2

1401 Words
Seperti acara MOS, kelas penuh dengan canda tawa dan permainan yang lucu sebagai hukuman yang diberikan harus menyanyi di depan kelas dengan syarat tertentu. Aku yang tidak konsentrasi karena masih lemas masalah kelas tadi mendapat hukuman, walaupun bukan hanya sendiri yang lain juga ada.           Hukuman yang diberikan bernyanyi Satu Satu Aku Sayang Ibu sampai akhir tetapi huruf vokal harus diganti dengan huruf O, sehingga lirik yang ada menjadi Soto Soto Oko Soyong Obo yang membuat mulut moyong seperti mulut ikan sambil berpikir supaya tidak ada kata yang salah karena akan diulang sampai benar dengan gelak tawa semua yang ada di kelas itu.           Setelah puas bermain, setiap ekskul yang ada dijelaskan. Dimulai dari ketua OSIS yang memberitahu bahwa setiap siswa harus mempunyai minimal satu ekskul dan menyebutkan satu persatu ekskul yang ada. Kemudian setiap perwakilan ekskul yang ada menjelaskan apa itu kegiatan mereka. Ada Drumband tentu saja, Fenomena seni drama sekolah, Basket dan Volly (Olahraga), Pramuka, Karate (beladiri), Karya Ilmiah, PMR, Paskibraka, dan Bakti Sosial. Penjelasan tata cara daftar, dan jadwal kegiatan disebutkan juga. Penjelasan ekskul berakhir dengan masuknya seorang guru yang memegang daftar hadir siswa dan penjahit pakaian untuk mengukur siswa baru, nama dipanggil sesuai urutan. Sampai urutan ke 15.           “Qisi Inata Erda. Kisi kisi jawaban ya...?” tanya beliau dengan bercanda, diikuti gelak tawa kelas karena nama yang disebutkan sedikit aneh.           “Namanya salah, Pak.” Jawabku dengan takut.           “Oh...salah. Iya, Iya. Siapa namamu sebenarnya nak, tulis yang jelas jangan sampai salah lagi. Nanti ijazahmu bakal salah juga.” Kata beliau dengan senyum lebar, karena beliau salah satu guru yang mempunyai humor setiap kali mengajar sehingga anak muridnya tidak bosan. Aku menuliskan nama dengan benar kemudian diukur untuk seragam, baik pakaian putih abu-abu, pramuka dan olahraga.           Beliau melihat nama yang telah aku tulis dengan benar “Qistina Verda”. Dengan menaikan alisnya karena heran. “Jauh betul namamu, nak? Tidak salah masuk kelas tadi?” beliau bertanya.           “Tadi harus menghadap wakil kepala sekolah dulu, Pak. Baru saya tahu kelas saya di mana” jawabku pelan.           Bel istirahat terdengar, sebelum keluar kami semua mendapat tugas meminta tanda tangan dan jam serta tanggal dari senior panitia yang ditandai dengan pita yang diseragam sebanyak 20 setiap orang dalam waktu empat hari dari seminggu pelaksanaan MOS. Keluhan terdengar di belakang tetapi penjelasan dari panitia menyebutkan senior yang ada lebih dari 20 orang. Sebagai dispensasi lima orang dari panitia yang ada di kelas kami menanda tangani buku tulis kosong masing-masing.           Saat keluar kelas, aku mencari-cari teman-temanku dari SMP tadi. Dan menghampiri meraka yang berkelompok di depan kelas antara kelas B dan C. Saat sampai mulailah pertanyaan introgasi atau lebih tepatnya kecemasan mereka terlontarkan.           “Bagaimana tadi, Q? Di kelas mana kamu?” tanya Sabrina teman dekatku dengan cemas sekaligus semangat. Karena temanku yang satu ini orangnya ceria, semangat tetapi mudah cemas. Yang diamini yang lain Eka, Febri, dan Eci dengan anggukan kepala tanda setuju bahwa mereka sama.           Aku mengangkat bahu dan nyengir kepada mereka dan mulai bercerita dimulai saat mereka sudah masuk ke kelas masing-masing, bertemu dengan senior, ke ruang wakil kelapa sekolah dengan seruan kaget mereka, penelurusan nama dan nilai ujian dan masuk ke kelas.           “Aku di Kelas A.” Jawabku mengakhiri cerita. “Tetapi kalau kelasnya seperti ini saat kelas belajar tetap nanti.” Sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal untuk menyampaikan kerisauan hatiku “Habislah aku. Mereka semua rangking satu di kelas waktu SMP dulu. Belum lagi anak dari SMP yang lain.”           Mereka tersenyum sendu karena tahu kerisauan hatiku dan memberi semangat “Semoga saat kelas belajar tetap nanti, dikocok ulang guru. Kan tidak mungkin hanya satu kelas untuk siswa dengan rata-rata tertinggi dalam satu kelas, sedangkan satu kelas dengan kemampuan rata-rata terendah.”           “Semoga...Yaa Rabb” jawabku menjawab dengan penuh harap.           Aku dan Sabrina dalam mencari tanda tangan senior yang ditugaskan panitia selalu mencari bersama-sama. Dengan memilah senior yang kira-kira akan memberikan tanda tangan dan cap panitia dengan mudah. Setiap senior yang bertampang lembut dan mudah memberikan tanda tangan pasti di buru siswa baru.           Ada seorang senior bersama kedua temannya yang mudah memberikan tanda tangan setiap kali diminta, saat yang lain berebut dan membentuk lingkaran kecil di sekeliling mereka untuk meminta tanda tangan juga, dia memberikan tantangan. “Siapa yang bisa menjawab pertanyaan yang aku berikan. Akan mendapatkan tanda tangan kami bertiga.” Terdengar jawaban protes tetapi dihanya menjawab.           “Kalau tidak bisa jawab ya...tanda tangannya ga jadi.” Dua temannya hanya tersenyum geli melihat tampang kami semua. “Mundur sedikit, di sini sudah mulai gerah.”           “Pertanyaannya mudah kok.” Sambil tersenyum simpul menatap kami “Apa kepanjangan dari PERBASASI?” terdengar seluruh teman-teman mengatakan “Saya, Kak” dengan lantang sambil mengangkat tangan. Yang tercepat dipilih.           “Persatuan Basket Seluruh Indonesia” salah satu cowok berseru dengan lantang.           “Salah” jawabnya kalem.           “Betul, Kak!” dia berkeras bahwa jawabannya betul, yang dibalas senior dengan jawaban telak.           “Kalau Basket itu PERBASI, pertanyaan saya tadi PERBASASI, itu kan berbeda. SA-nya apa?” mereka semua terdiam. Aku dengan malu-malu mengangkat tangan, karena teman-teman yang ada rata-rata cowok semua, hanya aku dan temanku Sabrina yang cewek.           “Iya, kamu!” dia menunjuk ke arahku “Apa?”           “Persatuan Baseball Softball Seluruh Indonesia, Kak.” Jawabku dengan pelan.           “Betul... ini jawaban yang benar. Kemarikan, bukumu. Yang lain bubar, sudah sumpek nih.” Sementara teman-teman yang lain bubar aku menunggu tanda tangan mereka bertiga yang akan menyisakan satu tanda tangan terakhir untuk aku cari. Dia bertanya tiba-tiba. “Kelas mana, Dek?”           “Kelas A, Kak.” Jawabku sambil tersenyum simpul.           “Pantesan aja pintar, dari kelas A.” Dia mengangguk-anggukan kepala yang diamini teman-temannya.           Setelah mendapatkan bukuku kembali dan berterima kasih, aku dan temanku Sabrina mulai kembali mencari dan memilah senior yang sudah memberikan tanda tangan dan yang belum tentu saja, dengan perkiraan bahwa mereka akan memberikan tantangan dengan sesedikit mungkin untuk tidak bertindak gila. Tantangan terakhirku hanya bernyanyi satu buah lagu sampai selesai. Setelah aku mendapatkan tanda tangan terakhir bersama Sabrina kami kembali ke kelas masing-masing.           Kegiatan MOS berakhir dengan acara hacking malam, kami semua siswa baru datang kembali setelah ashar. Setelah absensi, dilakukan pembentukan kelompok yang beranggotakan enam orang, kelompok putra dan kelompok putri. Setelah melaksanakan shalat magrib dan isya berjamaah bagi yang muslim, acara inti dimulai. Pelepasan peserta melakukan jalan malam keliling kota. Setiap kelompok memiliki senter sebagai pertanda bagi peserta dan panitia yang menunggu mereka setiap pos yang harus dilalui mereka. Setiap peserta memberi tanda, panitia yang dituju akan membalas. Setiap pemberhentian peserta harus memberikan sandi “Kosong Kosong” jika jawaban dari panitia adalah “Omega” maka peserta dapat berhenti dan istirahat lima menit kemudian mendapatkan petunjuk arah sebelum akhirnya melanjutnya perjalanan kembali.           Perjalanan yang kami lakukan sangat jauh, tetapi jika jalan raya itu tidak akan memakan waktu yang lama. Perjalanan yang dilakukan berputar-putra, karena saat di jalan raya kita semua dapat mengenali dimana kita berada, tetapi rute perjalan terkadang perkuburan, sawah yang kering karena saat berjalan kami akan merasakan tanah yang tidak datar dan pematang sawah yang harus dilalaui. Finish pertama dari acara ini adalah di lapangan basket terbuka, salah satu sekolah swasta terbesar di Kotaku. Disini kami beristirahat dan akan dibangunkan saat pukul dua dini hari untuk melakukan perjalanan kembali. Kami tidur di lapangan beralaskan lantai semen dan atap langit berbintang.           Perjalanan dilakukan kembali saat pukul dua, perjalanan ini tidak seperti perjalanan pertama. Perjalan kedua lebih seperti berjalan lintas alam karena melewati sungai kecil dengan panitia membentuk rantai dan melalui jalan yang memanjat yang harus mengambil uluran tangan senior untuk dapat memanjat tebing kecil dan perjalanan berakhir di pantai. Seluruh panitia hadir di sini, setelah memastikan bahwa semua peserta selamat kami istirahat sebelum dilakukan pelantikan oleh Guru yang menjadi perwakilan sekolah. Syal yang selalu menjadi lambang kami selama MOS, untuk menutup mata kami. Kemudian disuruh berputar tiga kali yang menyebabkan kami tidak tahu arah mana sekarang. Panitia membariskan kami dalam satu tim, dan saling memegang bahu teman masing-masing. Untuk ketua tim, tangannya dipegang panitia dan berjalan kembali.           Kami bertanya-tanya apalagi sekarang? Well....setelah sampai di tujuan... air membasahi kami. Bukan sembarang air, karena kami semua dibibir pantai dan ombak bergulung di kaki kami yang tidak kuat akan terduduk dan sedikit tersedak karena kaget. Semua basah, tetapi tawa sambil membuka mata “Oh...My God....” semua basah dan menggigil, mandi pagi dengan air laut yang dingin. Acara selesai dan dapat kembali pulang ke masing-masing rumah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD