Bab 1 - Blood in The Forest

1395 Words
Dunia ini bernama Ludia, setiap 100 tahun raja iblis akan bangkit dan meneror dunia ini ribuan pahlawan telah gugur untuk mengalahkannya. Hingga dewa akhirnya turun tangan dan menurukan wanita suci (Saintess) yang memiliki kekuatan setara dengan raja iblis untuk mengalahkannya. Mereka adalah wanita yang terlahir ke dunia ini bersamaan dengan raja iblis setiap 100 tahun. Dan begitulah siklus itu terus berulang. Hingga 400 tahun lalu, Saintess Abigail menghentikan siklus tersebut. Dia berhasil menyegel raja iblis untuk selamanya membuat dunia menjadi damai, para iblis yang tersisa bersembunyi di bawah tanah. Dan orang-orang bisa hidup tanpa rasa takut namun dibalik itu semua Saintess Abigail menjadi takut jika dia akan mati dan posisinya tergantikan. Walaupun siklus raja Iblis terhenti namun siklus kelahiran Saintess ke dunia terus berjalan. Setiap 100 tahun Abigail akan membunuh anak perempuan yang terlahir ke dunia sebagai Saintess, Walau begitu tak ada seorang pun yang berani melawan… karena Abigail adalah pahlawan yang membebaskan mereka. *** Rumah keluarga Shadegrove, Azuursteen. Heliana Shadegrove, anak bangsawan berusia 10 tahun berambut merah muda bermata ungu. Hanya termenung melihat tangannya yang mengeluarkan cahaya, apa yang dia mengerti adalah dia berbeda dari orang lain. Sementara itu maid yang ada di dekatnya terlihat terkejut dan menutupi mulutnya. “Nona muda…” maid itu menutupi tangan bercahaya Heliana dengan tangannya, “Jangan pernah bicarakan hal ini dengan siapapun, saya… saya akan pergi memanggil tuan.” Maid itu pun bergegas pergi meninggalkan Heliana yang termenung sendiri. “Heliana!” Duke Shadegrove, Ayah Heliana membuka pintu dengan kencang, membuat Heliana kaget. “Oh tidak, apa yang harus kita lakukan” Ducches yang mengikuti di belakangnya juga ikut kaget. “Kalau Heliana ketahuan Yang mulia Abigail….” “Aku… akan coba menghubungi penyihir agung Dimitri, dia sering tidak sepakat dengan Saintess mungkin dia akan bisa membantu Heliana” ucap Duke sedikit ragu. *** Beberapa hari kemudian Heliana dipindahkan ke ruangan bawah tanah yang sudah di modifikasi senyaman mungkin sama dengan kamarnya, namun ada banyak simbol-simbol sihir di sekeliling tembok. Penyihir Agung Dimitri setuju dengan tawaran Duke, dan telah memasang barrier di sekeliling ruangan Heliana untuk mencegah sihirnya terdeteksi oleh Abigail. Tidak hanya itu, Dimitri juga bersedia mengajarinya sihir untuk mencegah pengeluaran sihir berlebihan. “Apa aku harus berada disini terus seumur hidupku?” Tanya Heliana pada suatu hari disaat dia dan Dimitri sedang belajar. “Kalau kau tak ingin dibunuh oleh Abigail, dia Saintess pertama yang hidup selama 400 tahun. Kau tak akan menang melawannya.” ucap Dimitri, Rambut peraknya yang panjang terlihat bersinar terkena cahaya lilin, Mata birunya terlihat redup. *** 5 tahun berlalu, Heliana terlihat sedang membaca sebuah buku tebal di depannya, tiba-tiba dia mengambil pisau buah yang ada di atas meja dan menyayat tangannya, di depannya tampak magic circle yang digambar dengan kapur. “Daripada terkurung disini selamanya, aku akan bertaruh dengan iblis” ucapnya kemudian meneteskan darahnya di atas kapur tersebut. Seketika muncul cahaya menyilaukan, membuat Heliana harus menutupi matanya dengan lengan bajunya. Sesaat kemudian terlihat sesosok pria dengan kulit sehitam abu, rambut merah dan tanduk di kepalanya. Heliana berhasil memanggil seorang iblis. “Wah, wah…. Apa yang ku temukan? Seorang Saintess yang masih hidup” ucapnya sambil tertawa kecil. “Seorang Saintess yang hidup sampai sebesar ini, terlebih lagi dia memanggil iblis… haha dunia ini memang kejam ya nona.” Heliana tidak terlihat begitu senang dengan pencapaiannya, dia tidak percaya bahwa dia sebegitu putus asa nya untuk meminta bantuan dari musuh umat manusia. Heliana memperhatikan sang iblis dari atas kebawah, ini pertama kalinya melihat Iblis sungguhan berbeda dari deskripsi dari buku yang dia baca. “Fufufu… jika kau memanggilku, berarti kau mau mengikat kontrak ya? Apa yang Saintess sepertimu inginkan sampai melakukan hal seperti ini?” Tanya sang iblis masih dengan tawa liciknya. Heliana menghela nafas panjang sebelum mengatakan keinginannya, kemudian dia berdiri dan menatap ke mata sang iblis. “Aku ingin hidup bebas…” *** Sudah 3 tahun sejak pondok di hutan itu berdiri, dan Seorang penyihir bernama Heliana mengabdi pada guild lokal sebagai adventurer dan freelancer. Ramuan sihir yang dibuatnya selalu ampuh dan memiliki kualitas tinggi, dia punya reputasi yang bagus namun memilih tinggal sendiri di hutan dalam sebuah pondok yang di kelilingi barrier. Heliana melompat-lompat kecil sambil membawa karung di pundaknya, dia baru pulang dari petualangannya membasmi monster di gunung. Heliana memasuki Guild yang langsung disambut oleh Guild Master Ronaldo. “Yo kerja bagus Liana, apa itu bahan-bahan yang kau dapatkan dari monster?” Tanya nya. “Yep! 15 taring babi Bolith, dan 10 mata Snekth kan?” Heliana meletakan karung yang dibawanya di atas counter dengan mata berbinar-binar, dia tidak sabar mendapatkan upahnya dan membeli pai daging untuk makan malam. Ronaldo membuka sedikit ikatan karung, dan menutupnya lagi “Ya kurasa sudah cukup ini semua, ga mungkin aku hitung di depan orang-orang yang lagi makan kan” ucapnya sambil menunjuk meja penuh makanan yang dipenuhi para adventurer lain yang sedang makan dan bercakap-cakap satu sama lain. “oh iya apa kau sudah dengar gosip tentang kerajaan sebelah?” Tanya Ronaldo lagi sambil memberikan sekantung uang ke Heliana. “Kerajaan sebelah? Apa maksudnya Azuursteen?” “Katanya sudah tak ada saintess lagi yang terlahir di sana, padahal selama ini selalu di sana kan? Karena kerajaan iblis ada di negeri yang paling jauh dari sana. Ada kabar katanya Saintess Abigail mengamuk dan mengancam untuk membunuh semua anak perempuan jika Saintess masa ini belum ditemukan.” “Hah? Membunuh semua anak perempuan? Yang benar saja… apa semua ini salahku?” “Heliana? Kau tak apa? Tanya Ronaldo cemas melihat Heliana yang tiba-tiba pucat pasi. “Ahh aku tahu kau anak baik, kau tentu saja sedih” ucapnya lagi sambil mengusap kepala Heliana. “A…aku ada janji ke toko pai nya Rihana” Heliana segera bergegas pergi dari sana, dia tidak mau perasaannya terbaca oleh Ronaldo lebih dari ini. “Ah, sial aku lupa memberitahu dia kalau ada gosip tentang prajurit bayaran yang sedang diburu di hutan, yah… dia penyihir sih, dan rumahnya dilindungi barrier harusnya tak apa kan?” keluh Ronaldo setelah Heliana pergi. *** Heliana memasukan Pie hangat kedalam tas nya, aroma daging yang baru dibakar masih tercium dan membuatnya ingin cepat-cepat pulang dan menikmatinya. Hidup sebagai orang biasa awalnya memang sulit bagi Heliana yang merupakan anak bangsawan, namun orang-orang di kota Volta ini begitu baik padanya. Kota Volta adalah kota kecil di negeri Arkahea dan dekat dengan perbatasan Azuursteen. Kota ini cukup aktif dengan para petualang dan penyihir paruh waktu. Kota yang cocok untuk seorang saintess bersembunyi. Beberapa menit kemudian Heliana sudah hampir tiba di pondoknya, tinggal sebentar lagi dia bisa menikmati pai daging yang nikmat itu hingga dia melihat kebawah dan menyadari ada genangan darah yang mengarah ke suatu tempat. “Kenapa hari ini aku sial sekali.” Heliana tidak mau berpikir yang buruk-buruk namun genangan darah yang memanjang seperti sungai sudah pasti sesuatu yang buruk, terutama di dalam hutan. Ah, mungkin ulah binatang buas Namun Heliana menyadari bahwa binatang buas tak akan menyeret mangsanya seperti ini. Dengan agak takut Heliana menunduk dan menyentuh darah itu, dia bisa merasakan mana dari pemilik darah itu… ini darah manusia. Heliana bergegas berlari mengikuti arah darah tersebut, berharap si pemilik darah ini bisa dia tolong, arahnya mendekati pondok miliknya. Sudah lama Heliana tidak berlari secepat ini. “Hah…hah…” Sambil mengatur nafasnya Heliana berhenti berlari perlahan, dia melihat punggung seseorang dari belakang pohon, Heliana menelan ludahnya dan melihat kearah depan pohon… Seorang pemuda berambut hitam, atau merah? Tidak tahu… seluruh tubuhnya berlumuran darah, dari perutnya terlihat luka yg masih terbuka. Dari situ darah mengalir perlahan seperti lilin yang meleleh terkena api, mata kananya hancur dan telinga kirinya terpotong. “Bugh…uughh…” Perut Heliana bergejolak menyaksikan pemandangan tersebut, ini pertama kalinya melihat mayat manusia dengan pemandangan semengerikan ini. Heliana pun tak dapat menahan lagi dan memuntahkan isi perutnya. “Aahh….haa…..” Mata kiri orang itu terbuka, namun dia tak dapat melihat jelas, matanya tertutupi darahnya sendiri. Heliana yang melihatnya tentu saja kaget, namun dia tahu apa yang harus dia lakukan sekarang, dia tahu resiko jika dia menggunakan sihir yang besar namun dia merasa harus menolong orang ini. Heliana memegang tubuh pemuda itu dan secercah cahaya keluar dari tangannya menyinari seisi hutan. Sementara itu disebuah istana terdapat singgasana megah, Seorang wanita berambut hijau panjang hingga menyentuh lantai duduk di sana, rambutnya yang panjang dan berantakan menutupi wajahnya. Tiba-tiba dia terkejut dan berteriak. “Aku merasakannya! Gadis yang harus ku bunuh!!!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD