Bab 4: Bertemu Kembali

1315 Words
Grace memasuki taksi yang sudah dia pesan melalui sebuah aplikasi online. Menghela nafasnya yang mulai menegang akibat bayangan wawancara nanti, apakah dia akan di terima? Apakah pertanyaannya akan mudah atau bahkan sulit? Grace melihat ponselnya saat beberapa notifikasi pesan yang muncul, salah satunya dari Clara, tanpa repot membalas Crace memilih untuk menghubungi secara langsung. "Bagaimana disana?" Tanpa bertanya basa- basi Grace langsung bertanya, hari ini adalah hari kedua Clara bekerja di perusahaan tempat kakaknya bekerja. "Ya, dunia kerja memang kejam, tapi aku menikmatinya, terlebih ada Al disini jadi aku tidak merasa sendiri, meskipun aku harus menyembunyikan identitasku sebagai adiknya." "Lalu kau?" "Aku sedang dalam perjalanan untuk wawancara kerja di perusahaan Smith Corp." "Really?" tanya Clara tak percaya "Kau orang ketiga yang berkata begitu, apa kalian tidak percaya padaku." Grace mengeluh. Terdengar kekehan Clara begitu nyaring "Ya, orang yang tahu kebiasaanmu akan berkata begitu. Bersenang- senang, belanja, club malam dan ONS, lalu kini seorang Grace akan bekerja? Dan yang lebih membuatku tak percaya, sekelas Smith Corp, kau beruntung, aku bahkan mengira kau akan menjadi seorang Baby." Grace mencebik. 'Aku bahkan tidak lagi berhubungan dengan pria sejak menghabiskan waktu dengan pria tua itu, aku pernah mencoba namun bayangan pria tua tapi tampan itu selalu muncul di mataku.' Grace membatin seraya menghela nafasnya. "Kau melamun?" tak mendengar jawaban dari Grace, Clara kembali bicara. "Tidak, bagaimana dengan Renata?" Grace memilih mengalihkan pembicaraan. "Entahlah, aku rasa kita harus meluangkan waktu untuk bertemu dengannya, aku sungguh terkejut mendengar perkataannya beberapa hari lalu bagaimana bisa tiba- tiba dia sudah menikah." "Ya, kita akan pergi ke perkebunan nanti. Baiklah aku tutup teleponnya, aku sudah tiba di perusahaan." "Ya, semoga beruntung, Darl." Grace keluar dari taksi, dan menghela nafasnya lalu memasuki perusahaan. "Hallo, permisi aku Gracela Alexandria. Aku datang untuk melakukan wawancara kerja." Grace menghampiri resepsionis yang ber-name tag Hanna di dadanya. "Oh hai, aku akan mengarahkanmu, tolong ikuti aku." Grace mengangguk lalu mengikuti Hanna memasuki sebuah ruangan. "Tunggulah disini, namamu akan di panggil sesuai urutan yang pertama datang." Resepsionis itu menunjuk kursi yang berderet dimana disana sudah di isi beberapa orang. "Baiklah, terimakasih." kata Grace, dia mengangguk saat resepsionis pergi meninggalkannya. Grace semakin gelisah saat satu persatu peserta di panggil dan memasuki ruangan lain, hingga namanya di panggil dan Grace menghela nafasnya sebelum memasuki ruangan itu untuk menjalani tes. Grace berhasil menjawab beberapa pertanyaan yang di ajukan, meski sebenarnya dalam hati Grace sangat gugup. Namun, Grace berhasil menyembunyikan kegugupannya dengan baik. Grace tak yakin apakah jawabannya masuk dalam kategori terbaik atau tidak, yang penting dia telah melakukan yang terbaik semampunya. "Baiklah, nona Grace. Dalam beberapa hari kedepan kami akan menghubungimu" Seorang pria yang menjabat sebagai pewawancara sekaligus HRD mengulurkan tangannya pada Grace. Grace mengangguk, dan menerima jabatan tangan tersebut "Terimakasih tuan." Beberapa saat setelah Grace keluar, HRD tersebut mengeryit saat melihat ponselnya berdering. Ceo is Calling ... Tak menunggu lama diapun mengangkat panggilan tersebut. "Ya tuan?" "Aku ingin gadis bernama Grace di terima tanpa syarat." HRD hanya bisa mengerut heran, bagaimana bisa CEO mereka tertarik dengan perekrutan karyawan, namun dia juga tak berani menanyakan lebih lanjut, dia juga tak seakrab itu dengan sang CEO, jadi dia hanya bisa berkata. "Baik Tuan." .... Hari pertama bekerja. "Ini adalah kontrak kerjamu, silahkan dibaca dengan teliti dan tanda tangani." HRD menyerahkan sebuah berkas di tangannya. Grace mengangguk dan membaca lalu menandatangani, Grace masih tidak percaya saat kemarin mendapat panggilan dari perusahaan Smith Corp yang baru saja dia datangi, bahkan Grace baru saja akan naik ke dalam taksi setelah keluar dari perusahaan Smith tersebut, bukankah HRD tadi bilang akan menghubungi dalam beberapa hari, namun saat itu Grace bahkan belum lima menit keluar dari gedung Smith Corp. Namun tentu saja kesempatan itu tak akan Grace sia- siakan dan dengan langkah ringan Grace kembali datang ke perusahaan Smith tersebut. "Baiklah, selamat bergabung. Mari aku antarkan kau ke divisimu." Mengulurkan tangan, agar Sofia berjalan lebih dulu. "Terimakasih, Tuan." Hari pertama bekerja tak terlalu melelahkan untuk Grace, dia baru melakukan perkenalan, dan mengenal setiap ruangan dan divisi apa saja yang ada di lantai yang sama dengannya. Pekerjaan Grace juga baru pekerjaan ringan seperti membantu untuk memprint atau memfoto copy berkas milik teman- temannya. Meski begitu, Grace juga mendapat beberapa bantuan dari para pria yang menunjukkan ketertarikan padanya. Tentu saja Grace menyadarinya, jika dulu mungkin dia akan menerima bahkan membalas menggoda pria- pria tampan itu, namun kali ini Grace hanya menatap canggung, sebab dihatinya tak ada perasaan ingin, bahkan untuk sekedar menanggapi saja. "Bagaimana hari pertamamu?" Seorang pria bernama Marco melongokkan wajahnya di kubikel Grace. Bagus sekali dia bisa melihat nama pria itu dari kartu yang tergantung di lehernya, jika tidak Grace tidak akan ingat meski mereka sudah berkenalan tadi. "Menyenangkan." Grace bergerak memasukan ponselnya ke dalam tas, jam kerja telah usai dan beberapa karyawan sudah mulai membubarkan diri, hanya tinggal beberapa orang saja yang memutuskan untuk lembur. Grace sendiri tidak di izinkan untuk mengambil lembur sebab ini adalah hari pertamanya bekerja. "Kau pulang sendiri?" Tanya Marco lagi. "Tidak, aku memesan taksi online." Marco mengangguk "Jika aku tidak ada jadwal lembur, aku bisa mengantarmu." Grace tersenyum "Tidak perlu, terimakasih." "Baiklah Mar, aku pergi." Marco tersenyum lalu mengangguk. Marco menggeleng tak percaya, saat nama depannya di panggil sepotong saja, bukankah itu menggelikan "Mar," gumamnya tapi karena itu keluar dari mulut Grace si cantik imut, Marco tak keberatan. "Cantik sekali." Marco menatap punggung mungil Grace berjalan menjauh lalu keluar dari divisinya. Grace berdiri menunggu lift terbuka, tak ada orang lain di sebelahnya karena orang- orang yang tersisa memutuskan untuk lembur, dan Grace pulang terakhir karena menghormati senior- seniornya. Lama menunggu namun lif di depannya tak juga terbuka, hingga Grace iseng memencet tombol lift di sebelahnya dan ternyata terbuka. Grace tertegun melihat pria paruh baya berdiri tegap dengan segala pesonanya, menatapnya dengan ekspresi datar, Grace menelan ludahnya apa dia bermimpi, apa saking gilanya dia terus teringat si pria tua, hingga dia melihatnya sekarang. "Kau bisa naik lift sebelah, ini lift khusus petinggi perusahaan." Grace bahkan tak menyadari jika di belakang pria tua itu ada seorang wanita cantik, dia berdiri anggun dan mungkin saja dia adalah sekertarisnya. Grace masih tertegun, dan hanya mampu mengerjapkan matanya saat pintu lift kembali tertutup. Grace berjalan ke arah lift sebelahnya dan menekan tombol, masih dengan tatapan tak percayanya Grace bergumam. "Sungguh? Apa aku bermimpi? Aku melihatnya lagi." Grace tersenyum, tiba- tiba ada rasa berbunga- bunga dalam hatinya, betapa senangnya bisa melihat si tua tampan yang terus menghantuinya beberapa minggu ini. "Tapi tunggu, apa katanya tadi? Petinggi perusahaan. Apa dia pemilik perusahaan ini?" . . . Grace menunggu taksi pesanannya datang, sambil membaca artikel tentang perusahaan yang saat ini di pijaknya. Dengan linglung Grace mencerna berita di sertai sebuah foto yang memang itu adalah si pria tua tampan "Dia benar- benar pemilik perusahaan ini." Grace mendongak saat melihat sebuah mobil melintasinya, Grace kembali terpekur saat melihat jendela mobil yang terbuka memperlihatkan siapa penumpang di dalamnya. Adrian menatap kedepan acuh namun diam- diam dia melihat Grace yang menatap mobilnya, dari kaca spion. "Aku sudah benar bukan memberinya pekerjaan anggap saja itu bayarannya untuk memuaskanku waktu itu." Adrian bergumam pelan masih melihat Grace yang mematung. "Bagaimana bisa aku lupa diri dan bercinta dengan seorang bocah." Adrian mengeluh, tapi bagaimana lagi dia justru tak bisa berhenti setelah merasakan nikmatnya bocah kecil itu. Sial ... Adrian mengusap wajahnya kasar. Grace tersenyum kecut saat melihat Adrian melewatinya begitu saja, "Apa dia lupa padaku? atau aku yang terlalu menggunakan perasaan hingga tidak bisa melupakannya, sedangkan dia tak mengingatku." Pada saat yang sama nama Clara tertera di ponselnya. Clara is calling ... "Ya." Grace menjawab dengan lesu. "Bagaimana hari pertama bekerja?" "Sangat buruk." melihat Adrian yang seolah tak mengingatnya membuat Grace merasa kecewa. Clara terkekeh "Ini baru hari pertama, atau kau berubah pikiran sekarang." "Bagaimana jika menjadi seorang Baby saja, agar kau tidak kelelahan." Clara tertawa, tawa yang semakin membuat bahu Grace merosot lesu. "Ya, akan aku pikirkan." Grace menutup panggilannya lalu memasuki taksinya yang baru saja tiba.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD