Carla Putriku

1238 Words
Elara mengerjapkan matanya ketika hari sudah siang. Tubuhnya yang terasa remuk sangat sulit digerakkan. Apa lagi bagian pahanya. Entah berapa lama dan berapa kali Luca memiliki Elara tadi malam hingga pagi ini tersisa rasa sakit yang begitu luar biasa. "Aku di mana?" Elara tersentak kaget ketika ia sadar kalau tidur di kamar yang asing. Ketika duduk Elara lebih kaget lagi karena harus mendapat kenyataan tubuhnya tidak lagi berbusana.  "Ap … apa yang terjadi?" Elara menutup tubuhnya dengan selimut. Ia melihat baju tipis yang tergeletak di lantai. Wajahnya benar-benar bingung. Dengan tubuh berbalut selimut, Elara berjalan ke kamar mandi. Ia ingin membersihkan tubuhnya dan buang air kecil di sana. Ketika selimut terlepas, Elara kaget bukan main karena melihat jejak kepemimpinan di seluruh tubuhnya. Tangisnyapun pecah ketika ia tidak ingat dengan siapa ia tidur tadi malam. "Apa lagi sekarang?" Elara terduduk di lantai. Wajahnya benar-benar menyedihkan. Selimut yang ada di lantai ia genggam dengan penuh luka. Belum juga hatinya sembuh karena perceraian tadi malam, kini ia sudah mengalami hal buruk tak terlupakan.  "Apa yang sudah terjadi? Siapa yang sudah melakukan semua ini? Cobaan seperti apa ini?"  Elara menutup wajahnya dengan kedua tangan. Ia butuh waktu untuk sendiri. Ia ingin menangis untuk melampiaskan rasa sakit hatinya. Detik ini ia tidak bisa memikirkan apapun. Bahkan ketika ia berusaha mengingat yang terjadi, ia tidak bisa mengingat apapun selain kejadian penandatanganan surat perceraian itu. Elara melihat pakaian pria di tong sampah. Memang sebelum pergi Luca membuang pakaiannya ke tong sampah. Sedangkan dirinya menggunakan pakaian yang baru.  Elara merangkak untuk meraih tong sampah tersebut. Ia menemukan kemeja putih, jas, dan celana.  "Apa ini pakaian pria yang sudah …." Elara membongkar isi tong sampah hingga akhirnya ia menemukan kalung yang terdapat huruf L. Elara menggenggam kalung tersebut. Kedua matanya terlihat sangat benci atas perbuatan pria yang sudah berani melecehkannya. "Cepat atau lambat kita akan bertemu!" Elara segera memakai kemeja putih milik Luca. Tidak lupa untuk menyimpan kalung milik Luca di kantongnya. Hanya itu satu-satunya barang yang bisa membuatnya mempertemukannya dengan pria yang sudah menidurinya malam ini. "Aku tidak tahu harus memakai pakaian apa saat ini. Pria itu benar-benar b******k. Ia bahkan tidak meninggalkan aku sepotong baju pun. Aku juga tidak memiliki uang untuk membeli baju." Hanya kemeja dan celana panjang Luca yang bisa digunakan Elara untuk menutupi tubuh polosnya. Walau setelah memakai pakaian tersebut ia terlihat aneh. Celana yang kepanjangan harus ia ikat dengan ikat rambut agar tidak melorot. Bahkan kemeja itu sengaja ia stel seperti dres agar tidak terlihat kalau kini ia sedang memakai pakaian pria. Setelah tubuhnya terbalut sempurna, Elara segera pergi meninggalkan hotel. Ia merasa jijik jika berlama-lama ada di hotel tersebut. Bayangan atas kejadian yang ia alami seolah kembali terputar ketika ia memandang ke arah tempat tidur. Hal itu benar-benar memalukan hingga Elara merasa sangat benci dengan tubuhnya sendiri. *** 6 tahun kemudian. "Mommy!" Elara segera berlari kencang ketika melihat anak kecil kuncir dua berdiri tidak jauh di depannya. Dengan seragan sekolah, anak kecil itu terlihat sangat manis dan menggemaskan. Seperti tidak bertemu bertahun-tahun lamanya. Setelah dekat dengan anak kecil itu, Elara segera memeluknya dengan erat.  "Mommy kangen banget sama Carla." Elara memeluk erat anak kecil itu dan tidak mau melepasnya lagi. Tanpa peduli kalau anak kecil diperlukannya melebarkan mata karena susah bernapas. "Mom, Carla tidak bisa bernapas!" Elara segera melepas pelukannya. Ia tertawa garing melihat putrinya protes. "Baiklah, ayo kita pulang." "Mom, Carla mau itu." Anak kecil itu menunjuk pria penjual permen gula di sebrang jalan. Elara merasa tidak setuju. Tapi hari ini ia sudah berjanji akan menuruti semua kemauan putrinya. "Baiklah, tunggu di sini biar mommy belikan." "Dua ya," ujar Carla sambil memamerkan dua jarinya. "Oke sayang." Tanpa menunggu lagi Elara berlari menyebrangi jalan. Wanita itu mengeluarkan sejumlah uang dan membawa permen gula permintaan putri tercinta. Karena terlalu bersemangat, Elara menyebrang tanpa melihat-lihat. Carla yang melihat jelas mobil yang melintas tidak mau tinggal diam. Ia berlari untuk menyelamatkan ibunda tercinta. "Mommy, awas!" Saat mobil itu mengerem mendadak, di saat itu juga Carla berhasil menarik tangan Elara. Mereka sama-sama terjatuh dan duduk di pinggiran jalan. Seorang pria turun dari mobil untuk memeriksa keadaan mereka berdua. "Apa kau punya mata? Kenapa menyebrang secara tiba-tiba!" Elara membantu Carla berdiri. Untuk beberapa saat ia tidak peduli dengan pria yang mengomel di hadapannya. "Maafkan saya, Tuan." Elara mematung melihat pria yang berdiri di hadapannya. Ia merasa sangat dekat dengan pria tersebut. Seperti pernah bertemu namun di mana. "Paman, maafkan mommy. Mommy hanya ingin memberiku permen gula ini." Carla menunjuk permen gula yang sudah kotor karena terjatuh di jalan. Pria itu memandang wajah Carla. Hati yang dipenuhi emosi dan ingin marah tiba-tiba saja terasa dingin. Ia memandang wajah Carla dengan saksama. "Anak ini … kenapa aku merasa sangat dekat dengannya?" "Tuan, sekali lagi maafkan saya." Elara sudah berdiri. Ia menarik Carla dan memeluknya dengan erat. Pria itu berdehem pelan. Ia merapikan jasnya dan membuang tatapannya ke arah lain. "Berhati-hatilah lain kali." Ia memutar tubuhnya dan kembali masuk ke dalam mobil.  Elara dan Carla saling memandang dengan wajah lega. Semua baik-baik saja jadi tidak ada yang perlu di khawatirkan. Elara mengeryitkan dahi ketika melihat wajah Carla mirip dengan pria yang hampir saja menabrak dirinya. "Mereka memiliki warna bola mata yang sama. Pantas saja aku merasa seperti pernah bertemu dengannya." Elara dan Carla menyingkir ketika mobil itu ingin lewat. Karena permen gula yang ia beli kotor, Elara merasa sangat sedih. Apa lagi itu harus ia beli dengan uang terakhirnya. "Mom, mommy kenapa?" Elara menggeleng dengan senyuman pahit. "Maafkan mommy Carla. Seharusnya mommy hati-hati agar kau bisa memakan permen gulanya." "Mom, Carla tidak ingin permen gula lagi. Carla ingin makan masakan mommy." "Benarkah? Apa kau tidak berbohong?" Carla menggeleng pelan. "Ayo mom kita pulang. Carla sudah lapar." "Baiklah sayang. Ayo kita pulang."  Elara menggendong putrinya dengan wajah berseri. Mereka berjalan menuju ke halte untuk menunggu bis di sana. Sebenarnya bis akan tiba lebih lama. Para orang tua justru membawa anak mereka pulang dengan taksi. Karena keterbatasan ekonomi, Elara harus membawa Carla pulang dengan angkutan umum. "Mom, kenapa mommy sedih?" Carla yang selalu tahu apa yang dipikirkan ibu kandungnya kini mulai menyelidiki yang terjadi. "Tidak ada." "Uang mommy habis?" Tiba-tiba saja Carla meletakkan tasnya di pangkuan. Ia membuka tasnya dan mengambil sejumlah uang di dalamnya. Elara kaget bukan main melihat putrinya memiliki uang segitu banyak. "Carla, uang siapa ini?" "Uang Carla, Mommy." "Darimana kau mendapatkan uang sebanyak ini!" Elara tahu walau uang jajan yang ia berikan di tabung Carla, tetap saja tidak akan sebanyak ini jumlahnya. "Mom, Carla membantu ibu guru membuka email-nya yang lama." "Email?" Elara semakin bingung. "Ya. Buk guru lupa password emailnya yang lama jadi Carla bantu menemukannya." "Kau bisa melakukannya? Itu tugas yang tidak mudah." Elara masih tidak bisa berkedip karena tidak percaya. Carla menunduk sedih. "Mommy harus percaya pada Carla. Carla tidak mencuri." Elara merasa tersentuh melihat ekspresi putrinya yang berubah sedih. Ia segera menariknya ke dalam pelukan. "Sayang, maafkan mommy ya. Mommy percaya kau tidak mencuri." "Apa mommy mau menerima uang ini?" "Ya, tentu saja. Tapi, jangan lagi lakukan hal seperti ini. Tugasmu di sekolah belajar, bukan bekerja. Biar mommy yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan kita." "Baik, Mommy. Carla sayang mommy!" Ibu dan anak itu saling berpelukan sambil menunggu bis tiba. Sejak hadirnya Carla di dalam hidup Elara, walau sedih Elara selalu bisa tersenyum kembali. "Kamu malaikat mommy Carla. Mommy hanya tidak mau kau menderita dan tidak bahagia karena sudah lahir dari rahim mommy! Walau memang jalan pertemuan kita sangat menyakitkan bagi mommy.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD