepala Aster menyembul dari balik pintu. "I-iya?" jawabku. "Anu, aku ingin mengajakmu untuk memilih gaun untuk besok malam. Kau mau ikut?" Jdar! Bagaimana ini?Aster mengajakku memilih gaun. Sama seperti di mimpiku. "Nyx?" "A-ah iya?" Aku gelagapan setelah Ethan mengguncang bahuku. "Ikut saja Nyx. Aku akan menemanimu." Irys angkat bicara. "Hmm, baiklah, aku mau ikut." ucapku. Setidaknya, Aster tidak terlalu secerewet di mimpiku. Kuharap mimpiku tidak jadi kenyataan, kumohon.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD