5. Kepatuhan Faray

991 Words
Sesampainya di depan diskotik, Faray langsung melenggang masuk. Menatap setiap sudut, ia mulai mencari mangsanya. Namun, di sana sama sekali tidak ada yang menarik, membuat dirinya pergi ke bartender , sedangkan Kalandra dan Atha menuju lantai dansa bergabung dengan wanita-wanita cantik di sana. “Wih, Ray! Makin sering lo ke sini, ada apa? ” tanya Michael sambil terus mengocok minuman yang menjadi pesanannya. "Biasa. Lagi suntuk aja di rumah, ”jawab Faray persetan-ngetuk bar pelan. Michael tersenyum arti dan mempersilakan Faray menikmati minuman melewati. Walaupun dalam gelas kecil, tetapi mampu membuat mabuk kepalang. Memang menu yang Michael keluarkan bukan yang utama. Perlahan Faray melenggang pergi sambil sesekali kehilangan kehilangan keseimbangan. Namun, dengan kesadaran yang belum stabil tiba-tiba Faray terjatuh di salah satu pelukan perempuan mungil. Baru saja Melihat wajah itu, namun kesadarannya mulai menghilang. "Kenapa, Kay?" tanya Velly terkejut melihat Faray yang terjatuh di pelukan Kayna. “Anjir! Itu bukannya ketua BEM kita? ” tanya Adresia menyadari Faray. Izzan menggeleng pelan. “Sebentar lagi lo bakalan tenar, Kay. Setelah ketua BEM yang katanya dingin malah jatuh di pelukan seorang wanita polos macam lo. ” “Udah, jangan banyak omong. Sebelum ada yang sadar kita bawa dulu dia keluar, ”ucap Evano memecahkan perhatian ketiganya. Lalu, mereka berempat pun mulai membopong tubuh berat Faray. Tentu hal tersebut membuat Kayna kewalahan, apalagi tubuh mungilnya yang jauh lebih besar dari lelaki itu. *** Kayna yang tidak tahu rumah Faray pun mulai bingung. Ia menimang apakah harus meninggalkan lelaki itu di rumah Izzan, ataukah ia harus membawanya ke indekos? Namun, kesalahan itu membuat Kayna dilema. Ia bingung, karena bagaimanapun juga Faray pernah membantu dirinya. Sudah seharusnya ia menghukum Faray sekarang. “Gimana, Kay? Kita juga enggak tahu rumah Kak Faray, ”tanya Izzan meminta kepastian dari Kayna. Kayna menggeleng pelan. “Gue juga bingung. Soalnya Kak Faray masih belum sadar. ” Velly menatap wajah Faray yang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa akan sadar. Memang kalau dilihat-lihat Faray sangat tampan, rahang tegasnya seakan menyihir para wanita yang memandang lelaki itu. Bahkan Velly saja dibuat terpukau. “Mending begini, Kak Faray nginep di tempat lo aja, Van.” Adresia menatap Evano yang duduk di co- supir. “Hah? Kok gue? ” tanya Evano menatap Adresia melalui spion. Adresia mengangguk. “Kan sesama-laki. Kalau nginep di tempat gue, apa kata tetangga? ” "Enggak bisa. Gue enggak kenal sama Faray. ” Evano menolak mentah-mentah perkataan Adresia. "Tapi, lo cowok, Van. Pelit banget buat nginepin semalam doang, ”sinis Adresia. “Sama aja. Kalau dia bangun gue harus bilang apa, sedangkan gue sama dia aja enggak kenal. Yang ada gue disangka maling, ”ucap Evano tetap pada pendiriannya. Sementara Kayna yang menawarkan berita pun mulai merasa pening. “Udahlah. Kak Faray nginep di apartemen gue aja, kalau kalian enggak ada yang mau. ” Sontak meyakinkan terdiam, menatap Kayna yang bertekuk kesal. Wajahnya sama sekali tidak menampakkan senyuman khas. Padahal Kayna dikenal sebagai prbadi yang ceria dan ramah pada. “Kay, lo serius?” tanya Velly pelan. Kayna mengangguk mantap dan menyuruh Izzan untuk mengantarkannya ke depan indekos. Karena tubuh berat Faray sangatlah tidak mudah bagi Kayna, karena kamar yang berada di lantai dua tentu membuat tubuh mungil perempuan itu kesusahan. Sesampainya di kawasan parkiran, Izzan langsung menuruni Faray dengan hati-hati. Karena lelaki itu beberapa kali bergumam tidak jelas. Walaupun dalam keadaan mabuk, Faray tetap kalau tubuh terbentur benda keras dan menimbulkan seruan kesal. Dengan bersusah payah membopong tubuh Faray, akhirnya mereka bertiga pun sampai di sebuah kamar yang berada di paling ujung lorong. Walaupun sepi masih ada pasang mata yang menatap Kayna penasaran. Meskipun salah satu dari mereka ada yang menanyakannya sendiri pada sang pemilik kamar. “Gue balik ya, Kay. Hati-hati lo, kalau ada sesuatu langsung telepon gue aja, ”ucap Izzan memperingati Kayna. “Jangan khawatir, gue enggak apa-apa kok,” balas Kayna tersenyum kecil. Izzan mengangguk singkat, lalu melenggang pergi dari kamar Kayna. Meninggalkan Faray yang dalam keadaan mabuk. Walaupun ia sedikit tidak tenang, tetapi dirinya percaya kalau Kayna pasti bisa mengatasi segalanya. Sebab, jika Izzan yang membawa Faray bisa membongkar identitasnya sebagai salah satu kolega lelaki itu. Ia tidak mau jika itu terjadi, karena akan sangat menyulitkan dirinya sendiri. Sepeninggalnya Izzan pun Kayna memutuskan untuk membersihkan diri, mengganti semua pakaian perginya menjadi piyama serta bandana hitam yang kembali melingkari kepala mungilnya. Kayna mematut dirinya di depan cermin kamar mandi, menyisir surai kecoklatan yang nampak kusut. Setelah dirasa cukup, ia pun keluar dari kamar mandi, melihat Faray yang masih tak bergeming di sofa panjangnya. “Aduh! Kalau bukan karena lo yang pernah nolongin gue, malas gue direpotin, ”gerutu Kayna sambil melepaskan sepatu putih milik Faray. Ngomong-ngomong Kayna jadi bingung sendiri mengatasi mabuknya Faray. Namun, mengingat dirinya ketika menonton drakor mengingat ada orang yang diberi minuman minuman hangat madu. Untuk menetralisir rasa mual dan kantuk dalam satu kesatuan. Kayna pun langsung berwujud ke arah dapur kecilnya, menyuguhi minuman madu hangat untuk Faray. Karena ia pun merasa cemas kalau sewaktu-waktu lelaki itu terbangun. Bisa gawat kalau sampai melihat dirinya yang tertidur pula, sedangkan lelaki itu malah tergeletak di sofa yang mengenaskan. “Kak, minum dulu biar enggak mual,” ucap Kayna sambil membantu Faray menegakkan diri. Faray yang dalam keadaan mabuk pun mengikuti saja tanpa membatah satu pun. Sementara Kayna tersenyum kecil melihat seks Faray, sepertinya lelaki itu memang sangat penurut sekali. Sebab, dalam keadaan tak sadarkan diri pun lelaki itu hanya diam. Setelah dirasa minumannya abis, Kayna kembali membaringkan Faray. Kali ini posisinya lebih baik dari yang tadi, sebab Faray mengikutinya dengan patuh. Bahkan hampir membuat Kayna tertawa keras sekali. Mungkin lelaki itu pasti mengira kalau dirinya berada di rumah. “Asli, ternyata lo di luar doang kayak orang b******k, tetapi kalau di dalam rumah begini malah patuh banget. Salut gue, Kak, ”gumam Kayna tersenyum geli. Kayna melirik jam dinding yang ada di kamar, waktu sudah menunjukkan hampir pagi, karena jarum jam itu menunjukkan angka yang berarti dirinya harus cepat-cepat pergi sebelum matahari merangkak naik kembali. Sedangkan dirinya saja belum pergi ke alam mimpi. Dengan gerakan penuh kehati-hatian, Kayna menyelimuti Faray. Dari sebatas d**a sampai pergelangan kaki. “Gila, lo tinggi juga ya. Sampai-sampai selimut gue aja kependekkan. ” Selesai memberikan selimut, Kayna pun mulai mematikan satu lampu per satu lampu yang ada di kamar. Menyisakan sebuah lampu tidur yang berada di atas nakas, lalu ponselnya pun ia taruh di sana. Untuk mengingatkan dirinya agar bangun cepat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD