Pukul 03.00 WIB di Jalan Raya Poros Akordion.
Akhtar terbabgun dari tidurnya saat waktu salat tahajud tiba. Ia langsung menuruni ranjangnya dan berjalan menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Setelah selesai berwudhu, Akhtar menggelar sajadahnya menghadap kiblat. Kemudian Akhtar melaksanakan salat tahajudnya dengan khusyuk.
"Assalamualaikum warahmatullah..."
"Assalamualaikum warahmatullah..."
Akhtar mengucapkan salam terakhirnya lalu dilanjut dengan dzikir. Setelah berdzikir, Akhtar menengadahkan tangannya di hadapan Allah untuk meminta sesuatu.
"Ya Allah, tolong ampunilah dosa-dosa kedua orang tua hamba. Baik dosa besar maupun dosa kecil. Berikanlah kedua orang tua hamba panjang umur dan sehat selalu. Lapangkanlah rezeki hamba dan kedua orang tua hamba. Lancarkanlah segala urusan hamba Ya Allah..."
"Ya Allah, tolong berikanlah hamba petunjuk. Apa yang harus hamba lakukan? Rasa yang pernah ada di dalam hati hamba beberapa tahun lalu mulai tumbuh lagi setelah engkau pertemukan hamba dengan Afifa kembali. Rasa cinta ini mulai tumbuh lagi. Rasa sayang ini mulai hadir lagi di hati hamba setelah sekian lama hamba menguburnya"
"Jika memang ini adalah perasaan yang berasal dari hawa nafsu syaiton, tolong hilangkanlah perasaan ini Ya Allah. Namun jika ini adalah perasaan yang berasal darimu, hamba berharap engkau mempertemukan hamba dengan Afifa dalam ikatan pernikahan Ya Allah"
Akhtar mengusap kedua tangan ke wajahnya sambil berucap Aamiin. Tak terasa setelah mengucapkan apa yang ada didalam hatinya, hatinya merasa tenang. Bahkan hatinya berdegup dengan kencang. Senyuman mulai terbit di wajah Akhtar.
"Tunggu aku Afifa. Aku harap kamu mau menerima aku kembali" ujar Akhtar.
Akhtar sudah bersiap-siap berangkat ke kampus dimana tempat ia mengajar. Akhtar merasa hari ini ia sangat bersemangat untuk pergi ke kampus. Bagaimana tidak, jadwalnya hari ini adalah ia mengajar di kelas Afifa. Itu artinya ia akan bertemu dengan Afifa.
Setelah semuanya siap, Akhtar menatap jam dinding yang ada di kamarnya. Jamnya menunjukkan pukul 07.00 pagi. Butuh waktu 30 menit untuk sampai di kampusnya.
Akhtar langsung keluar dari kamarnya dan turun dari lantai 2 menuju ke ruang makan. Di sana sudah ada papanya yang sedang membaca koran dan mamanya Akhtar yang sedang menata makanan yang sudah di masaknya.
"Assalamualaikum ma, pa!"
"Waalaikumsalam eh nak. Duduk sayang!" jawab mama Akhtar.
Akhtar mengangguk. "Iya ma"
Kemudian, Akhtar berjalan menuju ke kursi yang berhadapan dengan mamanya.
"Ekhem..." papa Akhtar berdeham kencang membuat semua orang yang ada di ruang makan menatapnya.
"Papa mau tanya sama kamu tar??" tanya papa Akhtar.
"Tanya apa pa??"
"Kamu udah ada calon belum buat jadi menantu papa?"
DEG!!
Bagai dihantam batu yang sangat keras, Akhtar yang menyuapkan sesendok makanan ke dalam mulutnya akhirnya tersedak.
"Uhuk... Uhuk..." kemudian Akhtar mengambil minum yang ada di sampingnya dan meminumnya hingga kandas.
"Belum ada pa" jawab Akhtar jujur ke pada papanya.
Papa Akhtar menatap Akhtar. "Kamu ini tampan, mapan, shaleh, tapi kamu kok nggak ketemu sama jodoh kamu. Liat tuh temen kamu yang dulu kuliah bareng kamu di Cairo, mereka udah pada nikah. Masa kamu belum sih?"
"Yaaaaaaa mungkin belum waktunya pa buat ketemu" detik selanjutnya Akhtar berucap. "Lagian kenapa sih papa pengen banget Akhtar cepet-ceet nikah??"
"Papa sama mama kamu pengen cepet-cepet gendong cucu. Dan supaya kamu ada yang ngurus"
Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan yang berlanjut. Akhtar memilih untuk diam dan melanjutkan ritual makannya.
Setelah selesai makan, Akhtar berpamitan pada kedua orang tuanya sebelum barangkat mengajar. Namun, sebelum Akhtar berangkat papanya memanggil.
"Akhtar!!"
"Ya pa??"
"Papa kasih waktu kamu 2 minggu buat cari calon menantu. Kalau dalam waktu dua minggu kamu nggak dapet-dapet, papa jodohin kamu sama anaknya temen papa"
Akhtar hanya diam tak menjawab. Ia sudah malas menjawab pertanyaan papanya tentang masalah jodoh.
"Akhtar berangkat dulu pa, ma. Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" jawab mama dan papa Akhtar serempak.
Akhtar melangkahkan kakinya keluar dari rumahnya dan memasuki mobilnya yang sudah siap di halaman rumah. Lalu Akhtar keluar dari pekarangan rumahnya dan berangkat menuju kampusnya.
Akhtar sampai di kampus dengan selamat. Ia keluar dari mobilnya dengan senyuman yang sudah biasa ia berikan di pagi hari. Namun, ini adalah senyuman yang lebih dari itu. Senyumannya ini lebih ke senyuman untuk seseorang yang spesial.
Akhtar berjalan memasuki gedung kampus dengan menenteng tas kerjanya. Akhtar tidak luput dari sorotan mata kaum hawa yang menatapnya takjub. Bahkan dosen perempuan disana juga menatapnya takjub. Namun Akhtar mengabaikan mereka. Akhtar terus berjalan hingga ia sampai di ruangannya.
Akhtar menduduki kursinya yang berada di ruangan dosen. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar.
Tok Tok Tok
"Masuk!!" Akhtar menyuruh orang itu masuk ke ruangannya. Pintu terbuka perlahan dan memperlihatkan Maya dengan raut wajah yang sulit di tebak.
"Maya, silahkan duduk!!" ujar Akhtar.
Maya langsung duduk di kursi yang ada di depan Akhtar.
"Ada apa? Tumben kamu kesini??" tanya Akhtar.
Bukannya menjawab, Maya malah terisak. Akhtar terkejut Maya akan menangis.
"Ada apa May?? Kok kamu malah nangis??" tanya Akhtar.
"Pak... Hiks... Afifa pak hiks..."
Akhtar membulatkan matanya. Akhtar dilanda rasa kecemasan.
"Afifa kenapa May?? Dia baik-baik aja kan??" tanya Akhtar semakin cemas.
"Afifa... Saya tadi hiks... Ke rumahnya hiks... dan Afifa... Dia pingsan di kamarnya"
Akhtar terkejut. Rahangnya mengetat. Matanya membulat sempurna. Rasa cemas dan khawatir mulai bertambah.
"Bukannya dia tinggal sama orang tuanya? Orang tuanya kemana?" tanya Akhtar dengan nada tinggi.
"Keluarganya lagi ada urusan di luar kota. Dan saya bingung harus kasih tahu siapa. Terus saya inget pesen bapak kemarin, kalau ada apa-apa sama Afifa, saya langsung lapor sama bapak. Akhirnya saya memutuskan kesini" jelas Maya.
Akhtar mengela nafas panjang. Ia berusah mencoba untuk tenang.
"Oke, kita sekarang ke rumah Afifa. Nanti kamu saya ijinin nggak masuk kuliah dulu. Nanti jam saya biar di gantiin dosen lain" ujar Akhtar tegas.
Akhirnya Akhtar dan Maya memutuskan untuk pergi ke rumah Afifa.
Hanya membutuhkan beberapa menit, akhirnya Akhtar dan Maya sampai di rumah Afifa. Suasan saat ini tegang. Akhtar dan Maya berlari masuk ke dalam rumah Afifa.
"Maya!! Kamu jalan duluan. Saya ikutin kamu dari belakang" ujar Akhtar.
Maya menuruti kata-kata Akhtar. Ia berlari menuju kamar Afifa yang berada di lantai dua. Setelah menaiki beberap anak tangga, akhirnya mereka sampai di depan pintu kamar Afifa.
"Ini pak kamarnya Afifa"
Akhtar menatap pintu kamar Afifa.
"Kamu tahu darimana kalau Afifa pingsan?" tanya Akhtar saat ia melihat tidak ada jendela sama sekali di kamar Afifa.
"Jadi kamar Afifa ini sebelahnya ada perpustakaan yang pintunya langsung terhubung dengan kamar Afifa. Say tadi melihat Afifa pingsan dari jendela ini pak" ucap Maya sambil mnunjukkan ruangan itu.
Akhtar mengintip dari jendela itu. Dan ternyata benar Afifa pingsan.
"Yaudah sekarang saya mau dobrak pintu ini. Kamu minggir kesana" ujar Akhtar sambil menunjuk pojok dinding.
Akhtar mulai mencoba mendobrak pintu kamar Afifa sekuat tenaga. Hingga dobrakan ketiga kalinya, akhirnya Akhtar berhasil membukanya.
Akhtar berlari menghampiri Afifa yang tergeletak di lantai kamar yang dingin. Kemudian di susul Maya. Maya sama halnya dengan Akhtar yang amat cemas.
"Maya tolong kamu buka pintu mobil saya. Kita bawa Afifa ke rumah sakit!!!" ujar Akhtar sambil memberikan kunci mobilnya ke Maya.
Akhtar pun menggendong tubuh Afifa dan membawanya ke mobil.
Alhamdulillah part ini selesai.
Makasih yang udah mau nyempetin mampir di cerita aku.
Maaf kalau karya aku ini jelek.
Maklum masih belajar.
Jangan lupa vote dan comment.
Karena, vote dan comment kalian sangat berarti buat aku.
See u