PART 2 - ISTRI TUA VS ISTRI MUDA

1396 Words
"Maaf, aku lebih mencintai dia daripada kamu." Lima tahun yang lalu kekasihnya mengatakan hal itu secara mudah. Nurul pernah dikhianati ketika sedang sayang-sayangnya. "Oke, it's oke." Dia hanya menjawab enteng. Mungkin wanita itu lebih cantik daripada aku. "Maaf, aku memilihnya menjadi pengganti kamu." Ini ucapan kekasihnya empat tahun yang lalu. "Oke, gak apa-apa." Kembali mengangkat wajah sambil berucap dalam hati. Untung aku gak terlalu cinta. Untung aku gak terlalu berharap. Pernah ditinggalkan ketika ia yakin hubungannya dengan sang kekasih dalam keadaan baik-baik saja. Tapi lagi-lagi ia menjadi korban percintaan. Ditinggalkan, dikhianati hingga Nurul menyingkirkan semua yang berbau asmara. Apabila kegagalan demi kegagalan membawa kekasihnya yang lain terjadi berulang kali kehadapan sang Ayah. "Aku gak bisa, karena aku belum siap nikah." Ucapan kekasihnya entah yang ke berapa. Padahal kemarin-kemarin maksa minta perlakuan layaknya istri pada suami. Tentu saja Nurul nolak! Tidak ada satupun pacarnya yang ia bolehkan menyentuh wajahnya. Cukup pegang tangan! Dan trala! Ia ditinggalkan! "Mungkin Bu bos gak serius kali pacarannya!" Begitu Joya memberi semangat. Jika serius pacaran dengan melayani hingga ranjang! Oh, Nurul memilih pisah saja! Sejak saat itu ia berhenti pacaran dan mengenal lawan jenis secara dekat. Bukan karena trauma, tapi Nurul sadar, mungkin nasibnya selalu apes jika menyangkut asmara. Ia pernah mengeluh pada semesta, kapan sih dia ketemu orang yang tulus mencintainya? Itu sebabnya ia tak pernah lagi berdekatan dengan kaum pemilik jakun dan kumis. Konsentrasinya sudah ia curahkan untuk berbisnis. Menurutnya tak apa hidup sendiri yang penting ia punya uang untuk bekalnya nanti. Padahal kalau ia bercermin, wajahnya tidaklah jelek. Banyak orang bilang ia cantik. Sayang nasib asmaranya tidak secantik wajahnya. Tapi ia tak mau terpuruk. Harus tetap bersyukur ketika masih diberi kesempatan untuk berkarir dan memberi lowongan pekerjaan pada dua puluh karyawan butiknya. Tapi dari sekian kisah suramnya, malam ini adalah malam paling naas dalam hidupnya. Bagaimana tidak, suaminya yang ia tunggu untuk melaksanakan ritual malam pertama, justru membawa wanita lain ke dalam rumah mereka. Disaat ia akan mempersembahkan apa yang selama ini diinginkan para kekasih nya! "Apa mas? Istri pertama?" Mata Nurul menatap tajam pada wanita yang kini bersembunyi dibalik tubuh suaminya. Mungkin takut ia berbuat kasar. Ya Tuhan, adakah yang lebih menyedihkan, ketika malam pertamanya harus menerima kenyataan, jika ia di madu? Eh salah, ia memadu. Astaga, kenapa rumit antara dimadu dan memadu. Hanya sebuah kata yang intinya madu, dan rasanya justru sepahit empedu! Asli, Nurul mau muntah! "Mas, aku gak ngerti! Sumpah aku bingung!" Nurul kembali menuntut penjelasan. Ia bahkan berdiri di hadapan Lukman, menatap mata suaminya dengan menuntut. Tanpa perasaan Lukman mendorong tubuh Nurul ke samping, hingga ia dan Sekar bisa lewat. Lukman menyeret tas di tangannya dan membawa Sekar masuk ke dalam. "Mas, jawab pertanyaan aku!" teriak Nurul semakin emosi. Kesal karena tidak diindahkan, Nurul mencekal lengan Lukman. Ia tak akan biarkan suaminya ini pergi dari hadapannya tanpa memberi penjelasan padanya. Jadilah tangan Lukman yang satu dipegang Nurul, dan yang lain dipegang Sekar. Nurul dan Sekar bak anak kecil yang merebutkan boneka, dan anggap Lukman bonekanya, walau bukan dalam bentuk lucu dan menggemaskan tapi lebih mirip boneka setan yang seharusnya di bumihanguskan sekalian. Lelaki itu sama sekali tidak memiliki perasaan, terlebih kepada Nurul, istri sahnya. Lukman menghempaskan tangan Nurul begitu saja. Kini ia melotot emosi. Tatapannya menghunus tajam. "Apa lagi yang kamu mau tahu? Aku kan sudah bilang, Sekar ini istri pertama aku dan kamu istri kedua aku. Apa yang kamu gak mengerti hah!" Mata Nurul berkaca. Sungguh ia terluka. "Kapan kamu menikah dengan Sekar Mas? Demi Tuhan, hari ini kita menikah, dan apa kamu bilang apa tadi? Aku-aku istri kedua?" Bak jatuh dari langit yang paling tinggi, itulah Nurul sekarang. "Sebulan yang lalu aku menikah dengan Sekar. Puas?" "Apa?" Nurul hampir melonjak. Entah apa kabar jantungnya hari ini. Semoga esok dia masih berfungsi dengan baik. Sebulan ini dia menikahi dua wanita begitu? Astaga! Maruk amat sih! "Kalau kau sudah menikah dengan Sekar, kenapa kau menikahi aku?" Air mata Nurul turun tanpa bisa dicegah. Oh cengeng sekali dia hari ini. Malam pertama yang menyedihkan. Lukman menghembuskan napas dan tersenyum tanpa dosa. "Aku gak bisa menikahi Sekar, kecuali aku mau kehilangan perusahaan aku. Dan kamu, gak bisa nolak perjodohan kita, kecuali kamu mau kehilangan butik kamu kan? Jadi kita win-win solution kan?" Win-win solution dari Hongkong! Jadi karena itu? Karena itu Lukman selalu mengiyakan maunya Nurul. Menikah di gedung bintang tiga, karena Nurul tak ingin terlalu mewah, khawatir keuangan suaminya terkuras habis. Mengiyakan ketika Nurul minta pindah ke rumah Lukman karena ia ingin menjadi istri seutuhnya. Tapi kalau alasannya seperti ini, bukankah lebih baik lelaki itu jujur saja, jadi tidak akan ada pernikahan seperti ini. Ini sungguh menyakitkan hatinya. Air mata Nurul kembali merebak di pipi ketika dengan entengnya Lukman membelai pipi Nurul dengan menepuknya pelan. "Mas, kok pegang-pegang sih?" Nurul menolehkan kepalanya dan menemukan wajah cemburu dari wanita bernama Sekar. "Upss Mas lupa, maaf sayang. Kamu gak usah khawatir kok. Cinta Mas hanya buat kamu seorang." Lukman mencium pipi Sekar di depan mata Nurul. Dan Nurul memandang jijik ketika Sekar tersipu malu. "Ih Mas, kok main cium-cium sih?" Sekar merajuk, dan mata Nurul kian merebak air mata. "Habis sudah seminggu gak ketemu kamu, Mas jadi kangen." Mulut Nurul menganga. Demi apa Lukman yang dia lihat ini bukan Lukman yang dia kenal. Mungkinkah ini Lukman yang asli? Jangan-jangan dia punya saudara kembar! "Kita ke kamar yuk Mas, aku udah ngantuk dan kangen sama Mas." Sekar membelai d**a bidang Lukman di depan Nurul, seakan ia mau pamer. Jelas, Sekar mau membuktikan jika ia pemilik Lukman. Gak peduli pernikahan mereka hanya dibawah tangan, intinya mereka tetap saling cinta. Lelaki tampan ini memilihnya, itu cukup buat Sekar. "Yuk sayang. Mas juga udah kangen sama kamu." Mata Nurul nyalang ketika melihat suaminya dan Sekar masuk ke dalam kamar pengantin mereka. "Tunggu mas, kamu gak bisa kayak gini. Bagaimana mungkin kamu bawa dia ke rumah kita. Demi Tuhan, ini malam pertama kita, Mas." Nurul merentangkan tangan, seolah melarang masuk sepasang muda-mudi mabok kepayang yang salah tempat ini. Ia tidak akan biarkan ranjang pengantinnya dikotori mereka berdua. Nurul yang memilih ranjang yang harusnya ia tempati malam ini bersama suaminya, andai suaminya tidak gila dan hilang akal! Lukman memberi tatapan iba pada istrinya, lalu ia menoleh ke arah Sekar. "Sayang, kalau kita pilih kamar kedua gak apa-apa kan?" bisiknya mesra sambil mengetatkan rangkulannya ke tubuh Sekar. Sekar tersenyum sambil mengecup rahang suaminya tepat di hadapan Nurul. "Gak apa Mas, asalkan kamunya tidur sama aku." Sekar melirik ke arah Nurul dengan senyum mencemooh. "Tentu dong sayang, Mas malam ini memang mau mengulang malam indah kita dulu." Semakin panas kuping Nurul jadinya mendengar ocehan mereka berdua. Apalagi Lukman dan Sekar kini berjalan menuju kamar kedua dengan saling berangkulan, bak tubuh mereka tertimpa lem aibon se-drigen besar. "Mas tunggu!" Nurul masih berusaha menyadarkan suaminya. Barangkali kepala Lukman tertimpa lampu merah di ujung jalan, hingga melupakan dirinya. Atau mungkin bisa jadi Lukman kesurupan jin penunggu gedung karena saat pembangunan gedung, ada sajen yang kurang. Bisa saja kan? Karena malam ini Nurul tidak ikhlas dan ridho dirinya bak makhluk tak kasat mata. Tidakkah Lukman melihat kimono satin yang ia kenakan? Tidakkah terlihat tubuhnya ini sexi? Apakah mata Lukman katarak atau rabun senja? Tapi ini sudah hampir malam, bukan lagi rabun senja, mungkin memang buta dan mungkin Lukman kena guna-guna. Nurul menggeleng. Guna-guna istri muda yang sering ia dengar. Tapi kasus Lukman ini guna-guna istri tua. Bisa jadikan? Entah dari mana Sekar dapat dukun yang bisa membuat suaminya bertekuk lutut begini. Nurul kembali memohon. Sungguh, ini bukan dirinya! Lihatlah, susah payah ia menahan pintu yang mau tertutup itu dengan menggunakan kakinya. "Kamu gak bisa kayak gini sama aku Mas." Mata Nurul sudah kembali berlinang. Ini tak mungkin terjadi dalam hidupnya. "Jangan ganggu aku malam ini Nurul." Lukman memandang kesal pada istrinya. "Aku istri kamu Mas. Kamu harus tidur sama aku!" Nurul bersikeras. Harga dirinya bahkan sudah ia rendahkan serendah-rendahnya. Dengan cepat, Lukman mendorong tubuh Nurul sekeras-kerasnya. Pintu itu tertutup tepat dihadapan Nurul. Nurul menatap nyalang. "Mas! Buka pintunya Mas! Kamu gak bisa kayak gini sama aku! Buka pintunya!" Gedoran demi gedoran Nurul lakukan. Sekuat tenaga ia kerahkan, beriringan dengan suaranya yang kian menjerit keras. Tak lama pintu terbuka, menampilkan tubuh Lukman yang tanpa atasan. Mata Nurul menatap stempel bibir yang mendarat di leher dan d**a suaminya. Ya Tuhan! Seketika rasa sakit menusuk hatinya. "Sekali lagi kamu teriak ganggu aku dan Sekar, aku lempar kamu keluar dari rumah ini."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD