Red - 35

2190 Words
“INI GAWAT!” pekik Isabella, setelah baru saja masuk ke dalam dunia ilusinya. Sontak, melihat wajah Isabella yang begitu terkejut akan sesuatu membuat Jeddy yang merupakan pasangan bertarungnya dalam pertandingan ini dan seluruh penonton yang juga mendengar pekikan perempuan itu, jadi ikut terkaget. Semuanya jadi penasaran pada apa yang dilihat oleh Isabella dalam dunia ilusinya itu, mereka semua merasa cemas pada jiwa Paul yang kelihatannya masih terperangkap di sana. Jeddy segera berlari mendekat untuk mendatangi Isabella, kemudian lelaki berambut hijau itu yang memiliki badan kekar bak atlet profesional, berjongkok sedikit untuk bertanya langsung pada perempuan bertubuh seksi itu yang mempunyai rambut panjang berwarna merah semerah darah. “Ada apa!? Apa yang terjadi!?” “Aku yakin kau tidak akan mempercayaiku, tapi kenyataannya memang begitulah yang terjadi, tapi tolong jangan panik saat kau mendengar ini, Jeddy,” kata Isabella dengan napas yang terengah-engah, seperti orang yang baru saja dikejar-kejar oleh anjing galak. “Paul… Paul… Dia… Dia telah…” Setiap ucapan yang Isabella keluarkan menambah ketegangan di benak setiap orang yang mendengarnya, seakan-akan ada bom yang mau meledak dalam hitungan detik. Begitu juga para pahlawan bimbingan Paul yang masih menunggu gilirannya masing-masing, yang kini mereka semua sedang terduduk di antara bangku penonton untuk ikut menyaksikan pertandingan tersebut, mereka kini ikut merasa tegang dan khawatir pada keadaan Paul yang akan diungkapkan oleh Isabella. “Oh, tidak! Apakah Paul baik-baik saja!? Cherry tidak mau mendengar hal yang buruk menimpanya!?” Cherry menutup dua daun telinganya saat Isabella hendak menjelaskan keadaan Paul pada Jeddy, yang juga didengar oleh seluruh penonton. “Kita doakan saja semoga apa pun yang terjadi, Paul tetap baik-baik saja.” balas Naomi dengan mengangkat dua tangannya rapat-rapat di depan dagu, terlihat merapalkan banyak doa kepada Tuhan agar Paul tetap terlindungi dalam keadaan apa pun. “Kemungkinan terburuknya, jiwa Paul terperangkap selamanya di dalam dunia ilusi itu, aku tidak bisa menjelaskannya secara rinci, tapi konon jika kau mempermainkan jiwa manusia untuk dimasukkan ke dalam dunia-dunia lain, kau tidak akan tahu kapan hal yang buruk datang kepadamu,” kata Nico dengan suaranya yang begitu angkuh, tampak sombong dan tidak mempedulikan kondisi Sang Mentor.”Tapi yang lebih membuatku terkejut adalah Isabella, aku tidak tahu kalau dia punya kemampuan seperti itu, kukira dia hanya bisa mengolah kata saja, ternyata dia juga bisa melakukan hipnostis. Tak terduga sama sekali.” “Aku pernah mendengarnya sedikit,” Koko ikut bergabung ke dalam pembicaraan teman-temannya, walau suaranya terdengar malu-malu. “Bahwa Isabella tidak begitu menguasai kemampuannya sendiri, bahkan dia jarang mengaktifkan kemampuannya ke sembarang orang, karena dia tahu resikonya akan seperti apa. Makanya aku kaget, saat Isabella menggunakan kemampuannya dalam pertarungan ini, mungkin dia kebingungan harus memakai cara apa untuk mengalahkan Paul jika tidak menggunakan kemampuan itu.” “Tapi dia masih punya Jeddy, kan?” Victor menimpali perkataan Koko dengan bertanya-tanya. “Kurasa Jeddy bisa diandalkan, karena dia punya tubuh yang kuat dan gesit, sepertinya cukup untuk mengalahkan Paul dengan kekuatan tubuhnya. Tapi mengapa Isabella memilih menggunakan kemampuannya yang beresiko itu? Bukankah itu dapat membahayakan Paul?” “Entahlah, aku juga tidak begitu tahu, tapi sepertinya,” Koko menatap mata Victor dengan berkaca-kaca. “Isabella tidak mau dianggap sebagai beban, dia ingin menunjukkan pada kita semua bahwa dia juga bisa bertarung mengalahkan Paul menggunakan kemampuannya sendiri, dia tidak ingin hanya memanfaatkan kekuatan tubuh Jeddy. Yang Isabella inginkan, sepertinya, adalah kemenangan yang mutlak, yang dilakukan dengan kerja sama.” Victor jadi tersindir mendengar perkataan Koko, karena itu juga bisa berlaku dalam pertandingannya nanti bersama Koko, yang artinya, lelaki cantik berambut ungu panjang itu ingin mengatakan padanya bahwa dia juga ingin mengalahkan Paul dengan kemenangan yang mutlak. Victor jadi tersenyum dan menganggukkan kepala, karena memahami apa yang mau disampaikan oleh Koko, yang merupakan pasangan bertandingnya kelak. “Ya, aku mengerti.” Kata Victor dengan senyuman tipisnya pada Koko, membuat si lelaki cantik jadi ikut tersenyum dan menundukkan kepala. “Paul telah menghancurkan dunia ilusiku,” lirih Isabella dengan mulut yang terengah-engah dan d**a yang kembang-kempis, seperti orang yang sedang sangat kelelahan. “Dan dia barusan mengancamku bahwa dia akan membuat semua orang yang menyaksikan pertandingan ini, ikut terperangkap ke dalam ilusiku.” Dan baru saja Isabella berkata demikian, salah satu penonton di sebelah utara, menjerit-jerit ketakutan, sampai membuat penonton-penonton lain jadi keheranan. Jeddy menoleh dan memandangi penonton yang barusan menjerit, dan keterkejutannya semakin meningkat saat jeritan-jeritan itu jadi menyebar ke penonton-penonton lain di setiap sudut, hingga suara teriakan-teriakan ketakutan dan jeritan-jeritan malang tercipta hampir di seluruh arena. “K-Kau benar!I-Ini sangat gawat, Isabella!” Angguk Jeddy dengan menegukkan air ludahnya dengan tegang, melihat seluruh penonton yang ada di sekelilingnya jadi seperti kerasukkan massal. “Bagaimana caranya agar mengeluarkan semua orang dari ilusimu, Isabella!?” Isabella perlahan-lahan mengangkat kepalanya dan matanya terbelalak saat sadar bahwa orang-orang yang menyaksikan pertandingan ini jadi terkena imbasnya. “A-Aku tidak tahu, aku masih belum terlalu lihai menggunakan kemampuan ini! A-Aku harus bagaimana!? Jeddy, kita harus bagaimana!?” “K-Kenapa kau tanya padaku, tentu saja aku juga tidak tahu!” seru Jeddy dengan berdiri gusar sambil matanya menelisik ke setiap penonton yang sedang mengamuk tidak jelas di bangkunya. “A-Apakah kita harus menyerah saja di dalam pertandingan ini agar semuanya bisa selamat?” “Jeddy! Jangan berpikiran begitu, kumohon! Kita sudah berusaha sekuat tenaga untuk membuat Paul lemah, dan sekarang, kau memintaku untuk menyerah bersama-sama? Tidak, aku jelas tidak mau!” “Tapi sekarang bagaimana? Kita tidak bisa membiarkan mereka kerasukan seperti itu!? Jiwa-jiwa mereka bakal terperangkap di dalam ilusimu, dan aku juga tidak mau Paul terperangkap di sana. Kita harus menolongnya!” “Ya, aku tahu kita harus menolong mereka semua, tapi tidak dengan menyerah dalam pertandingan! Masih banyak cara untuk menolong mereka, tidak perlu mengorbankan kemenangan kita seperti itu, Jeddy!” Akhirnya, Jeddy hanya terdiam setelah mendengar omongan Isabella, lalu ia pun langsung kembali menjongkokkan badannya dan menatap dalam-dalam mata perempuan itu. “Kalau begitu, masukkan juga aku ke dalam ilusimu, aku akan mencari cara agar bisa mengeluarkan mereka semua dari sana. Tenang saja, aku berjanji tidak akan terperangkap di dalam ilusimu, aku ini orang yang sangat kuat.” Jeddy mengatakan itu dengan menampilkan senyuman lebar, seolah-olah menunjukkan bahwa dia akan selalu baik-baik saja dalam keadaan apa pun, tapi sayangnya, Isabella bisa melihatnya dengan jelas, ada keraguan dan ketakutan yang terpancar di mata pasangannya, Jeddy tidak sepenuhnya ingin melakukan itu, tapi dia harus melakukannya karena dia tidak mau keadaan semakin memburuk. Sebenarnya Isabella ingin menentangnya, karena ia juga tidak mau mengorbankan Jeddy ke dalam dunia ilusinya yang masih belum bisa dikendalikannya, tapi entah kenapa, melihat senyuman yang dibuat oleh orang itu, membuat hati Isabella jadi sedikit tersentuh dan akhirnya perempuan itu dengan pelan, menganggukkan kepalanya, mengizinkan Jeddy untuk masuk ke dalam dunia ilusinya. “Berjanjilah, kau akan baik-baik saja dan kembali kemari dengan selamat, Jeddy.” “Ya! Aku berjanji! Hehehe!” Selepas mengatakan itu, Isabella langsung mengulurkan tangan kanannya dan mendekatkan jari telunjuknya untuk menyentuh kening Jeddy, karena syarat agar orang yang ditargetkannya masuk ke dalam dunia ilusi, adalah dengan menyentuhnya. Tapi kasus para penonton yang bisa masuk ke dalam dunia ilusinya tanpa sedikit pun disentuh oleh Isabella, masih menjadi misteri, dan ia pun belum begitu paham mengapa itu bisa terjadi. Mungkinkah Paul yang melakukan itu? Tapi dengan cara bagaimana? Itu terlalu sulit apalagi dilakukan oleh orang yang masih sedang terjebak di dalam dunia ilusi. Maka satu-satunya kunci yang dia yakini bisa menetralisir kejadian ini agar bisa kembali normal, adalah Jeddy Griggory. Isabella mencoba untuk meneguhkan hatinya dan mempercayakan semuanya pada Jeddy, yang kini sedang tergeletak lemas di pangkuannya, di saat sebagian besar para penonton berteriak-teriak seperti gerombolan zombie. Menyaksikan itu, Roswel hanya tersenyum di atas tiang tertinggi, sebagai pembawa acara, sejauh ini dia tidak menjelaskan apa-apa pada setiap kejadian yang terjadi di tengah lapangan, malah sebaliknya, dia ingin para penonton menikmatinya dengan santai, bahkan ketika seluruh penonton sedang dalam ambang kematian pun, lelaki pucat itu tidak melakukan pergerakan apa pun untuk membantu para peserta yang sedang kesulitan, karena baginya, ini masih di dalam pertandingan. Dan seorang pembawa acara, tidak diperkenankan untuk ikut campur ke dalam pertandingan tersebut. “AAAAAAAAAAARGH!” Bukan hanya penonton-penonton lain, di antara para pahlawan bimbingan Paul pun, ada salah satu pahlawan yang terkena ilusi yang disebarkan oleh Paul dan itu adalah Abbas. Tiba-tiba Abbas meraung-raung seperti seekor serigala dari bangkunya, dia mendadak berdiri dan mencekik leher Cherry yang duduk di sebelahnya, membuat gadis mungil itu jadi kesakitan karena dicekik oleh dua tangan kekar milik Abbas. “T-Tolong! I-Ini sakit!” Cherry mengerang-ngerang dengan badan yang meronta-ronta minta dilepaskan. Tentu saja, pahlawan-pahlawan yang lain tidak diam saja melihat Cherry diserang oleh Abbas, mereka semua langsung berdiri dan berusaha menarik lengan-lengan kekar lelaki pendiam itu dari leher si gadis mungil berambut merah muda itu. Namun, karena kurangnya tenaga, sebab yang menarik lengan Abbas adalah Naomi, Nico, Victor, dan Koko, yang kekuatan tubuhnya jauh di bawah lelaki kekar itu, sehingga mereka kesusahan dalam menolong Cherry. “Minta bantuan! Cepat!” perintah Nico pada teman-temannya yang lain, agar mereka bisa mencari orang yang punya tenaga besar untuk menolong Cherry dari serangan Abbas. Mematuhi perintah Nico, satu persatu dari mereka mulai berpencar mencari orang-orang bertubuh besar dan kuat di setiap penonton di sekitar, tapi sayangnya, hampir semua orang yang tubuhnya bertenaga, malah kerasukan di setiap area, membuat Naomi, Koko, dan Victor jadi bingung harus mencari ke mana. Alhasil, mereka kembali ke hadapan Nico dengan tangan kosong, membuat lelaki berkaca mata itu jadi kesal dan kecewa. “Kalau begitu,” Mengingat ada sosok kuat yang bisa diandalkannya, Nico mulai menyebutkannya. “Panggil Lizzie dan Colin kemari! Mereka ada di ruang kolam penyembuhan! Tanya saja tempatnya pada orang-orang yang berlalu lalang di lorong dan bawa mereka kemari! CEPAT!” Namun, ketika Victor, Naomi, dan Koko mengangguk dan membalikkan badannya untuk berlari ke lokasi yang disebutkan oleh Nico, sesosok manusia tinggi berkulit merah tiba-tiba muncul di hadapan mereka, mengagetkan semua orang yang ada di sana. Sosok itu, meski memiliki rambut hitam yang begitu lebat, bisa dipastikan kalau dia seorang laki-laki, karena dagu dan rahangnya terlihat kokoh, terdapat biji juga di lehernya, yang merupakan perwujudan khas dari seorang lelaki. Selain itu, pria berkulit merah itu juga mengenakan jubah hitam yang polanya sama seperti yang dikenakan oleh Roswel. Mungkinkah dia seorang pelayan pendamping juga, sama seperti Roswel? Ataukah hanya orang sakti biasa? “Kalian tidak usah ke mana-mana,” kata pria berambut hitam panjang dan berkulit merah itu pada Koko, Victor, dan Naomi yang hendak pergi dari sana. “Aku akan menangani teman perempuan kalian yang dicekik oleh lelaki tinggi itu.” Setelah mengatakan itu, pria tersebut langsung melangkahkan kakinya, mendekati Nico yang masih sedang menahan tekanan dua tangan Abbas yang mencekik leher Cherry. “S-Siapa kau!?” tanya Nico dengan menekan alisnya, tampak tidak bersahabat. “Aku merasakan energi yang tidak biasa, dan itu mirip seperti Roswel!” “Tentu saja, karena aku juga seorang pelayan pendamping,” ucap sosok itu pada Nico, membuat lelaki berkaca mata itu terkejut, teman-temannya yang lain pun ikut terkaget mendengarnya. “Aku Vardigos. Tapi aku tidak punya waktu untuk menjawab segala pertanyaan yang akan kau tanyakan. Bisakah kau menyingkir? Aku di sini akan menolong temanmu.” Menuruti kemauan Vardigos, Nico pun menyingkir dari bangkunya, memberikan jalan dan ruang untuk Vardigos mendekati Abbas dan Cherry. Setelah itu, Vardigos menyentuh punggung Abbas dengan jemari dari tangan kanannya hingga akhirnya tubuh lelaki kekar itu jadi melemah dan lemas sampai badannya jadi ambruk ke kursi, melepaskan cekikan tangannya di leher Cherry. “Uhuk! UHUK! UHUK!” Selepas terbebas dari cekikan Abbas, Cherry terbatuk-batuk, melepaskan semua rasa sesak yang sempat menyerangnya tiada henti. “S-Syukurlah! C-Cherry kira Cherry akan mati!” Kemudian, Cherry menoleh dan menatap perwujudan dari Vardigos di depannya. “Eh? Jadi kamu yang barusan menolong Cherry, ya? Terima kasih banyak! Cherry tidak jadi mati karenamu!” Menganggukkan kepalanya, Vardigos tersenyum “Lalu, untuk teman laki-lakimu yang tadi menyerangmu, lima menit lagi dia akan bangun dan normal kembali.” “Begitu, ya! Syukurlah! Terima kasih banyak! Hihihi!” “Kemudian, untuk teman-teman kalian yang sedang bertanding di tengah arena,” Vardigos menjulurkan lengan panjangnya ke depan, menunjuk ke tengah lapangan yang di sana ada Isabella yang sedang terisak-isak memangku kepala Jeddy yang terbaring lemas di atas pahanya. “Mereka juga sedang berjuang.” “Ya, kami percaya mereka juga sedang berjuang untuk menghentikan insiden mengerikan ini!” seru Victor dengan menganggukkan kepalanya, tampak sangat serius dari dia yang biasanya. “Dan di sini kami juga akan berjuang untuk membantu mereka, setidaknya, tolong bantu kami untuk menetralkan para penonton yang kerasukan! Kami tidak bisa membiarkan semua orang seperti ini!” “Aku tidak akan membantu kalian lagi,” jawab Vardigos dengan begitu tenang. “Jika kalian memang sangat membutuhkan bantuan, kenapa tidak kalian tanyakan saja pada Pelayan Pendamping kalian sendiri.” Yang dimaksud oleh Vardigos adalah Roswel, yang merupakan satu-satunya orang yang tidak bisa diandalkan dalam situasi seperti ini, karena dia sangat patuh terhadap aturan dari Sang Penguasa. Tunggu, Sang Penguasa? Mengapa tidak meminta bantuan saja pada Sang Penguasa? Mendapatkan ide cemerlang, Nico langsung menimpali perkataan Vardigos dengan angkuh. “Roswel bukanlah orang yang cocok, kau juga bukan. Yang bisa membantu kami untuk menetralkan semua orang, hanyalah Sang Penguasa.” Sontak
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD