bab.5a

829 Words
Malam ini perasaan Icha gelisah, entah mengapa. Bahkan ia bermimpi aneh, Apa karena ledekan bosnya yang mengajak nya menikah? Bukan. Icha sudah biasa kalau diledek bos nya begitu, dari dulu memang bosnya selalu begitu menerbangkan nya lalu menjatuhkan nya, sudah biasa. Dulu, awal-awal kerja memang Icha masih gugup dan tak tahu harus balas apa saat bosnya menjahilinya dengan kalimat- kalimat aneh. Tapi seiring berjalannya waktu, tahun ke tahun Icha jadi terbiasa dan tergolong cuek-cuek saja. Toh bosnya ini mungkin memang memiliki kelainan. Padahal sudah umur 32 tahun tapi tak ada niatan sedikitpun untuk cari pendamping hidup. Bagaimana saat bosnya tua nanti? Untungnya dia lelaki yang masih tergolong tampan dan kaya. Tapi untuk apa Icha memikirkannya. Hati Icha semakin resah. Icha memutuskan untuk mengambil minum di atas mejanya yang berada di dekat jendela, dibukanya gorden yang masih menampilkan langit malam yang tengah mengguyur air hujan ke jalanan. Cuaca malam ini dingin sekali.  Icha baru saja beranjak naik ketempat tidur dan ingin menutupi tubuhnya dengan selimut pun terhenti akibat panggilan suara yang berasal dari telpon genggamnya. Drttt... drttt... "Ini kan hari Sabtu, besok juga masih minggu. Kenapa bos menelpon ya?" Gumam Icha yang baru saja melihat nama bosnya dilayar hp miliknya. Icha bingung mau angkat telfonnya apa tidak. Jujur ia masih sebal dengan si bos, bagaimana jika bosnya menelepon hanya untuk meledeknya saja atau mengerjainya lagi. Tapi Icha sadar ia masih sekretarisnya dan masih digaji pula, alhasil Icha mengangkat panggilan tersebut. "Halo pak, ada apa?" Tanya Icha yang entah mengapa hatinya merasa sebuah keresahan. "Miaw..." suara si cantik "Kamu toh cantik? Kenapa telfon saya malam-malam?" Tanya Icha pada si cantik. Sebut saja Icha gila, tapi ia jadi ingat perkataan bosnya waktu itu. 'Kamu  jangan anggap cantik kucing biasa cha, dia itu bisa tahu apa yang sedang saya rasakan, karena itu saya sayang sekali sama dia.' Icha mengangguk paham,  "Tik, aku tutup telfonnya dulu bilang sama papa kamu saya segera kesana." Ujar Icha seraya menutup telfon dan mempersiapkan diri ke rumah bosnya dan pergi menggunakan taksi online. Icha sudah berada dikamar si bos, lalu melihat bosnya terbaring lemah dikasur. Jadi ingat kejadian dua tahun lalu. Icha menaruh tas nya disofa kamar bosnya, lalu pergi kebawah menuju dapur untuk menyiapkan kompresan dan bubur. Setelah tadi memeriksa suhu tubuh bos nya Icha tahu bahwa bosnya sakit dan pasti belum makan apapun. Setelah selesai memasak, Icha beranjak dari dapur menuju kamar bosnya. "Pak gerald, bangun dulu! Bapak harus makan." Ujar Icha sambil mengelus lembut anak rambut milik bosnya. Gerald terbangun saat itu juga. "Cha, kamu disini?" Tanya gerald dengan suara yang terdengar lirih. Gerald jarang sakit, tapi kalau sekali sakit ya begini. Mungkin bawaan umur. Icha tak menjawabnya, lebih memilih segera membantu gerald untuk duduk lalu menyuapi makannya, mereka diam tanpa ada nya bahan bicaraan. Padahal juga tiap ketemu berantem terus. "Minum obat nya pak." Kata Icha seraya menyodorkan obat yang ia bawa dari rumah, ia sudah tahu bahwa bosnya ini pasti sakit, karena dulu juga tiap sakit pasti cantik yang memanggilnya. 'Anak yang berbakti' "Tidur lagi pak." Kata Icha seraya beranjak dari tempat. "Mau kemana kamu?" Tanya gerald. "Mau pulang pak, bapak istirahat yang bener ya biar besok senin bisa masuk." Ujar Icha seraya melangkahkan kaki keluar, tapi sebelum itu- "Cha!" Panggil Gerald dengan lirih. Icha yang belum keluar dari kamar sudah pasti masih bisa mendengarnya, Icha  menoleh tanpa menjawab. "Kamu nginep sini mau? Temani saya." Tanya gerald. Icha ingin menolak. Dirinya masih bisa dibilang lelah. Tapi tak enak menolak, karena setiap ia sakit mau hanya flu atau pun batuk biasanya gerald datang ke kostnya untuk merawatnya walau memang selalu berakhir dengan kalimat 'saya cuma gak mau kamu sakit dan gak ada yang ngurus saya nanti.' Icha mengangguk, menuju sofa kamar bosnya untuk tidur karena jujur Icha lelah dan mengantuk. Jam menunjukan pukul 01.00 malam. Saat Icha tertidur, ia tak sadar bahwa bosnya sudah memindahkannya ke tempat tidur, lalu mengecup ujung kepala Icha. "Saya serius sama ajakan nikah tadi, tapi kenapa kamu gak percaya cha?" Pukul 07.00 pagi. "Kamu gak bangun- bangun cha, dasar kebo." Ucapan sang bos yang sangat jelas, sangkin kencangnya. "Kok saya bisa tidur sini sih?" Tanya Icha kebingungan, ia bangun dan dibawah tubuhnya sudah ada kasur mahal milik bosnya. Gerald bukannya menjawab malah mendelikan bahunya, seraya berkata, "kamu ngingo cha tadi malam, jangan-jangan kamu juga gak ingat semalam meluk-meluk saya?" Ledek bosnya. "Bapak nyebelin ya kalo udah sembuh. Tobat pak, nanti sakit lagi loh" balas Icha. "Kamu doain saya sakit lagi cha, dosa loh doa yang jelek-jelek apalagi doain-nya buat calon suami." Kata gerald meledek. "Pak, udah tolong jangan ledekin saya lagi." Icha memperingatkan. "Saya gak ledekin kamu, saya serius sama perkataan saya. Oia, papah mamah kamu tinggal dimana? Saya mau ketemu." Ujar pak gerald dengan serangkaian pertanyaannya. "Ngapain si bapak nanya-nanya? " Tanya Icha terlihat sewot. "Saya serius cha, Saya beneran mau ketemu orang tua kamu buat lamaran." Icha bingung, bukan karena pernyataan bosnya saja tapi tentang orang tuanya, bagaimana Icha bisa memberi tahu gerald tentang dirinya dan orangtuanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD