Tiga

840 Words
Suasana hati Alesha sudah semakin membaik, ia pun telah kembali beraktivitas seperti biasanya, yang terjadi di kafe milik almarhumah mamanya yang ia ambil alih sejak lima tahun yang lalu, ia lebih memilih memilih kafe ini dengan yang bisa meningkatkan pendidikan ke perguruan tinggi. Tanpa kafenya akan terbengkalai karena tugas atau kuliah yang padat, jadinya Alesha lebih memilih membangun kafe ini agar lebih berkembang. Jadi ini Darel datang ke kafe Alesha, sebab dia sudah pulang ke Indonesia, setelah empat tahun menempuh pendidikan di London. Ada rasa deg-dengan khusus di hati Alesha, biasanya mereka hanya berkomunikasi melalui  obrolan , namun sekarang akan bertatap muka. Setelah memastikan penampilannya dengan baik, Alesha pun keluar dari ruangan dan bertemu laki-laki itu. " Aku ada di meja 26 ," ujar Darel dalam via telepon. Gadis itu memutuskan perpindahannya, lalu pindah ke meja tersebut, mata Alesha membulat dengan sempurna, setelah melihat Darel, berbeda dengan laki-laki yang memberikan senyuman terbaiknya. "Eza?" tanya Alesha terkejut. " Tidak ,  aku  Darel. Aldarel Galenio." "Sumpah, lo Eza." "Eza  adalah saudara kembarku ." Darel terdiam sejenak. "Kamu kenal Eza?" Alesha langsung berbalik, dia sudah bersumpah dengan dirinya sendiri untuk tidak terkait dengan semua orang yang berkaitan dengan Eza, wajah yang disediakan Darel akan wajah Eza. Darel langsung beranjak dari tempatnya, dan dia memegang tangan Alesha. "Al, kenapa?" Aleshaalikan. "Cowok b******k yang aku ceritain itu kembaran kamu." "Eza mantan kamu?" Alesha mengangguk. "Jangan pernah bertemu aku lagi, karena aku udah nggak mau berhubungan dengan semua yang berhubungan dengan Eza, wajah kalian sama, aku lihat kamu, sama kayak lihat Eza." Dia pun melepaskan tangan Darel, lalu berjalan tanpa menoleh. Pertemuan pertama yang mereka kira akan terkesan manis, mengejutkan akhirnya memenangkan. Kesalahan yang Eza perbuat telah membekas di hati Alesha, ditambah penghinaan Lita membuat Alesha semakin muak dengan keluarga itu. Alesha membuka aplikasi w******p, lalu pindah nomor Darel, disetujui laki-laki itu telah mati. Andai aja kamu bukan kembarannya Eza, Rel. Darel menggeret kopernya keluar dari kafe dengan perasaan kecewa, kehadirannya sama sekali tidak diterima, padahal setelah turun dari pesawat, Darel langsung menemui Alesha, sangking ingin bertemunya, tapi malah seperti ini. Lihat aja, Za. Kalau ketemu gue hajar lo sampai mampus, berani-beraninya lo sakiti cewek yang gue sayang. Sebuah taksi membawa Darel ke apartemen yang sudah dia sewa. Darel lebih memilih untuk tinggal dan bekerja di Jakarta, daripada di kampung halamannya, Bandung. Karena di Jakarta ada Alesha, lagipula gadis itu lah yang menjadi alasan Darel balik ke Indonesia secepat ini, padahal dia masih betah di London. Setelah selesai mandi, Darel langsung mengambil ponselnya untuk menghubungi Eza. "Kata Bunda lo di RS, Za?" tanya Darel, setelah Eza mengangkat teleponnya. "Udah pulang, sekarang di rumah Bandung, kenapa?" "Yaudah gue besok ke Bandung, sekarang cape banget baru nyampe." "Kambing, lo balik nggak kabarin." Darel tersenyum miring. "Buat apa? Gue balik bukan buat lo kok." "Rel, ada oleh-oleh buat gue nggak?" Darel langsung mematikan sambungan ponselnya. Besok oleh-olehnya, tonjokan dari gue. *** Keadaan Eza sekarang sudah cukup membaik, hanya jalannya belum bisa normal, karena nyeri di organ vitalnya masih terasa. Eza sudah memutuskan saat kondisinya kembali normal, dia akan kembali ke Jakarta, kerja di sana sekaligus memperjuangkan Alesha kembali. Baru seminggu putus dari Alesha, membuat Eza galau, makan tak enak, dan tidur tak nyenyak. Eza rindu Alesha, bahkan untuk sekadar chat pun tidak bisa karena Alesha telah memblokir semua akun sosial medianya. "Za, di bawah ada Vania. Dia dari Jakarta ke sini cuma mau jengukin kamu," ujar Lita yang baru masuk ke kamar Eza. Eza pun turun dari kasurnya dan berjalan dengan tertatih untuk menemui pacarnya itu. Vania menyambut Eza dengan senyuman bahagia karena dia rindu dengan pacarnya itu. Berbeda dengan Eza yang sama sekali tidak senang atas kedatangannya. "Kita putus aja, Van," ujar Eza dengan santainya. Vania melotot. "Seteleh apa yang aku kasih, kamu mau putus? Setahun, Za. Kamu anggap apa?" Eza menghela napas. "Dengar, ya, Van. Aku tergoda sama kamu itu sebuah kesalahan. Setahun kita jalan, itu cuma buat jadi pemuas nafsunya aku. Setelah Alesha pergi, aku baru sadar perempuan yang benar-benar aku cinta itu dia, bukan kamu." "Za, kamu sendiri yang mutusin Alesha, kenapa jadi gini?" "Kalau aja aku nggak terhasut omongan iblis kamu, aku nggak akan putusin dia. Sekarang aku udah nyesel, Vania. Ngerti?" "Eza, kalau aku hamil gimana? Kamu nggak bisa ninggalin aku!" Eza tersenyum miring. "Aku main aman, jadi nggak bakal ada janin." "Kamu mau balik sama Alesha?" Eza hanya mengangguk sebagai jawaban. "Eza, Eza ... Belum tentu Alesha mau balik ke mantan yang udah berkhianat." Eza berdiri dari tempatnya. "Kita lihat aja nanti. Selamat sore!" Eza hendak berjalan, namun Vania langsung menahan pergelangan tangannya. "Eza, aku cinta kamu." Eza langsung menghempaskan tangan Vania. "Pulang, aku mau istirahat." "ALFAREZA GALENIO!" Dalam bulan ini Eza sudah mematahkan dua hati perempuan yang menyayanginya. Hati Vania hancur. Dia sudah memberikan seluruh hatinya, bahkan kehormatannya dia berikan kepada Eza, lantas sekarang? Dirinya dicampakkan begitu saja. Kini dirinya sudah menjadi bekas, yang sudah dipakai berkali-kali, bahkan tak terhitung selama setahun ini. Setiap Eza ingin memuaskan hasratnya, Vania selalu sedia, dan sekarang Vania sudah kehilangan Eza. Brengsek lo, Za! ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD