Jamuan Makan Malam

998 Words
Kita makan di restoran itu, Ma? tanya Novan pada sang mama yang duduk di sampingnya. Sang mama pun menengok pada papa Novan yang duduk di bangku belakang. Di sini kan, Pa? Iya, Ma. Kita makan di sana. Novan menghela napas, lalu berbelok memasuki area restoran itu. Malam ini sebenarnya dia ingin beristirahat, tapi kedua orang tuanya memaksanya untuk ikut bersama mereka. Menurut sang papa, malam ini mereka akan makan malam bersama dengan salah satu sahabatnya di masa lalu. Novan bahkan juga dipaksa oleh sang mama untuk berpakaian formal dan tampil rapi. Malam ini Novan terlihat semakin tampan dalam balutan jas berwarna abu-abu dengan kemeja hitam sebagai dalamannya.  Aku nggak ikutan deh, Ma. Novan memasang wajah lesu saat mereka hendak turun dari mobil. Kita sudah sampai di sini lho. Ayo buruan turun! hardik sang mama. Papa tadi mana? tanya Novan. Itu sudah duluan di depan. Novan melayangkan pandangannya ke arah telunjuk sang mama. Sepertinya malam ini papanya begitu bersemangat untuk bertemu dengan sahabat lamanya itu. Novan menghela napas, lalu kembali menatap sang mama yang berjalan sambil menggandeng lengannya. Ma ... kok, perasaan aku nggak enak, ya, ucap Novan. Sang mama mendelik. Nggak enak gimana? Ya ... nggak enak aja. Jangan mikir yang aneh-aneh. Ayo buruan kita susul Papa kamu. Sang mama menyeret Novan lebih cepat untuk masuk ke dalam restoran. Suasana restoran elit itu cukup lengang malam ini. tatapan Novan langsung tertuju pada sang papa yang terlihat sedang bersenda gurau dengan sepasang suami istri di ujung sana.  M-mereka itu temannya Papa? tanya Novan. Iya, jawab sang mama. Terus perempuan muda itu anak mereka, Ma?  Sang mama hanya tersenyum dan menyeret Novan untuk segera mendekat. Ya ampun Hardi ... ini Novan, kan?  Papa Novan tersenyum. Iya ... Van ... kenalin ini Pak Handoko, sahabat Papa. dulu waktu kecil kamu sudah pernah bertemu beliau, tapi sekarang pasti sudah lupa. Ah, i-iya, Pa. Novan pun segera mengulurkan tangannya dan berkenalan dengan pak Handoko beserta istrinya Buk Lastri. Tampan sekali anakmu Mala .... puji buk Lastri. Mama novan tersenyum, pandangannya beralih pada gadis muda yang dari tadi hanya diam sambil mengulum senyum. Putri kamu juga cantik, Las. Buk lastri tersenyum dan beralih menatap putrinya. Ayo Arini ... kenalan dulu sama keluarga pak Handoko. Arini pun memperkenalkan memperkenalkan dirinya dan menjabat tangan pak Handoko beserta istri. Begitu akan menjabat tangan Novan, gadis itu mendadak ragu dan menarik tangannya kembali. Lho ... kamu kenapa? tegur sang ibu. Arini tersenyum gugup. A-aku--," Sepertinya Putri saya jadi grogi karena berkenalan dengan putra kamu yang tampan, Di. Ayah Arini langsung bersuara.  Suara gelak tawa pun pecah. Arini menunduk menahan malu. Ucapan sang ayah tentu saja tidak benar. Dia sama sekali tidak terkesima dengan ketampanan Novan. Satu-satunya alasan adalah Arini mulai merasa tidak nyaman. Sebenarnya dari awal dia sudah merasa janggal ketika tiba-tiba ayah dan ibunya mengajak untuk makan di luar. Agenda makan malam itu pun di isi oleh suara gelak tawa dan cerita-cerita para orang tua yang bernostalgia. Orang tua Arini dan Novan terlihat begitu menikmati malam ini, tapi tidak bagi anak-anak mereka. Arini diam-diam mulai merasa resah dan bosan, sedangkan Novan malah sibuk dengan handphone-nya.  Oh iya ... Novan sudah bekerja? tanya ayah Arini. Pertanyaan itu membuat Novan dan Arini kembali menyimak. Sudah ... dia sekarang menjabat sebagai manajer di kantornya, jawab mama Novan. Wah, selain tampan, karirnya juga cemerlang rupanya, puji ibu Arini.  Mama Novan tersenyum, lalu beralih menatap Arini. Arini sendiri apa kegiatannya sekarang? Arini terkejut. A-aku bekerja sebagai penyiar radio, jawabnya terbata. Wah ... ternyata kamu mewarisi bakat Ibumu, ya. mama Novan menepuk pundak ibu Arini pelan. Novan pun menatap Arini lekat-lekat. Untuk seseorang yang bekerja di dunia penyiaran, menurutnya Arini terlalu kaku dan dingin. Namun, terlepas dari sikapnya, Novan mengakui kalau Arini itu cukup manis. Gadis berbadan mungil itu terlihat lebih muda dari usianya. Sosok Arini yang mengenakan dress warna biru pudar itu terlihat cantik dengan rambut panjangnya yang tergerai indah. Novan pun tersenyum pelan dan hal itu di sadari oleh Arini yang langsung menatapnya tajam. Deg. Novan segera mengalihkan pandangannya. Dia terkejut karena tiba-tiba saja Arini balas menatap ke arahnya. Pria itu menjadi salah tingkah dan berpura-pura sibuk dengan handphone-nya kembali. Arini diam-diam juga mulai memerhatikan pemuda itu. Di matanya Novan terlihat sedikit angkuh dan pongah. Meskipun belum mengenalnya secara lebih mendalam, tapi Arini merasakan getaran seperti itu.  Apa Novan sudah punya calon pendamping? tanya ayah Arini. Novan tersentak dan menatap kedua orang tuanya. A-aku Papa novan tersenyum, lalu menatap putranya lekat-lekat. Belum, jawabnya kemudian. Novan terkejut dengan jawaban sang papa. Dia hendak membantah hal itu, tapi lidahnya terasa kelu dan tidak bisa berkata-kata. Benarkah? Masa iya pria seperti Novan belum mempunyai calon pendamping? Ibu Arini menatap ragu. Iya ... anakku ini agak sedikit pemalu dan susah untuk menjalin hubungan yang serius, jawab mama Novan. Novan meneguk gelas minumannya dan mencoba menahan diri. Sekujur wajahnya kini sudah terasa panas. Dia tidak mengerti kenapa orang tuanya berkata seperti itu. padahal mereka jelas-jelas tahu bahwa dia sudah mempunyai pacar yaitu Jenny. Novan pun berusaha menghentikan papa dan mamanya melalui tatapan matanya yang kini setajam elang, namun sayang kedua orang tuanya malah tidak melirik padanya sama sekali.  Arini sendiri apa sudah mempunyai kekasih? tanya papa Novan. Gadis itu tersedak dan memukul dadanya pelan. Tidak. Dia sedang tidak menjalin hubungan dengan siapa-siapa, jawab sang ibu. Wah, kebetulan sekali. Bagaimana kalau kalian mencoba saling mengenal satu sama lain? Siapa tahu cocok dan .... mama Novan tersenyum seraya menyikut suaminya. Apa kamu mau, Di ... besanan sama saya?  Ayah Arini mengangguk cepat. Tentu saja. Justru akan bagus sekali kalah hal itu benar-benar jadi kenyataan. Arini hendak membuka mulut, tapi sang ibu yang duduk di sebelahnya langsung meremas tangannya pelan. Di sisi lain Novan pun sudah manampilkan raut wajah macam. Arini dan Novan benar-benar terkejut dengan topik pembicaraan yang sedang dibahas oleh orang tua mereka. Novan tidak menyangka di era global seperti ini dia akan dihadapkan pada kisah klasik  tentang perjodohan. Sebaliknya, Arini yang sebelumnya menyukai kisah roman tentang perjodohan sekarang bisa merasakan langsung bagaimana mengerikannya perjodohan itu.  ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD