Satu

3073 Words
Mengetahui kalau dirinya di jodohkan dengan salah satu pengusaha muda yang sedang naik daun, bernama William Akselsen membuat Stevany senang. Sudah tiga kali dia bertemu dengan William, dan kali ini dia ingin mendatangi rumah William. Ada satu hal yang ingin dia pastikan, yaitu tentang tante kesayangan anak dari William. Kemarin saat pertemuan terakhir mereka, pria itu mengatakan kalau putrinya tidak mau pisah dengan tante kesayangannya. Hal itu tentu membuatnya bertanya-tanya, seperti apa orang yang begitu disayangi anak pria itu. Sesampainya di depan rumah besar Stevany dipersilahkan masuk setelah penjaga keamanan melaporkan kedatangannya pada pada William.  Stevany menekan bell dan seorang wanita yang terlihat masih begitu muda, dengan kulit yang terlihat terawat.  “Maaf cari siapa?” Tanya wanita itu dengan sopan dan ramah. Stevany sedikit terkejut dengan sikap wanita itu. Senyum yang dia tunjukan begitu manis.  “Dia tamu ku Mira, persilahkan dia masuk” William berdiri di tengaj anak tangga.  “Silahkan masuk,” Meski terdengar ramah, tapi Stevany tahu kalau wanita itu terlihat sedih. Stevany acungi jempol untuk wanita itu, dia begitu pandai menyembunyikan ekspresinya.  “Terimakasih,” Stevany masuk dan melewati Mira dengan santai, saat dia baru saja menaiki tangga, Mira mengaduh. Sepertinya wanita itu tidak fokus saat menutup pintu. Tangannya kejepit, namun yang membuatnya tidak habis pikir adalah respon William yang tdak biasa.  Pria itu langsung berlari menghampiri Mira, wajahnya jelas terlihat khawatir. Stevany kini yakin untuk mengakhiri perjodohannya dengan William.  “Ekem,,” Dia berdehem untuk menarik perhatian kedua orang itu.  “Pegang dan letakkan es-nya seperti ini!” Stevany mendengar William memerintah dengan nada Khawatir.  “Maaf, membuatmu menunggu,” Kata pria itu, tidak merasa bersalah sama sekali. Maaf-nya hanya untuk sapaan formal saja.  “Apa yang membawa mu datang ke sini?” Tanya William saat mereka sudah berada di ruang kerja pria itu.  “Kamu tidak membalas pesan ku atau mengangkat telepon ku, Jadi aku memutuskan untuk berkunjun sekalian ingin berkenalan dengan Mikha” Tujuan awalnya memang ingin berkenalan dengan Mikha, sekalian mengenal Mira. Tante kesayangan Mikha, putri kandung William. Stevany memeprhatikan ekspresi William yang tidak bisa di tebak sama sekali.  “Sepertinya kamu begitu menyayangi wanita bernama Mira itu ya?”  “Kenapa kamu bertanya seperti itu?” William balik bertanya, ekspresinya kaku.  “Bukankah sudah jelas, cara mu memperlakukannya, seolah-olah dia begitu berharga. Kamu begitu khawatir saat  dia terluka, bahkan hanya luka kecil” Tidak ada nada cemburu yang Stevany perlihatkan. Meskipun mereka sudah di jodohkan, dia tidak ingin menaruh perasaan lebih sebelum hubungan mereka jelas. Dan dia beruntung mempertahankan prinsipnya itu.  “Saya melakukannya karena dia tante Mikha, dan djuga sangat menyayangi Mikha” William berusaha mengelak  “Menyayangi Mikha adalah kewajibannya, kamu membayar dia dengan mahal tujuannya adalah itu kan, agar dia memperhatikan dan menyayangi Mikha.” William terdiam, dia tidak bisa menyangkalnya.  “Akui saja, kalau kamu memang mencintainya.” Kata Stevany, dia melipat tangannya dan bersandar di punggung sofa.  William terkekeh dingin, “Dia bukan tipe saya.” Sangkalnya lagi. Stevany terbahak mendengar alasan tidak masuk akal William.  “lalu apa ini?. Kenyatannya kamu jatuh cinta dengannya” Kata Stevany setelah meredakan tawanya.  “Kami tidak akan mungkin bersama, dia hanya seorang-,”  “Pengasuh” Kata Stevany memotong perkataan William. “Bersembunyilah di balik gengsi mu, lalu setelah dia menjadi milik orang lain, barulah kamu sadar”  “Kamu sendiri bagaimana?. Bukankah kamu menyukai ku?” Kata Pria itu dengan sangat percaya diri. “Aku, akui, aku memang menyukai mu, tapi hanya sebatas itu. Dan aku tidak mau terjebak dengan pria yang mencintai orang lain. Kita akhiri hubungan ini dengan baik-baik” Stevany kemudian berdiri dan melangkah keluar dari ruangan kerja William.  Saat dia keluar dari ruang kerja William, seorang pelayan mengantarnya menuruni tangga hingga pintu utama. Namun di tengah perjalannya dia melihat Mira yang sedang bercanda dengan Mikha. Keduanya terlihat seperti ibu dan anak. Stevany jelas melihat ketulusan yang Mira milki untuk Mikha. Di jaman sekarang ini sangat susah mencari pengasuh yang tulus. Stevany mendekat pada dua wanita beda usia itu. "Maaf, Mira?" Sela Stevany. "Iya?" "Bisa bicara sebentar?" Mira mengangguk. "Tunggu di sini sebentar iya, tante bicara dengan tente itu dulu..," Mikha melihat Stevany tidak suka, dia merasa wanita itu mengganggu waktunya dengan Mira. "Maaf ya Mikha, tante Vany pinjam tante Miranya sebentar.." Mikha tidak menggubris permintaan Stevany dia hanya memberenggut tidak suka. "Apa kamu mencintai William?" tanya Stevany membuka pertanyaan. Mira menggigit bibir bawahnya tidak enak pada wanita itu, "Saya akan segera melupakannya" Katanya pelan. Mira yakin kalau wanita di depannya ini adalah kekasih William. Seketika dia merasa minder. Stevany tinggi dan cantik. Kulitnya putih bersih terawat. "Kamu menyerah dengan perasaan mu? Coba katakan pada William kalau kamu mencintainya, aku yakin pria itu akan menerimanya" Stevany tidak tahu bagaimana sakit hatinya Mira di tolak dengan kata-kata kasar. Mira menggeleng, "Saya sudah pernah mengatakannya, tapi di tolak" Mira tidak tahu kenapa, dia nyaman bercerita dengan Stevany. Mata Stevany membulat, "Serius , ditolak?" Mira mengangguk. "Bisa aku menyimpan nomor ponsel mu? Aku akan menghubungi mu nanti, kita bisa jadi teman" Mira menyebutkan sederet angka yang di hapalnya di luar kepala. "Oke, aku akan menghubungi mu nanti. Aku punya ide yang bagus" Stevany tersenyum misterius. Dia akan membuat si kaku William kelabakan. Lihat saja nanti, pikirnya. "Senang bisa berteman dengan no-," "Stevany, panggil aku Vany" Stevany mengulurkan tangannya pada Mira. "Senang juga bisa berteman dengan mu Mira" katanya ramah. Stevany kemudian pulang, dia meninggalkan kediamam William. Dia yakin keputusannya ini akan membuat kedua orangtuanya tidak setuju. Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak akan bertahan dengan pria yang tidak mencintainya dan menyakiti seorang perempuan yang tulus mencintai pria itu.   *** Stevany baru saja masuk kedalam rumah orang tuanya, langsung di sambut dengan rentetan omelan sang mama.  “Jadi kenapa kamu memutuskan perjodohan dengan William?. Kamu tidak tahu betapa mama, sangat berusaha untuk menyusun perjodohan itu?. Kenapa kamu seenaknya saja?” Kata Wanita paruh baya itu. Stevany mendengus, dia bahkan belum duduk dan minum.  “Mama, William sudah punya orang yang dia cintai. Aku tidak mau menikah dengan orang yang hatinya di miliki wanita lain” Jawab stevany, dia kemudian melangkah meninggalkan ibunya ke dapur. Mengabil gelas dan mengisinya hingga penuh, lalu dia menengguknya hingga tandas dalam sekali teguk.  “Itu bukan masalah, yang penting dia mau bersama kamu. Masalah cinta, itu urusan terakhir” Kata Viona, ibunya.  “Jika aku tetap bersamanya, aku hanya menunggu waktu untuk di tending. Mama, bahkan anaknya sangat menyayangi wanita itu. Apa menurut mama aku akan mendapat tempat di rumah itu?” Stevany melihat mamanya dengan serius. Viona menggeleng ragu.  “Tapi tetap saja kamu harusnya  bisa mengambil hati mereka” Rupanya wanita paruh baya itu belum menyerah. Karena menurutnya William adalah calon menantu paling potensial yang bisa di banggakan pada tema-teman arisannya.   “Aku tidak akan mengerkan hal yang apada akhirnya aku tahu itu hanya sia-sia” Stevany kembali dan duduk di sofa.  “Prusahaan papa kamu akan semakin berkembang, saat William menjadi bagian dari keluarga kita” Stevany melihat mamanya dengan tatapan kesal.  “Dari awal aku sudah menawarkan diri untuk membatu usaha papa. Tapi kalian selalu menolak-,”  “Anak perempuan tidak cocok mengelola perusahaan, kamu seharusnya hanya bersantai dan biarkan para laki-laki melakukan semuanya untuk mu”   “Bagaimana kalau aku katakan, aku tidak akan menikah?” Stevany sudah bosan dengan prinsip yang orang tuanya pegang. Stevany yakin, semua pria ingin istrinya mandiri dan serba bisa.   “Itu tidak akan mungkin” Jika tidak dengan William, maka Viona akan mencari laki-laki lainnya yang menurutnya setara dengan William.   “Oke, kalau kamu tidak mau dengan William. Bagaimana dengan laki-laki lainnya? Mama ada satu kenalan lagi. Kamu tahu kan Ben Sadewa?, Adik kandungnya Nicholas Sadewa. Pria itu sekarang sudah memiliki perusahaan sendiri. Mama yakin kamu cocok dengannya” Stevany melihat mamanya dengan lelah.  “Apa mama tidak percaya kalau aku bisa mencari pasangan sendiri?” Viona menggeleng yakin.  “Perlu mama sebutin nama-nama mantan pacar mu” Stevany, seumur hidupnya hanya pernah menjalin hubungan dengan tiga orang pria. Dan ketiganya merupakan pria b******k yang hanya mencari keuntungan darinya.  “Deon, putus karena dia hanya menginginkan posisi di perusahaan kita. David, putus karena-,”  “Udah ma, stop!” Stevany mendengus, tidak seharusnya aku meceritakan semuanya pada mama’. Sungut Stevany dalam hati.   “Jadi kamu maukan sama Ben?, biar mama atur pertemuan kalian” Tanya Viona antusias, matanya berbinar mengingat betapa tampannya Ben Sadewa.   “Terserah mama ajalah!” Stevany tidak akan pernah menang adu mulut dengan mamanya itu. Dia mengambil tasnya dan naik ke kamarnya, meninggalkan sang mama yang sibuk dengan teleponnya. Sepertinya dia menghubungi temannya, ibu dari Ben Sadewa itu.  *** Wingga baru saja tiba di Jakarta, setelah menempuh perjalan udara selama berjam-jam. Dia melambaikan tangannya pada sang ibu yang datang menjemputnya. Cordelia, di usiannya memasuki empat puluh depalapan tahun masih terlihat sangat muda. Tidak jarang orang menganggap mereka sebagai sepasang kekasih. Wanita itu memang awet muda, selain karena factor keturunan, wanita itu juga rajin melakukan perawatan.  “Ma,” Sapanya pada Wanita itu, yang langsung menubruk badannya.  “Ya, ampun mama kangen banget sama kamu” Katanya, terakhir mereka bertemu adalah dua tahun lalu saat Cordelia dan sang suami mengunjungi Wingga di luar negri.  Wingga mengusap bahu sang mama lembut, beberapa orang melihat mereka dengan berbagai ekspresi.  “Jadi kamu akan langsung bekerja di perusahaan papa?” Tanya Coerdelia setelah melepaskan pelukannya. Mereka saat ini sudah berada di dalam mobil.  “Sebenarnya aku, berencana untuk mencari pengalaman di kantor yang Bang Liam pimpin” Dia menyebut William sepupunya itu.  “Setidaknya untuk dua tahun kedepan.” Tambahnya lagi.  “Atau itu hanya alasan agar kamu bisa bertemu dengan Mira?” Tanya Cordelia dengan nada menggoda. Wingga hanya terkekeh.  “Kamu benar ingin mendekati Mira?” Tanya Cordelia lagi, dia penasaran. Saudara iparnya memang sering menceritakan tentang Mira, pengasuh cucunya yang baik sopan dan semua yang baik-baik, Sarah menceritakannya.  Wingga tersenyum, “Aku belum bertemu dengannya ma, Jadi lihat nanti saja” Katanya.  “Mama sudah bertemu dengannya, anaknya memang baik dan sopan. Tapi, mama pikir dia sudah ada yang punya” Cordelia mengangkat bahunya saat Wingga melihatnya dengan tatapan bertanya.  “Aku harap bukan bang Liam. Kalau pria lain masih bisa di tikung, kalau bang Liam, aku tidak akan berani.” Tukas Wingga serius.  “Mama dengar, mbak sarah menjodohkan William dengan seorang gadis bernama Stevany. Anaknya cantik, mama melihat fotonya saat di tunjukkan mbak Sarah.”  “Apa sekarang masih jaman, jodoh-jodohan?” Wingga menggeleng tidak habis pikir dengan pikiran Tantenya itu.  “William sudah terlalu lama sendiri, dia tidak pernah dekat dengan wanita manapun sejak cerai dengan mantan istrinya. Kalau mama punya anak seperti itu, sudah jelas mama akan melakukan hal yang sama dengan Mbak Sarah.”  “Tahu dari mana, kalau bang Liam tidak pernah dekat dengan perempuan?” Wingga juga seorang laki-laki, dia pasti paham apa yang William rasakan. Tidak mungkin selama itu dia bisa menahan diri. “Kenyataannya memang seperti itu”. Kata cordelia tidak mau mengalah. Wingga menggeleng melihat kelakukan ibunya, kadang-kadang dia berpikir kalau sang ibu adalah seorang anak-anak yang terperangkap di tubuh orang dewasa. Dia salut pada papanya yang begitu sabar menghadapi sang istri.  “Bagaimana papa ma, masihkah dia di dekati para wanita?” Di usianya papanya yang sudah menginjak angka lima puluh, masih banyak gadis-gadis muda yang sering menggodanya. Sama seperti sang mama yang masih terlihat muda begitupun dengan Jose papanya. Pria paruh baya itu terlihat seperti pria yang masih berumur tigapuluh tahunan.  Cordelia mencebik, “Karena itulah mama ingin papa kamu langsung pension saja, wanita-wanita itu, meskipun tahu kalau papa kamu sudah menikah dan punya anak, tetap saja mereka mereka mengejarnya. Seakan-akan tidak ada lagi pria yang masih lajang” Sungut Cordelia mengingat ulah para wanita yang menggoda suaminya “sama sepert mama sih, yang juga masih sering di goda para laki-laki” Wingga tertawa melihat ekspresi sang mama. Dia pernah mendapati sebuah komentar dari seorang laki-laki di i********: milik Cordelia. Pria itu bahkan dengan terang-terangan mengajak Cordelia berkencan.  Saat mereka tiba di rumah, sang papa ternyata sudah pulang dari kantor dan adik perempuannya yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas, bernama Angelica. Wingga menyapa papanya dan adiknya yang terlihat paling gembira diantara yang lainnya.  “Kamu sudah siap menggantikan papa kan?” Jose langsung bertanya tanpa basa-basi, dia sudah bosan di cemburui oleh sang istri terus menerus.  “Aku pikir aku cari pengalaman dulu lah pa, sambil belajar dari bawah dulu,” Jawab Wingga santai. “Memangnya sekolah sampai keluar negeri belum cukup?”  “Wingga butuh pengalaman pa, untuk bisa jadi pemimpin yang baik pa,” Jawab Wingga, dia memang butuh belajar banyak dari sepupunya William, untuk bisa memimpin perusahaan dengan baik. Melihat bagaimana William berhasil mengembangkan perusahaan ayahnya dan juga usaha yang dia bangun sendiri, membuatnya ingin jadi seperti pria itu.  “Lalu perusahaan mana yang akan kamu datangi?” Meskipun tidak setuju dengan keputusan putranya itu, tapi Jose tetap mendukung apapun pilihan Wingga. Wingga mau meneruskan perusahaannya saja dia sudah beruntung, dibanding dengan teman-temannya yang anak mereka kebanyakan berubah haluan.  “Aku berencana belajar dengan Bang Liam pa, jadi aku akan melamar ke perusahaanya besok” Jawab Wingga lugas. Jose tersenyum mendengar perkataan Wingga, itu artinya dia memang ingin serius belajar.  ***  Dua minggu setelah kembali dari Amerika, Wingga baru bisa mengunjungi om dan tantenya. Saat mengunjungi keluarga om dan tantenya Wingga akhirnya tahu kalau William dan Mira sudah memiliki hubungan khusus. Dia akhirnya memutuskan mundur untuk mendekati Mira. Dia tentu tidak mau merusak hubungan keluarga mereka. Tapi Tante Sarah memintanya untuk memancing sepupunya yang gengsi menyatakan cinta pada Mira.  Hari ini dia akan ikut menejenguk Mira yang sedang sakit, bersama keponakannya anak kandung William yang di asuh oleh Mira. Tante Sarah dan suaminya sudah masuk ke ruang perawatan Mira terlebih dahulu. Sementara dia harus menemani Mikha yang ingin membeli minuman ke kantin rumah sakit. Setelah membeli minuman dan sebuah roti kering mereka kini menuju kamar perawatan Mira.  "Papa!" Mikha membuka pintu dengan brutal dan berlari masuk menghampiri sang ayah. Wingga ingin memberhentikannya namun kalah cepat dengan anak kecil itu. "Hai anak papa, apa kabar?"  kata William menyambut Mikha yang melompat ke pelukannya. Wingga tersenyum melihat kelakuan Mikha. "Baik papa," jawab Mikha riang. Gadis kecil itu kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Mira yang sedang berbaring. "Tante masih tidur, jadi nggak boleh berisik oke!" Wingga mendengar William berbisik lembut pada Mikha. "Tapi mikha mau peluk tante Mira. Mikha rindu." Kata gadis kecil itu dengan gaya yang imut. Membuat Wingga benar-benar gemas. "Nanti iya, setelah tante bangun" Bujuk Sarah. Mikha menggembungkan pipinya, dia beralih pada papanya, dengan sangat penasaran, "Papa, tante  Mira sakit apa?" tanya nya. "Usus buntu." jawab William pendek. "Usus buntu itu apa?" Tanya Mikha lagi. "Itu-," William kemudian menjelaskan perihal usus buntu, seperti yang dokter jelaskan kemarin, hingga proses pemulihan. Mikha mengerutkan keningnya tidak mengerti. Yang dia tangkap dari penjelasan panjang papanya hanya operasi.  "Operasi itu apa?" Tanya gadis kecil itu dengan penasaran.  "Operasi itu adalah, dokter membantu mengeluarkan sumber sakit tante Mira. Setelah sumber sakitnya di keluarkan, tante Mira tidak akan sakit lagi nanti" Jawab William laki-laki itu terlihat tersenyum puas pada penjelasannya. Terlebih  sang anak, Mikha terlihat mengangguk mengerti. Setelah mendengar perbincangan keluarga kecil itu, Wingga berinisiatif untuk mendekat, melihat Mira. Namun belum dia melangkah. "Eh, jangan mendekat. tetap duduk di situ!" William menghentikan menghentikan langkahnya. Wingga melihat sepupunya itu dengan kening berkerut.  "Ck, aku kan belum pernah melihatnya dari jarak yang dekat," kata Wingga dan tetap mendekat tanpa mengindahkan peringatan William. Selama ini dia bersekolah di luar negri, dan hanya mendengar Mira dari cerita Tante Sarah dan Mamanya. Meskipun telah memutuskan mundur untuk mendekati wanita itu, dia tetap penasaran ingin melihat wajah wanita itu. "Wah, ternyata memang sangat cantik!" Dia sebenarnya hanya berniat menggoda kakak sepupunya itu, dia tidak menyangka akan mendapat tendangan yang kuat di kakinya. Dia mendengus sambil memegangi bekas tendangan William. "Jangan macam-macam, atau saya kembalikan kamu ke Amerika sana!" kata William datar. Wingga terkekeh melihat reaksi William, dia baru tahu kalau kakak sepupunya itu begitu pencemburu. "Hai kakak ipar, senang bertemu dengan mu. Aku Wingga," sapa Wingga dengan ramah. Saat wanita itu terlihat sudah bangun. Dia mendengar William mendengus kesal. Namun Wingga mengabaikannya. Dia tidak berbohong mengatakan kalau Mira sangat cantik, kenyataannya dia memang cantik, pantas saja sepupunya yang memiliki selera tinggi itu jatuh cinta kepadanya. "Dia sepupu ku, dan sekedar informasi, dia sudah punya kekasih" potong William, Mira yang hendak membuka mulutnya langsung terdiam. Wingga menoleh tidak percaya. Padahal dua tahun terakhir dia tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita manapun. "Mira bagaimana keadaan mu?" Tante Sarah mencairkan situasi yang memanas, eh, salah. Hanya William yang panas. Yang lainnya biasa saja. "Ma, sebaiknya kalian pulang saja, tidak baik bagi Mikha terlalu lama di rumah sakit." Wingga setuju dengan apa yang William ucapkan, terlebih keponakannya yang cantik itu sudah terlihat mulai mengantuk. "Bilang saja kamu takut kalah saing dari Wingga" Kata Darman menggoda putranya.  "Pa, apa perlu aku bongkar rahasia papa pada mama?" Darman langsung berdiri. Wingga takjub dengan kekompakann keluarga Om-nya itu. "Ma, kita pulang saja!" Om darman langsung mengajak istrinya untuk pulang. Sarah melihat anak dan suaminya bergantian. "Apa yang kalian sembunyikan?" Tanya dengan wajah serius. William melihat papanya dengan senyum kemenangan. "Tidak ada sayangku, aku tidak pernah menyembunyikan apapun dari kamu" Kata Darman manis. Sarah melihat suaminya tidak percaya.  "Ayo kita pulang, William benar tentang MIkha yang tidak boleh terlalu lama di lingkungan rumah sakit. tidak baik baginya, banyak virus" Darman mengambil tas milik istrinya lalu mendorong pelan Sarah keluar dari kamar perawatan Mira.  "Mira, tante dan om pamit dulu. Semoga lekas sembuh. Mikha sayang ayo pamit pada tante Mira dan papa."  "Mikha masih mau di sini Oma," tolak Mikha.  "Besok masih bisa ke sini lagi setelah pulang sekolah" Mikha melihat Mira dengan tatapan meminta bantuan, dia berharap Mira menahannya. Namun melihat gelengan di kepala Mira membuatnya menunduk lesu. "Besok datang lagi iya, tante menunggu mu dan belajar yang pintar, nurut sama Oma dan Opa" Nasihat Mira. Mikha akhirnya tersenyum dan mengangguk. "Kakak ipar-," Wingga baru saja ingin pamit, tapi sepertinya sepupunya itu cukup sensi dengannya. "Pergi saja sana, tidak perlua pamit!" William langsung mendorongnya dengan sedikit kasar. Wingga sebenarnya tidak tahu apa masalahnya, mengapa William terlihat kesal padanya, bahkan saat dia baru masuk. Dulu mereka lumayan akrab.  "Apa yang kau tunggu, cepat pergi!" Wingga melihat Mira sekali lagi, dia tersenyum dan mengedipkan matanya sebelum benar-benar keluar dari ruangan rawat Mira. Dia tahu kalau William sudah ingin melemparnya dengan sepatunya, mungkin. Bersambung...                           
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD