Tante Luna

1219 Words
"Anna?"           Canyol yang sibuk memegang HP Anna buat cari kontak seseorang yang bisa dihubungi segera menoleh ke sumber suara wanita paruh baya yang mendekat ke arah mereka, lebih tepatnya ke Anna yang infus sudah melekat di tangannya.           Wanita berjas putih yang berprofesi dokter itu terlihat kaget melihat keponakan kesayangannya tergeletak lemas, ia meraih tangan Anna yang terasa dingin.           Bukannya Annastasya di Inggris sekolah disana? Kenapa sekarang Anna ada di Indonesia? Dan kenapa dia tidak mengabarinya?           Kira-kira seperti itulah pertanyaan dalam benak wanita yang bernama Luna yang tertulis di name tag paruh baya itu sekarang.           Luna menoleh pada seorang anak laki-laki yang sedari tadi memperhatikannya, ia berasumsi kalo dia lah yang membawa keponakannya kesini.           "Apa kamu pacarnya Anna?"           Pertanyaan itu bikin Canyol tersentak, awalnya ia hanya diam dan langsung mengelak. "Bukan, Dok. Saya cuma teman satu kampusnya."           "Teman kampusnya di Inggris?"           "Hah?" Canyol mengangkat kedua alisnya kebingungan.           Setelah mengerti ia membenarkan raut wajahnya seperti asal.           "Bukan, Dok. Saya teman kampusnya yang di dekat rumah sakit sini." Jawabnya Canyol.           "Berarti dia pindah kuliah ke Indonesia? Sejak kapan?" Gumam Luna yang masih bisa terdengar Canyol.           "Apa dokter orang tuanya?"           "Jangan panggil saya dokter. Panggil aja tante Luna, saya tantenya Anna." Ucap Luna dengan senyum ramah.           'Jadi nama dia Anna?' Ucap Canyol dalam hati.           "Oh, iya Tante." Canyol membalas senyum Luna nggak kalah ramah.           Luna kembali menatap Anna. Keponakannya terlihat lebih kurus dari terakhir mereka ketemu. Ia curiga ada masalah disana yang tidak ia ketahui. Sampai-sampai keponakannya yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri ini terlihat begitu memprihatinkan.           Dan juga kakanya--ayah Anna, kenapa tidak memberi kabar kepindah Anna ke Indonesia? Luna mulai berpikir, pasti ada yang tidak beres.           "Apa kamu tau kenapa dia sampai nggak sadarkan diri?" Tanya Luna pada Canyol.           "Saya ngga tau Tante. Yang pasti saya sudah menemukan dia di area parkir kampus, tepat di belakang mobil saya."           Luna hanya menghela nafas. Ia pengen menayakan banyak hal pada Anna. Apa yang membuat gadisnya ini pingsan dan menceritakan yang membuatnya kembali ke Indonesia. Sayangnya Luna tidak bisa menunda operasi pasiennya yang sudah menunggunya.           Ya, Luna adalah dokter bedah di rumah sakit ini. Ia baru tiga minggu yang lalu di pindah tugaskan ke rumah sakit ini dari rumah sakit kalimantan.           "Nak, boleh Tante minta kontak kamu?" Menatap Canyol dengan penuh harap. ...           Drrrttt drrrttt..           Suhongong Chanyeol menepuk jidatnya. "Lah, gue lupa ngasih kabar." "Hallo," "Lo dimana? Ngambil PB di arab?" "Gue lupa ngasih tau, kalo gue lagi di rumah sakit." "Lo kecelakaan, Yol?! Ya ampun," Mata Anna perlahan terbuka, ia memegang kepalanya yang masih terasa pusing. 'Sial, gue pingsan lagi?' Anna mencium aroma khas rumah sakit yang nggak asing baginya. Ia mulai melihat kesekeliling ruangan. Mencari seseorang yang ia harapkan ada disampingnya, lalu tersentak kaget melihat cowok asing ada di sampingnya sedang bicara dengan seseorang di telpon. Anna menghela nafas dengan kasar, ia mengharapkan mantan pacarnya yang di Inggris. Anna baru sadar kalo ia sudah ngga di negara itu lagi. "Bukan gue, elah! udah nanti gue ceritain." Setelah menutup telponnya, Canyol menatap datar kearah Anna yang sudah sadar dari pingsannya. Dan yang baru bangun menatap bingung kearah Canyol. Seolah bilang 'lo siapa?'. 'Dia lupa sama gue? Masa cogan gampang dilupain. Belom apa-apa udah pikun ni orang.' Tanpa ngeluarin sepatah kata dari mulutnya, Canyol berdiri dari duduknya, lalu memanggil suster buat memeriksa keadaan Anna yang sudah sadar.  Anna mulai kebingungan 'seperti pernah melihatnya, tapi dimana?'. Nggak lama kemudian seorang suster datang untuk memeriksa keadaan Anna, sedangkan Canyol membututinya dari belakang. "Perbanyak istirahat dan minum obat menahan rasa sakit menstruasi ini. Kalau begitu saya permisi." Suster itu senyum dengan ramah pada mereka berdua lalu pergi meninggalkan ruangan. Hening mengisi ruangan, kepala Anna masih terasa pusing enggan bertanya pada cowok bertelinga lebar di depannya ini. Setelah meminum obat yang diberi suster, ngga lama sakit di kepala Anna mulai memudar. "Sudah mendingan?" Tanya Canyol memecah keheningan. Yang ditanya menoleh padanya. "Sudah." Jawab singkat Anna. "Maaf sebelumnya, lo siapa?" Tanya sambungnya lagi. Canyol menghela nafas. Entah kenapa ia malas bicara dengan cewek ini. Mungkin kerena kesan pertama mereka yang kurang mengenakkan pagi tadi. Sebenernya Canyol kurang respect sama cewek yang dari imagenya aja udah keliatan 'cewek ngga baik'. Canyol lebih suka cewek yang dewasa, kalem, lembut, pakaian tertutup pokoknya tipe idealnya itu lebih ke 'anak rumahan' gitu. Karena didikan dari keluarganya yang memang menanamkan suatu kepribadian Canyol seperti sekarang. Sampai hal kecil pun Canyol diajarkan harus selalu berbuat baik pada siapapun. Apa lagi terhadap cewek dan orang yang lebih tua. Itu lah kenapa dia tetap menolong Anna. Walau ia menunjukkan ke-tidak sukaannya, tapi ia berusaha menjadi cowok yang menolong seorang cewek, agar tidak memperburuk keadaan. "Gue nemuin lo jatuh pingsan di belakang mobil gue." Jawab datar Canyol dengan nada nggak minat sama sekali. "Maaf ngerepotin, sekarang lo boleh pergi." Balasnya. 'Nggak tau terima kasih banget ni orang! Sabar, Yol. Sabar.' Canyol menabahkan dirinya sendiri. "Gue ngga bakal ninggalin lo, sebelum Tante lo datang kesini." Canyol langsung berdiri menjauh dari Anna, males berdebat. Ia mengambil HP di saku lalu duduk di sofa dekat pintu diruangan, mereka sudah pindah di ruangan VIP karena perintah Luna. Kening Anna berkerut. 'Tante? Tante Luna? Kenapa bisa?' Batin Anna. "Emangnya ini rumah sakit mana?" Tanya Anna. "Rumah sakit deket kampus." Hening terjadi satu menit diantara mereka. "Lo nggak perlu repot-repot. Masalah Tante biar gue yang urus." Putus Anna dengan lantang, bikin tangan Canyol berhenti memainkan Hpnya. 'Ngeyel banget sih! Udah sukur gue jagain. Kalo aja gue ngga bilang 'iya' ke Tante Luna tadi, udah gue tinggal lo sendirian disini!' Canyol masih nggak ada perubahan dari posisinya yang menatap HP ditangannya. Hanya raut wajahnya yang menunjukkan ketidak sukaannya dengan sikap Anna padanya, bener-bener nggak tau rasa terima kasih. Nggak lama Canyol melanjutkan memainkan HPnya. 'Sial dia nggak mau pergi. Kalo gue keluar langsung dia pasti nahan gue dan pasti nelpon Tante.' Anna mengela nafas dengan kasar untuk kesekian kali. Anna nggak mau ada cowok itu--nggak, orang disekelilingnya termasuk Tante Luna. Berlama-lama disini membuat orang-orang tau akan penyakitnya. Anna benci dikasihani oleh siapapun, hanya karena penyakit bodohnya ini. Anna berpikir keras agar bisa keluar dari sini tanpa sepengetahuan cowok yang masih sibuk dengan Hpnya itu. Okay, kepala Anna sekarang masih pusing! Dan nggak bisa diajak kompromi, akirnya ia nyerah untuk berpikir. "Oke, kalo lo bersikeras mau disini. Mendingan lo pulang dari pada ngerasa terpaksa begitu." Lagi-lagi hening, Canyol nggak beri tanggapan sama sekali. 'b******k, batu banget jadi cowok!' Tanpa basa basi Anna mencabut jarum infus pada punggung tangannya dengan paksa, lalu mengambil tasnya yang ada di nakas lalu beranjak pergi keluar ruangan. Canyol yang mendengar pergerakan dari Anna, langsung berdiri dan menyusul. Anna berusaha jalan cepat dengan perut yang masih terasa sakit. Tapi pergerakannya terhenti, karena sebuah tangan besar mencekal lengannya. "Mau kemana?" Tanya datar Canyol menatap mata Anna. "Bukan urusan lo!" Anna menarik tangannya dengan kasar. Dengan wajah yang masih terlihat pucat, Anna mulai berjalan lagi tanpa memperdulikan Canyol yang mehalangi jalannya. "Mau apa lagi sih?! Gausah sok peduli! Dan gue nggak kenal sama lo!" Suara Anna meninggi karena Canyol berasih si keras menahannya. Anehnya Canyol bukannya menarik tangan Anna untuk kembali keruangan, tapi malah menarik tangan Anna ke arah luar rumah sakit, lebih tepatnya area parkir mobil. "Lo mau bawa gue kemana!" Canyol menghela nafas dengan kasar menahan emosinya yang sedari tadi ia tahan. "Lo mau pulang kan? Gue udah nurutin apa mau lo."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD