BAB 3 : Licik

3402 Words
Tubuh Yura terhimpit dan sedikit terangkat di tembok, tangan kecilnya memeluk bahu kokoh Julian dan membalas ciumannya yang membuat Yura tersendat-sendat sedikit kewalahan atas desakan Julian yang semakin memperdalam ciuman mereka. Napas Yura berubah memburu, dengan kasar dia mencari pasokan udara ketika ciumannya terlepas, bibir Yura terasa kebas dan membengkak karena ciuman Julian. kaki Yura sedikit bergerak kembali berdiri dengan kedua kakinya sendiri. “Kau sangat seksi saat marah” puji Julian semakin menempelkan tubuhnya pada Yura, wajah Yura memerah malu merasakan sesuatu mengeras menekan perut Yura. Julian mengusap wajahnya dan mengusap beberapa anak rambut yang menyapu wajah Yura. Gadis itu tidak pandai mengungkapkan perasaannya karena masih memiliki keraguan apakah Julian akan berubah dan berhenti bermain dengan wanita atau tidak. Tangan nakal Julian bergerak di sisi mengusap lengan Yura dan mengusap bahunya. “Bagaimana jika kita bercinta dulu untuk mengurangi ketegangan.” Bisiknya penuh semangat. Kaki kecil Yura bergerak cepat menyentak sisi kaki Julian dengan tendangan hingga pria itu mengerang dan kehilangan keseimbangannya. “Arrght” tubuh Julian oleng ke sisi dan berpegangan pada tembok untuk tetap berdiri. “Itu sudah cukup mengurangi keteganganmu Julian.” jawab Yura melihat Julian yang meringis mengusap sisi kakinya. “Sikapmu benar-benar keterlaluan, kau menganiayaku” rajuk Julian berusaha berdiri dengan tegak, dan menarik pinggang Yura hingga tubuh mereka menempel kembali. “Aku semakin tegang jika kau bersikap kasar padaku.” “Lepas Julian” tolak Yura karena pelukan erat Julian. “Kau masokis” hina Yura dengan marah. “Tidak.” Tolaknya dengan gelengan kuat, Julian tidak akan pernah menyerah sebelum keinginannya terpenuhi. “Mengaku dulu jika kau cemburu.” titahnya dengan pelukan yang semakin erat enggan melepaskan sebelum Yura menuruti keinginannya. Napas Yura terasa sesak, kakinya terpaksa menjinjit karena pelukan Julian. Beberapa orang pekerja yang lewat terlihat mencuri-curi perhatian kepada mereka yang terlihat sedikit aneh. Yura membuang napasnya perlahan, rambutnya yang terurai sedikiti berantakan, tubuh Julian sedikit membungkuk meraih telinga Yura dan mengulumnya di akhiri dengan gigitan kecil. “Aku bisa memelukmu sampai pagi seperti ini jika kau tidak mau bicara.” Godanya memperhatikan semburat merah merona di pipi Yura. “Aku.. aku tidak cemburu. Kau sangat tampan dan mempesona, wajar banyak wanita yang mengejarmu” Alih-alih mengaku cemburu, Yura malah memuji Julian dan membuat wajah pria itu memerah seketika. Pelukan Julian terlepas seketika, kakinya melangkah mundur. Julian mengusap wajahnya dan menatap tidak percaya, “Sejak kapan kau belajar merayu seperti itu?” tanyanya tidak percaya. Sangat menggelikan untuk Yura harus berhadapan dengan Julian setiap hari dan harus menghadapi kegilaannya yang warna warni tidak terduga. Kepala Yura mendongkak memperhatikan Julian yang senyum-senyum sendiri mengusap wajahnya dan menunjukan kenarsisannya. “Sudah cukup Julian?. Aku tidak ingin bermain-main lagi.” Julian mengedikan bahunya dan meraih pingang Yura, membawanya pergi lagi lewati lorong panjang yang di hiasi pilar-pilar besar disisinya. “Kau bisa berbuat agresif kepadaku di depan semua orang, aku tidak keberatan.” Yura tertawa geli mendengarnya, “Otakku tidak di penuhi hal-hal kotor sepertimu Julian.” “Sekarang otakku di penuhi olehmu Nyonya Julian.” Julian menarik pinggang Yura semakin mendekat dan mengecup pipinya, “Aku lupa bilang kepadamu, kejantan*nku masih er*ksi. Untung celanaku menahannya” Bisiknya terdengar tesiksa. Yura tecekat kaget dengan pengakuan Julian, namun karena mereka sudah sampai di tempat terbuka, Yura merasa sedikit lebih lega karena bisa terlepas dari kekacauan pikiran Julian yang selalu kotor. Semua orang yang sudah datang dan berbicang menatap kearah Julian dan Yura dengan penuh perhatian, mereka sudah mengetahui kabar pernikahan pria sukses itu yang di beritakan di mana-mana hingga masuk berita di media, Koran beberapa  Negara. Namun ini untuk pertama kalinya mereka bertemu dengan Yura secara langsung karena selama ini Julian hanya membawa beberapa wanita bayaran untuk menemani kesendiriannya. Yura tampak gugup mendapatkan sambutan dan tatapan penuh penghinaan dan permusahan banyak perempuan kepadanya. Tangan mungilnya sedikit gemetar mengeluarkan keringat dingin. “Tunggu disini” bisik Julian sebelum mengambil sendok dan gelas, pria itu tersenyum lebar kepada semua orang dan berdiri di tengah-tengah pesta. Julian memukul gelas dengan gagang sendok hingga menimbulkan dentingan dan membuat semua orang memperhatikannya. “Perhatian semuanya” Julian terdiam sejenak dan mengusap rambutnya yang bergerak, “Aku sangat berterima kasih kepada Tuan rumah pesta, Riolita Santiago. Aku ucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Ku pikir aku membutuhkan waktu satu menit untuk memperkenalkan kepada kalian, jika aku datang dengan wanita yang berhasil membuatku jatuh cinta. Di sana” Julian menatap Yura yang berdiri membeku tidak menyangka dengan apa yang telah di lakukan Julian di depan umum. Julian kembali mendekat kepada Yura dan memeluknya dengan erat dan terlihat bangga. “Ini adalah Zuyura Alexandra Franklin. Dan wanita ini adalah isteriku.” Cengirnya penuh keceriaan. “Kalian tidak mau mengucapkan selamat atas pernikahan kami?.” Semua orang yang sempat diam dan kaget langsung tertawa dan bertepuk tangan seakan tengah merayakan berita pernikahan bujangan yang paling di favoritkan selam ini, satu persatu di antara mereka langsung mendekat dan mengucapkan kata selamat. Diam-diam Yura tersenyum tidak menyangka jika Julian memahami keresahannya yang masih merasa canggung dengan teman-teman Julian. Namun kini dia tidak akan segan lagi untuk mengaku sebagai isteri  Julian jika pria itu sudah memperkenalkan dirinya secara langsung kepada semua orang. Kumpulan orang-orang terlihat berbicara dengan santai terlihat menikmati waktu santai mereka ruangan terbuka yang sangat luas itu hanya di isi tidak lebih dari tiga puluh orang tamu. Reliota sengaja membuat pesta privat khusus untuk merayakan hari ulang tahunnya. Yura duduk  menemani Julian yang berbicara dengan Frans dan beberapa temannya yang lain. Disini Yura bisa melihat, jika Julian memiliki banyak kepribadian di setiap tempat. Kali ini Julian menjunjukan sisi dirinya yang sangat tenang dan bersahaja, tidak ada ucapan aneh yang keluar dari mulutnya meski ada beberapa kali kesempatan dia menunjukan keangkuhannya hanya untuk bersenang-senang. Julian adalah orang yang sangat pandai bergaul, banyak orang yang sudah terbiasa dengan sikapnya yang menyebalkan tanpa tersinggung. Beberapa teman Julian terlihat kaget saat Julian memperkenalkan Yura secara langsung kepada mereka. Banyak sekali spekulasi dan dugaan yang berpikir pernikahan Julian dan Yura hanya sebatas politik kepentingan, namun dengan adanya Yura yang kini di sisi Julian sedikit mematahkan dugaan mereka jika itu bukanlah kepentingan politik. Beberapa perbincangan kecil di antara Yura dan teman-teman rekan bisnis Julian mulai mencair dan menunjukan sesuatu yang baik karena kecakapan Yura yang rendah hati dan elegan mudah untuk di sukai. Sementara Julian pergi meninggalkan Yura beberapa saat untuk berbicara bisnis dengan temannya. *** Julian berjalan beriringan dengan Frans terlihat terlihat menikmati perbincangan mereka yang usai membicarakan kerjasama mengenai prduksi pangan yang ingin di jual di pusat perbelanjaan di mall salah satu cabang perusahaan Julian. “Juls” suara merdu Reolita menghentikan langkah Julian dan Frans. Reolita sengaja menunggu hanya untuk berbicara secara pribadi dengan Julian. “Saya pergi duluan Tuan Julian. Nanti malam saya akan mengirimkan perinciannya” pamit Frans menyadari apa yang sudah terjadi. Julian berdiri dengan tegak memasukan tangannya pada saku celana dan menatap Reolita yang mendekat terlihat bersedih. Wanita cantik berdarah Italia itu terlihat bersedih akan sesuatu. “Juls, apakah ucapan tadi sebatas formalitas?” tanya Reolita dengan nada sedihnya mempertanyakan pengumuman yang di buat Julian memperkenalkan Yura di depan umum. “Aku merasa sangat patah hati di hari ulang tahunku sendiri Juls. Katakan jika kau hanya bersandiwara.” Wanita itu menatap Julian dengan memuja, sudah lama dia tertarik pada Julian, dan Julian sendiri sudah mengetahuinya. Namun selama ini Reolita menahan diri karena ada Nately yang selalu mengganggu. Namun setelah kabar meninggalnya Nately dalam kecelakaan, membuat Reolita memiliki kesempatan untuk mendekati Julian. Reolita tidak peduli jika Julian sudah menikah selama pria itu tidak memiliki perasaan apapun kepada isterinya. Julian terdiam dalam ketenangan, “Itu bukan formalitas ataupun sandiwara. Aku serius.” Jawab Julian menegaskan. Sebuah senyuman sedih terlukis di bibir Reolita, “Juls.” Reolita mendekat dan memeluk Julian dengan erat, “Selama ini kita cukup dekat, kau sering membawaku pergi untuk berlibur. Kau pernah membawaku ke istana saat ada pesta. Kita patner yang sangat bagus dalam bisnis hingga ranjang. Kau sangat manis padaku. Kau tahu perasaanku padamu Juls. Bisakah kau memberiku sedikit ruang untuk memberiku tempat di hatimu.” “Wanita yang pernah aku bawa keistana bukan hanya kau saja.” Jawab Julian seraya mendorong Reolita untuk melepaskan pelukannya. Julian sudah tebiasa menghadapi banyak wanita yang mengejarnya dalam berbagai cara, dan Julian sudah terbiasa bagaimana cara menyenangkan hati wanita hingga membuat mereka takluk di tangannya. Namun itu dulu, sebelum dia jatuh cinta kepada Yura. Julian tidak mudah tergoda dan terpengaruhi karena dia tidak suka di atur selain mengatur. “Juls, aku mohon.” Rintih Reolita terlihat sedih. “Tidak, aku sudah bosan bersenang-senang.” Jawab Julian lagi mengusap kepala Reolita. Pria itu membungkuk mengecup kening Reolita, “Tapi sekarang aku sudah menemukan kesenangan dan kebahagiaan dengan isteriku. Selamat ulang tahun” ucapnya seraya pergi meninggalkan Reolita sendirian dengan kesedihan dan patah hatinya. *** Hembusan angin terasa lebih kuat lagi, Yura berdiri di sisi pagar melihat banyaknya orang yang terlihat bersenang-senang berlari menuruni tangga menuju sisi pantai dan berenang bersama Reolita setelah meniup lilin mereka. “Kau menikmatinya?” tanya Julian yang kini berdiri di belakang Yura. Yura mengedikan bahunya tampak acuh, dia tidak terbiasa berkumpul dengan orang-orang yang hanya menghabiskan uang mereka. “Kenapa kau gemar menghabiskan uangmu Julian?” tanya Yura terdengar serius. Rambut Julian bergerak tersapu angin, kemeja putih dan celana selututnya mengubah pengampilan Julian menjadi terlihat lebih santai dan segar. Pria itu menatap Yura dengan bingung atas pertanyaannya. “Kau tahu, kesuksesan itu bukan seberapa besar uang yang kita hasilkan, tapi seberapa besar uang yang bisa di tabungkan pada investasi. Ketika aku mengeluarkan uangku, dan itu uang yang sudah aku persiapkan untuk pengeluaran, dan apa yang aku keluarkan seperti sekarang saat kita bulan madu. Itu tidak lebih dari seper empat dari uang yang aku sediakan untuk pengeluaran. Ketika aku berbelanja, aku membeli sesuatu yang mahal karena bisa kembali di jual. Jika aku mengeluarkan uang hanya untuk kesenangan sesaat, anggap saja itu reward untuk kepuasan hatiku saja” Jelasnya membuat Yura mulai berpikir. Yura mulai memahami jalan pikiran seorang Julian Giedon, apa yang dia keluarkan rupanya sudah berada dalam rencana perhitungan yang jelas. “Tuan Julian, Nona Yu” sapa seorang pria berambut pirang bernama Adhulpus, dia berpakaian yang cukup mencolok penuh corak dan perhiasan emas yang besar, pria itu terlihat sangat penting. Adhulpus datang terlambat dengan jet pribadinya. “Tuan Adhulpus, lama tidak bertemu” senyum Julian menerima jabat tangan Julian. Adhulpus tertawa dan sekilas melihat ke arah Yura, lalu mengajaknya berkenalan. “Selamat atas pernikahan kalian. Itu berita yang sangat menggemparkan.” Tawa Adhulpus terdengar keras menghapus beberapa kecanggungan yang Yura rasakan. Julian ikut tertawa tanpa alasan membuat Yura nyengir bingung karena kini Julian memiliki teman yang lumayan aneh sepertinya. “Ngomong-ngomong Tuan Julian, aku dengar kau mengincar lahan pertambangan Liodius.” Tawa Adhulpus perlahan berhenti, matanya menatap tajam melihat ketenangan Julian yang berdiri memeluk isterinya. “Aku sudah mengakusisinya beberapa hari yang lalu.” Julian mengangguk kecil terlihat tidak keberatan, “Selamat.” “Senang bisa bergerak lebih cepat darimu.” Seketika Julian tertawa lagi dan mengangkat botol minumannya untuk bersulang, “Itu hanya rumor, aku hanya ingin propertinya. Uang menghasilkan uang tanpa di olah lebih menarik perhatianku Tuan Adhulpus.” Jawaban Julian membuat Adhulpus terlihat kaget, namun dia tetap tertawa. “Sudah lama kita tidak bermain. Datanglah ke Texas, aku akan menyambut kalian.” Pelukan Julian mengerat pada bahu Yura, dia menarik tubuh Yura untuk berada di depannya. “Ngomong-ngomong, isteriku sangat tertarik untuk bermain, mungkin kau bisa bermain dengannya hanya dengan tebakan dadu.” Bibir Adhulpus sedikit terbuka karena kaget, dia melirik Yura yang terlihat tenang tidak terduga. “Kau yakin?” Julian mengedikan bahunya tampak tidak keberatan, tubuhnya sedikit membungkuk membisikan sesuatu pada Yura yang bingung dan tidak bicara apapun. “Tunjukan kemampuanmu, pemenang akan menjadi raja, siapa yang peduli dengan prosesnya. Semakin kau licik, kau semakin luar biasa” bisiknya membuat Yura terpaku. “Aku ingin bermain Tuan Adhulpus, karena aku belajar. Kita hanya menebak-nebak saja” Yura mulai angkat bicara dan tidak segan lagi untuk menghabiskan uang Julian jika nanti dia kalah. “Sial, aku suka gadis ini. Ayo bermain” tawa Adhulpus langsung memanggil beberapa temannya untuk berkumpul. Wajah Yura terlihat sedikit pucat karena gugup, dia melihat lagi kearah Julian yang terlihat tenang tidak menunjukan apapun, kepala Yura mendongkak melihat Julian dengan ragu. “Aku tidak ingin mempermalukanmu Julian, aku bisa membatalkannya.” Wajah Julian memerah, pria itu memalingkan wajahnya dan menyembunyikan senyuman malunya. “Jadi, kau memikirkan reputasiku?. Kau peduli padaku?” cengirnya merasa senang. Keraguan Yura perlahan menghilang hanya dengan sikap Julian sekarang, rupanya pria itu tidak memikirkan reputasi dan uang yang mungkin akan keluar karena kekalahan Yura. Julian cukup sensitif hanya dengan sedikit perhatian yang berikan Yura, bahkan hanya untuk beberapa patah kata yang tidak sengaja dia ucapkan dapat membuat Julian kesenangan bukan main. *** Julian Pov Aku berdiri di belakang Yu yang kini tengah berbincang dengan Adhulpus mengenai permainan bagaimana yang ingin mereka lakukan. Aku bisa melihat beberapa orang mononton untuk bersenang-senang dan penasaran dengan Yu, ada juga beberapa di antara mereka yang mencemooh. Aku hanya akan diam dan ikut menonton sejauh mana ini akan berlangsung, aku mengenal Yu tidak cukup lama. Selama ini aku hanya melihat kebaikan pada dirinya, aku penasaran dengan kelicikan dan keberanian dia dalam bertahan. Adhulpus adalah orang yang gila akan kesenangan, dia tidak akan berhenti bermain jika lawannya yang meminta berhenti. “Baiklah” Nusi yang kini duduk di antara Adhulpus dan Yu untuk memulai permainan. “Sesuai kesepakatan. Kalian tidak akan menjumlah apapun selain menebak angka di dalam.” Aku melihat Yu duduk dengan gugup, mungkin dia tidak terbiasa dengan situasi menyenangkan seperti ini. Aku menarik bahunya agar dia berdiri, aku mengambil tempat duduknya dan menarik Yu untuk berada di pangkuanku. Aku tidak mempedulikan reaksi orang melihatku, aku hanya melihat kekagetan Yu yang tidak melakukan apapun. Dia sangat penurut dan manis saat di hadapan banyak orang.. Aku mengusap pahanya dan menarik ke atas ujung gaunnya merasakan permukaan kulitnya yang meremang, “Apa yang kau taruhkan?” aku bertanya. “Aku membawa mobil kesini, aku bisa mempertaruhkan itu.” Adhulpus mengangkat bicara. Helaian rambut Yu menyapu pipiku, wajahnya semakin mendekati. Aku bisa melihat warna matanya yang sedikit berkilauan karena ada getaran kebingungan, “Apa aku boleh memakai mobilmu?” suara lembutnya keluar di depanku, bibirnya hanya beberapa centi di depan bibirku. Apa yang dia lakukan? Apa dia sedang menggodaku dengan wajah itu? Rahangku mengetat, aku ingin mencium bibirnya dengan keras namun aku tidak yakin apakah aku bisa berhenti hanya dengan melakukan itu. “Lakukan saja” jawabku dengan dalam menyembunyikan hasratku. Dia tersenyum di depanku, dia bergerak lagi dan mengatakan. “Aku pertaruhkan salah satu mobil mobil di salah satu pesawat.” Jawabnya dengan senyuman penuh percaya diri. Ada apa ini?. bukankah tadi dia gugup dan takut?. Mengapa sekarang dia menjadi percaya diri?. Apa yang sebenarnya ada di kepalanya sekarang ini. Tanganku bergerak ke perutnya untuk mengusap dan memeluknya, ku lihat senyuman Adhulpus yang geli melihat sikap Yu yang menunjukan semangatanya. Aku tahu isteriku menarik, namun aku tidak mengijinkan si kepar*t itu memandangi isteriku terlalu lama. Aku berdehem dengan keras dan memelototinya, “Ayo mulailah.” Ucapku dengan sedikit teriakan. Nusi langsung melemparkan koin untuk menentukan siapa yang lebih dulu menebak. Setelah melakukannya, Nusi mengambil empat dadu dan memasukannya kedalam  kotak, semua orang terdiam tidak mengeluarkan suara ketika suara dentingan kecil dadu di guncangkan di dalam kotak. Aku tidak menemukan ke seriusan di wajah Yu, setiap dentingan sisi dadu memiliki suara yang berbeda di telingaku hingga Nusi meletakan kotak di atas meja. “Tuan Adhulpus” Nusi memintanya menjawab. “Empat, satu, lima, dua.” Sial, si brings*k itu benar. ***   Author Pov “Empat, satu, lima, dua.”  Jawab Adhulpus dengan seringai di wajahnya. Nusi melihat kearah Yura yang terlihat kebingungan, “Nona Yu.” Ucapnya meminta Yura segera menentukan angkanya. Beberapa orang wanita yang menjadi penonton terlihat berbisik mencemooh Yura yang tidak pandai bermain bisa menantang Adhulpus. “Empat, satu, lima” Yura terdiam sesaat, tangan mungilnya mengepal mengusap keringat dingin. “Tiga.” Tidak ada reaksi apapun di wajah Julian ketika mendengarkan jawaban Yura karena pria itu sudah mengetahui apa jawabannya. Nusi mengangkat kotak di tangannya dan memperlihatkan dadu, para penonton langsung bertepuk tangan karena jawaban Adhulpus benar. Cemoohan wanita yang tidak menyukai Yura langsung semakin senang untuk menghujat Yura. “Kenapa Julian menurunkan wanita bodoh itu untuk mempermalukan dirinya sendiri” gumam Reliota yang baru kembali dari pantai dan ikut bergabung untuk menonton. Reliota masih memiliki kekesalan tersendiri atas penolakan Julian kepadanya. Adhulpus tertawa dengan ramah karena kini dia mendapatkan mobil baru, “Bagaiamana Nona Yu?. Anda mau main lagi?.” Tawarnya penuh semangat. Tidak ada penyesalan apapun di mata Yura, wanita itu ikut tersenyum dan mengangguk, “Enam dadu.” Jawabnya dengan senyuman lebar, Yura berbalik menatap Julian, “Dompetmu.” Pintanya dengan berani. Semua orang terpaku melihat keberanian Yura yang berbicara seperti itu kepada seorang Julian Giedon. Julian adalah pria yang sangat anti di perintah dan memiliki harga diri yang sangat tinggi, bahkan untuk orang-orang penting sekalipun selalu menjaga kata-kata mereka agar tidak menyinggung Julian. Julian terkekeh merasa terhibur mendengarkan nada tajam Yura yang memerintah, dia mengambil dompetnya dan memberikannya kepada Yura. Tanpa di duga Yura mengeluarkan tiga kartu milik Julian dan meletakannya di meja. “Yang kalah, mengirimkan semua uangnya.” Semua orang diam terpaku tampak kaget, Adhulpus menggeleng kecil dengan senyuman lebar. Tanpa keraguan dia ikut mengambil dompetnya dan mengeluarkan tiga kartu miliknya. “Aku terima nona Yu.” Nusi langsung mengambil dua dadu tambahan dan memasukannya kedalam kotak, semua orang langsung terdiam memberikan Adhulpus dan Yura berkonsentrasi untuk menebak. Nusi mengguncang kotak berisi dadu cukup lama dan meletakannya di meja dengan sedikit hentakan kuat. Jari kecil Yura bergerak kecil di atas meja, matanya terpejam dan memfokuskan pendengarannya. Ketenangan pada Adhulpus sedikit terganganggu, pria itu menegakan tubuhnya dan tetap memfokuskan diri, matanya menatap tajam Yura yang mendapat giliran kedua untuk menjawab. Kekalahan Yura di permainan pertama tidak membuat Adhulpus merasa tertekan sedikitpun. Namun Adulphus tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan besarnya untuk mendapatkan keuntunga besar dari uang-uang Julian yang tentu saja bukan sesuatu yang sedikit. “Tuan Adhulpus, silahkan Anda jawab.” Nusi mempersilahkan. “Mati sudah pelac*r kecil itu” hina Reolita dengan senyuman puasnya karena kesebronoan Yura yang mengambil tindakan yang sangat gegabah meski Julian tidak melarangnya. “Wanita miskin itu sangat tidak tahu malu.” Reolita  marah karena Julian tidak melarang keputusan yang Yura ambil, dia terlalu penasaran dengan apa yang sebenarnya ada di pikiran Yura. Adhulpus menarik napasnya dalam dalam dan mulai menjawab, “Lima, satu, dua, empat, enam, enam.” “Nona Yu.” Ketegangan di wajah Yura menyusut dengan cepat, ujung jari kecilnya bergerak memutar di atas meja kayu membentuk pola, hembusan kecil angin mengusap telinganya. “Lima. Satu, dua, tiga, enam, enam.” Jawabnya dengan membalas tatapan Adhulpus. Semua orang tertunduk menatap tajam tangan Nusi yang kini perlahan bergerak mengangkat kotaknya, sorak suara penonton terdengar keras. Yura langsung beranjak dari duduknya dan melompat kesenangan karena jawabannya benar. Julian ikut tertawa senang seraya merentangkan kedua tangannya menangkap pelukan Yura yang melompat kepadanya, Julian memutar tubuh Yura dengan mudah. Reolita hanya memasang ekspresi suramnya melihat kemenangan Yura yang tidak terduga. Wanita itu melemparkan gelas di tangannya ke kolam dan segera pergi dengan penuh kekesalan. Adhulpus menggeleng dengan senyuman gelinya karena lengah, dengan lapang d**a dia membiarkan Nusi mengambil kartunya dan mentransfer semua uang di dalam kartunya kepada Julian. ***   “Selamat atas kemenanganmu Nyonya Julian” cengir Julian duduk di hadapan Yura dan mengangkat gelas isi anggur untuk mengajaknya bersulang. Yura ikut mengangkat gelasnya dan membenturkannya dengan Julian. Dia sendiri merasa tidak menyangka akan semenyenangkan itu untuk mendapatkan uang besar dalam sebuah taruhan orang-orang kaya. Langit italia sore itu terlihat sangat cerah, Julian dan Yura menikmati makan malam mereka di dalam pesawat yang sudah mulai di udara mengantarkan mereka menuju Thailand. “Jadi” Julian duduk dengan tegak menatap Yura yang terlihat senang atas permainan gila pertama yang dia lakukan selama seumur hidupnya. “Kau mengetahui isi dadu pertamanya kan?.” Yura menggeleng “Tidak” jawabnya dengan jujur. Dagu Julian sedikit terangkat dan memicingkan matanya, “Lalu?.” “Aku mengalah untuk mengatahui kekuatan angin, dan mengambil keuntungan yang lebih besar dari uang-uangnya.” Jawab Yura dengan lembut membuat Julian tertawa seketika mengetahui kelicikan Yura yang mengandalkan kekuatannya untuk mengetahui isi jumlah dadu di dalam kotak. “Aku suka kelicikanmu” tawa Julian semakin keras dan terhibur. To Be Continue . . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD