Bab 2

1919 Words
Belajar disekolah baru, aku lalui dengan baik. Walaupun aku pernah dimarahi oleh guru Matematikaku. Kalau tidak salah, ibu Ruhaida namanya. Karena memang itu salahku sendiri, tidak teliti memasukkan buku tulisku kedalam tas dimalam hari. Alhasil, buku tugasku ketinggalan dan ibu Ruhaida tidak terima alasan apapun untuk pembelaan diri. Jadilah aku menangis waktu itu karena takut dihukum. Tapi syukurlah, aku tidak jadi dihukum. Hanya disuruh mengerjakan tugas rumah itu di luar kelas. Sejak itu, aku selalu mengecek buku tulisku dengan teliti, aku tak mau hal yang sama terulang lagi. Memang dari dulu aku akan menangis bila disaat kondisiku seperti itu. Aku memang cengeng, tapi tak masalah bagiku. Wajar saja seorang anak akan menangis bila dipojokkan seperti itu. Apalagi guru itu memojokkanku didepan teman-teman sekelasku. Jadilah air mataku tak bisa kubendung lagi. Aku memang akan seperti ini bila merasa bersalah. Rasanya aku tak ingin sekolah lagi. Tapi bila tak sekolah, akan jadi apa aku nanti. Dalam isak tangisku, tak sengaja aku melirik temanku yang dulu. Kalau kalian lupa temanku yang mana biar kuingatkan, teman SD ku. Aku melihat bibirnya komat-kamit seakan menyuruhku berhenti menangis. Hah, memangnya siapa dia? Terserah aku mau ngapain. Kenapa juga malu hanya dengan menangis? Dari kecil aku sering menangis, bahkan mama membelaku hanya karena aku menangis bila bertengkar dengan adikku. Akhirnya jam pelajaran matematika itu pun selesai juga. Sudah dipastikan ada tugas rumah untuk pelajaran itu. “Kamu jangan lupa lagi bawa tugasmu ya. Kalo besok ga bawa lagi, saya gak akan kasihan sama kamu, mau kamu nangis kejer sekalipun.”. Perkataan guru sableng itu masih terngiang jelas dibenakku. Ada sedikit perasaan tak suka, tapi mau bagaimana lagi. Semuanya memang salahku. ‘Aku pastikan hari ini adalah pertama dan terakhir kalinya guru itu bisa ngomong seperti itu kepadaku. Lain waktu tak ada kesempatan lagi, karena aku tak akan lupa lagi’, batinku berontak. ---------------------------------------ooooooo-------------------------------------- Entah bulan keberapa aku duduk di kelas satu SMP, tapi aku ingat betul, waktu itu aku menemukan sebuah surat di dalam tasku setiba dirumah. Surat itu sudah pasti untukku karena sudah jelas namaku tertera disampul depan. Tapi aku tak tau dari siapa. Aku hanya membacanya sekilas saja. Intinya orang yang menulis surat ini suka padaku. Dan aku tak merasa aku harus membalas suratnya, walaupun diakhir suratnya dia minta aku membalasnya. ‘Buang-buang waktu’, pikirku. Karena surat s****n ini jugalah aku jadi bahan ledekan kakakku. Entah dia tau darimana, setauku surat itu sudah aku buang, tapi memang tak kuhancurkan dulu. Ah... bodohnya aku, harusnya aku sobek dulu suratnya atau dibakar saja sekalian agar tak akan seperti ini nasibku. Bagaimana tidak dibully, dari sampulnya saja sudah jelas surat cinta. Uh... aku harus buat perhitungan dengan orang ini. Aku tak suka kalau jadi begini. Tapi kalau dipikir-pikir, ngapain aku harus repot-repot ya? Ah... masa bodo lah, aku tak peduli. Karena kemasabodoanku itu, dua hari setelah nya aku di ajak temanku ke belakang kelas. Melisa nama temanku itu. Dia teman sekelas ku, tak dekat denganku hanya sebatas kenal saja. Dia tak sendirian ada temannya juga, kalau tidak salah, Ayu namanya. Mereka berdua teman dekat dari teman SD ku yang dulu, kurasa kalian tau kan yang mana? Aku malas harus menyebut namanya, aku tak terlalu suka padanya. Untuk alasan apa, kurasa tak butuh alasan kan untuk tak menyukai seseorang? Lagian dia hanya mau berteman dengan yang cantik saja, sedangkan aku jauh dari kata itu. Walaupun seandainya orang bilang aku cantik, aku juga tak akan mau berteman dengannya. Dia terlalu pemilih dalam berteman. Beda denganku, aku memang tak mau berteman. Sudah kukatakan kan, bagiku teman itu hanya akan menyusahkanku. Biar saja orang bilang aku “kuper” (kurang pergaulan), yang penting aku tak mengusik orang. “Ran, kamu sudah baca surat kemaren?”, tanyanya. Aku tersentak dari lamunanku, tak menyangka mendapat pertanyaan seperti itu darinya. ‘Darimana dia tau?’, batinku. Berbagai macam pikiran buruk pun muncul didalam benakku. ‘Apa dia dalang dari semua ini? Apa dia yang sengaja menuliskan surat seperti itu untukku? Tapi apa alasannya?’ Tak mau terlalu jauh berpikir, aku menanyakan apa yang ada di benakku. “Darimana kamu tau kalo aku dikasih surat?”, bukannya menjawab aku malah bertanya. Tak ada jawaban darinya, hanya ada keheningan di antara kami. “Aku tau kamu sengaja kan nulis surat kayak gitu? Terima kasih ya lisa, tapi aku ga butuh itu. Aku kesini untuk sekolah dan belajar, bukannya mau pacaran”. Ada penekanan disetiap kata yang aku ucapkan kala itu. Entah aku marah atau bagaimana yang pasti aku tak suka akan sikapnya. Aku pun hendak berlalu pergi, tapi perkataannya menghentikan langkahku. “Dia minta tolong sama aku untuk bantu dia menuliskan surat itu untuk kamu. Dia beneran suka loh sama kamu. Kamu gak tau dia sering ikutin kamu?”. Mendengar itu, aku kaget dan tak menyangka. ‘Apa iya dia suka aku? Siapa sih orangnya?’, pikirku. Tahu akan keterkejutanku, Melisa malah mencoba memberitahuku dari lirikan mata seolah ada seseorang dibelakangku. Melihat itu, akupun refleks menoleh kebelakang, betapa terkejutnya aku, ada seorang siswa laki-laki dengan seragam yang agak dekil dengan rambut acak-acakan berdiri dengan angkuhnya sambil tersenyum ke arahku. Aku tak membalas senyum itu. Aku malah cepat-cepat pergi dari sana tanpa menghiraukan perkataan temanku lagi. Bukannya aku tak mau berkenalan atau mencoba untuk dekat dengan laki-laki itu. Tapi dengan penampilan seperti itu, membuatku ill feel. Aku memang tak cantik, tapi sebagai perempuan lumayan lah. Aku memiliki kulit yang tak terlalu putih tapi agak kecoklatan, hidung kecil, bola mata tak terlalu besar, alis yang rapi tapi tak hitam pekat, bulu mata yang cukup lentik dan bibir tipis. Apalagi saat aku berpapasan dengannya, tercium aroma tak sedap seperti aroma anak pang yang tak mandi berhari-hari. Uh... yang benar saja, mana mau aku dekat-dekat dengannya. Rasanya risih berlama-lama didekatnya, bisa-bisa aku muntah. Dan itu tak baik bagiku, bisa tersinggung dia nanti. Walaupun tampangku lumayan, tapi aku masih waras. Bukan orang seperti dia yang aku inginkan. Bukannya tak simpati, tapi kalau seperti itu adanya, aku tak akan sanggup menjalaninya. Aku harus bersikap biasa-biasa saja, seolah tak mengerti apa yang dia inginkan. Lagian aku masih kecil. Jalan hidupku masih panjang. Jujur, kejadian kemaren membuatku sedikit shock. Bagaimana mungkin laki-laki itu suka kepadaku? Aku kesini untuk sekolah, bukan pacaran. Itu lah yang tertanam diotak ku. Selang beberapa bulan kemudian, anak laki-laki yang katanya suka padaku itu tak tampak lagi. Aku senang karena tak ada lagi orang yang mengikutiku. Rasanya risih diikuti oleh orang yang tidak kita suka. Karena tak tahan dengan sikap dinginku, dia pindah sekolah. Makanya aku tak pernah melihatnya, itu lah pemikiranku waktu itu. Aku tak pernah bertanya dan hanya berasumsi sendiri. Lagian aku tak suka padanya, dan tak ada alasan bagiku untuk mencari tahu tentang dia. Sejak kepergian laki-laki yang tak ku kenal itu, Melisa dan kedua temannya tak banyak merecokiku lagi. Dulu, waktu laki-laki itu masih sekolah disini, setiap hari ada saja kata-kata tak pantas keluar dari mulutnya. Biar kata cantik, tapi kalau mulut tak bisa ditertibkan, untuk apa? Tak ada gunanya. Biar saja laki-laki itu suka padaku, kalau aku tak suka bagaimana? Terserah aku lah mau suka sama siapa. Aku tak mau mengatakan suka pada orang yang tak aku suka. Apa lagi orang bau badan seperti itu. Aku tak pernah mengatakan langsung kepadanya atau ketiga temanku yang sok kecantikan itu. Aku takut akan menjadi bumerang kedepannya nanti, cukup aku katakan didalam hati saja. ---------------------------------------ooooooo-------------------------------------- Hari-hari disekolah aku lewati begitu saja tanpa suatu hal yang berarti. Hanya sebatas datang dan pergi. Mengenai teman, aku berteman sekedarnya dengan teman sekelasku, tapi aku tak punya teman dekat. Aku tak mengkhawatirkan itu, bagi ku kenal disekolah saja sudah cukup. Hari ini berita duka datang dari teman sekelasku. Seorang siswa laki-laki meninggal dunia karena sakit leukimia. Leukemia merupakan salah satu jenis penyakit kanker darah yang dapat menyerang orang dewasa maupun anak-anak. Leukemia adalah penyakit kanker yang terjadi akibat sel-sel di sumsum tulang tidak berkembang dengan normal. Sedikit penjelasan tentang leukimia, ya… Kita lanjut lagi ke cerita ya... Karena itu lah, kami sekelas datang untuk melayat kerumah duka. Tampak kesedihan menyelimuti keluarga duka atas berpulangnya anak mereka. Aku hanya memandangi mereka dengan kasian. Aku tau rasanya ditinggalkan walaupun aku tak pernah mengingat kejadian itu. Akan aku jelaskan mengapa aku bisa berkata demikian. Aku seorang anak yang sudah ditinggal mati oleh ayah kandungku waktu aku masih 3 tahun. Aku tau rasanya kehilangan, tapi aku lupa bagaimana rasanya kehilangan. Mungkin karena umurku yang masih terlalu kecil, jadi otakku tak mengingat memory itu. Dalam bidang kedokteran disebut dengan infantile amnesia yaitu hilangnya ingatan pada tahun-tahun pertama kehidupan. Hal ini biasa dialami oleh semua orang karena memang memory yang tersimpan diotak kita belum sepenuhnya permanen. Itulah sebabnya aku tak mengingat sama sekali moment-moment apa saja kala mendiang papaku masih hidup. Semua cerita yang orang-orang ceritakan tentang kebersamaan kami, hanya dapat kudengar saja. Tanpa bisa membayangkan kebahagiaan kami waktu itu. Padahal aku lah pemeran utamanya, tapi hanya bisa sebagai pendengar saja. Andai saja aku tak menemukan foto laki-laki dewasa itu, mungkin aku tak tau bagaimana rupa papaku. Karena benar-benar tak ada memory yang tersimpan di otakku mengenai papaku. Rasanya, aku baru berada dibumi ini saat pertama kali aku berlari-lari kecil, waktu itu aku baru 5 tahun. Tak mungkin kan ada anak umur 5 tahun tiba-tiba ada dibumi ini tanpa melewati masa-masa balitanya? Sungguh ajaib tapi benar aku rasakan. Setelah tiada nya salah satu teman sekelasku, aku kembali belajar seperti biasanya. Menerima setiap pelajaran yang diajarkan guru dengan baik. Hingga tiba lah saatnya bagi semua siswa dan siswi untuk menghadapi Ujian Akhir Sekolah (UAS). UAS akan diadakan selama 6 hari berturut-turut. Menjelang UAS seperti ini semua siswa dan siswi akan belajar mati-matian. Ada yang mencicil belajar dari sekarang, ada juga yang pakai sistem kebut semalam atau bahkan ada dengan cara curang yaitu nyontek dari kertas satu lembar yang ditulis dikertas kecil dengan tulisan kecil. Aku tak membenarkan cara curang itu, tapi aku tak mau mencampuri urusan mereka. Toh bukan aku yang rugi, mereka lah yang rugi. Lain halnya denganku, sebenarnya aku sudah belajar dari sebulan yang lalu, namun dasar otakku tak begitu encer, jadilah aku lupa apa yang telah aku pelajari kemaren. Makanya setiap malam aku akan belajar bidang studi yang akan diujiankan besok. Tapi aku tak begadang, aku akan belajar lagi saat diangkot nanti dan saat dikelas sebelum ujian dimulai. Untuk ujian berikutnya, aku akan belajar saat istirahat tiba. Begitulah caraku belajar, cara seperti itu akan benar-benar diserap otakku. Terbukti, aku dapat dengan cepat menyelesaikan soal-soal ujian itu dengan baik. Untuk hasilnya kita lihat saja nanti di raporku. Hari ini adalah hari terakhir aku menghadapi UAS. Aku berharap, aku naik ke kelas dua dengan nilai yang memuaskan. Benar saja aku meraih juara 3, biarpun tak juara 1 aku sudah bangga. Pasalnya aku meraih juara 3 dari 40 orang siswa. Temanku yang dulu sering juara waktu SD saja, bisa aku kalahkan. Karena memang dia tak juara. Kenapa bisa gitu ya? Jawabnya aku tak tau, aku juga bingung. Kan biasanya dia pintar? Hah, biar saja lah, tak usah dipikirkan karena aku sedang tak mau banyak berpikir. Yang pasti, aku naik kelas. Tak terasa ya, waktu cepat berlalu, rasanya baru kemarin aku diantar om ku saat mendaftar kesekolah ini. Ternyata memang benar ya kata orang, waktu tak akan pernah mundur. Yang ada waktu akan berjalan semakin cepat, hingga kita hanya dapat mengenangnya. Semua yang terjadi hanya akan terjadi satu kali, bila ada kesalahan hanya bisa diubah dihari esok namun tak akan bisa dihapus begitu saja, karena kesalahan itu akan tetap kita ingat bagaimanapun kerasnya kita  mencoba mengubahnya.   ---------------------------------------ooooooo--------------------------------------
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD