Bagian 09 – Ayo lakukan Bersama

851 Words
Bagian 09 – Ayo lakukan Bersama Pantulan bayang terlihat sempurna di bawah terangnya lampu kristal yang tergantung di tengah aula. Mataku bergulir menyusuri setiap inchi dari ruangan ini, hingga sebuah tangan datang dan meraup tanganku. Pria itu setengah membungkuk sembari memegang tanganku, rambutnya yang selegam malam itu nampak penuh kharisma. "Mau kau berdansa denganku malam ini, nona?" tanyanya lembut, suaranya amat menggoda. Dia terlalu sempurna untuk urusan fisik, ya ampun. "Tentu," ujarku pada akhirnya. Pria itu tersenyum kecil dan kembali menegakkan tubuhnya, dia menarikku ke tengah lantai dansa. "Pegang bahuku." titahnya, tanpa disuruhpun aku juga sangat ingin berpegangan padanya. Satu langkah mulai kami ambil, perlahan namun pasti, gerakan kami mulai melambung. Tubuhku dengan lihai ia putar di udara, dan meliuk-liukannya. Ketika aku terjatuh di pelukannya, dapat kulihat dengan jelas matanya yang berwarna emerald itu. Mata yang sangat indah, hingga membuatku teringat akan seseorang. "MAMA!" tunggu, aku tak salah dengar kan? Pria itu memanggilku dengan sebutan mama? "MAMA! MAMA! MAMA!" * "Mama!" sebuah jilatan datang tepat ketika aku baru saja membuka mata, geli! "G-grave?" aku mengernyit bingung, saat Grave ada di depanku. Dia duduk manis di sana, sambil menjulurkan lidahnya. "Mama," Grave berguling satu kali ke kanan dan mengitariku, argh, dia lucu sekali. "Sebenarnya aku masih ingin bermimpi." aku mendengus dan mengacak-acak rambutku. Aku masih ingin berdansa dengan pria itu. Aku menggembungkan pipiku kesal. "Wah, kau sudah bangun. Kau ini putri tidur sekali, minumlah ini." aku menoleh, dan melihat Ethan menyodorkan kantung air yang kemarin. "Aku lapar, bukannya haus." aku mencebik sebal, Ethan justru tertawa. "Dasar manja, kita hanya punya air. Ditambah lagi peliharaan, ah, maksudku kita kedatangan anakmu." Ethan terkikik geli, membuat tatapanku semakin menyipit datar. Sementara Grave justru sibuk mengejar kupu-kupu yang terbang rendah di sekitar sini. "Bagaimana Grave bisa ada di sini?" aku penasaran, Ethan mengketuk-ketuk dagunya seolah berpikir. "Entahlah, aku juga bingung. Soalnya saat aku bangun tadi, Grave sudah ada di sini. Dia tidur di sebelahmu sambil memeluk sebuah ranting." aku ingin tersenyum geli, Grave benar-benar lucu. "Baiklah, waktu istirahat sudah berakhir. Ayo kita lanjutkan perjalanan." Ethan berdiri, lalu mematikan api unggun yang masih menyala kecil. Aku berdiri dan meregangkan otot-ototku, ah, tubuhku rasanya kaku sekali. "Ayo," aku berjalan di belakang Ethan yang sedang meneliti kompas di tangannya. Aku berhenti sejenak, saat melihat Grave masih sibuk dengan kupu-kupunya. Grave hendak mengambil kupu-kupu berwarna tosca yang bersembunyi di lubang pohon. Namun, justru kepalanya sendiri yang tersangkut di sana. Grave mencoba meloloskan diri dari sana, namun nihil hasilnya. Aku hampir saja tertawa keras, namun segera kuurungkan ketika mengingat dia adalah naga kecilku. "Dasar naga kecil imut." aku menggeleng geli, dan mencoba mengeluarkannya dari sana. Aku terjungkal saat berhasil mengeluarkannya, dan Grave langsung melebarkan sayapnya. Dia terbang rendah mengitari kepalaku, lalu kembali hinggap di bahuku. "Nyx, Grave! Ayo, kita sudah kesiangan!" teriak Ethan dari depan, aku segera berdiri dan menghampirinya. Hmm, sepertinya aku mulai menyukai naga menjengkelkan ini.    * "Nyx, lihatlah ini." aku yang tengah bercanda kecil dengan Grave, mendadak berhenti. Mataku bergulir melihat arah dari tangan Ethan yang mengacung ke satu arah. "Apa yang terjadi? Kenapa ada asap dan darah?" tanyaku, Grave yang ketakutan semakin merapatkan dirinya ke leherku. "Kemungkinan terbesar, terjadi peperangan di sini. Dan mungkin saja itu peperangan antar kelompok lain." Ethan berjongkok, dia mengambil beberapa abu sisa pembakaran dan meniupnya pelan. "ARGH!" sontak, kami bertiga kaget, dan menoleh ke arah jam 11. "Ayo, kita lihat ada apa di sana!" Ethan bergegas pergi, aku berlari kecil untuk dapat mengimbangi langkahnya. * "A-apa itu?" aku kaget saat melihat sebuah tombak menusuk seorang gadis yang tengah diikat di pohon. Tombak itu menembus tubuh sang gadis, diiringi hilangnya raga sang gadis menjadi kepulan cahaya. Aku, Ethan dan Grave bersembunyi di semak dekat tempat kejadian. Aku melihat ada kelompok di sana, namun kelompok itu terlihat asing, mereka bukan berasal dari Akademi. "Apa kau mengenal mereka, Ethan?" aku menoleh ke arah Ethan yang tengah fokus memperhatikan. "Tidak, kau pikir aku peramal?" jawabnya dengan nada ketus. "Ya bukan begitu, namun kau kan putra pemilik Akademi, seharusnya kau tahu apapun tentang Akademi." Ethan mencebik saat mendengar perkataanku. "Kau pikir menjadi putra pemilik sekolahan bisa membuatmu tahu segalanya? Tidak Nyx, tidak. Aku tak tahu siapa mereka, dan mengapa mereka bisa ada di sini." ujar Ethan, giliran aku yang jengah. Dia bisa tak usah sewot begitu, kan?                                                                                        "Baiklah, sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanyaku mengalah pada akhirnya, Ethan nampak berpikir. Dia lalu menatapku, "Hanya ada satu pilihan." "Apa?" aku semakin penasaran. "Serang, atau kita tidak bisa kembali ke dunia nyata." aku mengerjap, apa dia yakin? "Namun, mereka semua orang dewasa Ethan. Kita masih kecil, dan lagipula kita belum mengetahui sejauh mana kekuatan mereka." "Kau salah Nyx, justru kita dikirim ke sini untuk melatih kemampuan kita. Jadi, jangan ada kata takut dalam kamus hidupmu." aku merenung, sepertinya yang ia katakan ada benarnya. "Baiklah, ayo." aku mengangguk, lalu mengambil jarak pencar dengan Ethan. Grave? Dia masih bersamaku, hanya saja dia masih terlalu kecil untuk menyerang musuh. Jadi dia hanya terbang di sekelilingku saja. "Baiklah, lagipula, tubuhku kaku bila tak mengayun pedang dalam jangka waktu yang lama." aku meringis kecil, dan membuat sebuah pedang yang sama seperti sebelumnya.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD