Red - 21

2675 Words
Sekarang, Victor dan Koko sedang bersiaga di posisinya masing-masing, mereka mengepalkan dua tangannya dan menatap fokus pada lawan yang ada di hadapannya, yaitu mentor mereka sendiri, Paul Cozelario, yang saat ini terlihat memberikan seringaian kejam dan tatapan tajam yang meremehkan pada mereka berdua. Sejujurnya, dua orang itu masih belum merencanakan apa pun dalam pertarungan ini, mereka belum merundingkan suatu strategi untuk mengalahkan Paul, Victor dan Koko belum sempat melakukan hal itu hingga akhirnya mereka tidak punya kesempatan untuk melakukannya di tempat ini. Alhasil, mereka berdua hanya bisa mengandalkan intuisi dan gerakan refleks jika semisalnya Paul mulai menyerang, meski sebenarnya Koko agak sedikit takut berhadapan melawan Sang Mentor, tapi dia berusaha memberanikan dirinya sendiri demi membuktikan pada pasangannya bahwa dia bukanlah seorang beban. Koko ingin menunjukkan juga pada semua orang bahwa dirinya bukanlah pahlawan yang lemah, dia ingin dianggap setara seperti teman-temannya yang lain, menjadi seorang pahlawan tangguh yang bisa diandalkan. “Entah cuma perasaanku saja, atau memang begitu kenyataannya,” ucap Paul dengan berdehem sejenak, yang juga suaranya didengar oleh seluruh penonton berkat mikrofon yang tertempel di pipinya. “Aku merasa kalian berdua tegang sekali dari tadi,” Paul menggeleng-gelengkan kepalanya. “Dengar ini! Ketegangan memang wajar, tapi kalian tidak boleh tegang berlebihan seperti itu, terutama kala berhadapan dengan musuh!” bentnak Paul pada Victor dan Koko dengan dua bola matanya yang membulat melotot. ”Musuh akan meremehkan kalian jika kalian selalu tegang dan ketakutan begitu saat melawannya, apalagi kekuatan kalian sangat dibutuhkan oleh masyarakat! Sedikit saja gemetar, mereka semua akan merendahkann kalian, b******k!” Mendengar ituu, Victor sedikit demi sedikit mengendurkan kepalan tangannya, sedangkan Koko hanya menundukkan kepalanya dengan lemas, membuat helaian-helaian ungunya berjatuhan. “Mengapa harus begitu? Mengapa untuk tegang dan ketakutan saja, kami butuh laki-laki? Apakah semua perempuan selalu dilindungi oleh semua orang? Manja sekali, heh!” “M-Manja?” Koko terbelalak saat Paul bilang demikian, dia tidak tahu kalau seluruh dunia mulai berubah ke dalam masyarakat yang sehat dan anti-patriatkis sehingga akhirnya orang-orang yang pernah menentang dirinya telah menjadi salah-satu rekannya, dalam meawan dan mengalahkan Sang Mentor. Kedengarannya memang gokil, tapi memang begitulah realitanya, miris sekalii, kan? Ketika puterimu ternyata harus berbicara dengan sebuah benda yang tidak ada hubungannya denganmu sama sekali. “Sekarang, apa yang harus kita lakukan?” tanya Koko dengan menolehkan kepalanya cemas pada Victor yang berdiri di sampingnya, mereka berdua kebingungan saat Paul mulai jatuh pingsan di depan penonton. “Jika kita membiarkannya terus seperti itu, para penonton akan mencurigai kita. Aku tidak mau dianggap sebagai gadis nakal oleh mereka! Pokoknya kalian juga harus menolong dan menghapus stigma di benak para penonton dan meminta mereka untuk mendengaran sebuah penjelasan singkat dari pasangannya. “Baik, terima kasih karena sudah mau memberikan kesempatan untukku berbicara,” yang sedang berkata di situ adalah Victor Osvaldo. Lelaki berambut emas itu sekarang ingin mengambil beberapa hal dari penulis-penulis lain, dan tentu saja itu ilegal. “Aku ada di sini ingin memberitahu pada kalian semua bahwa tikus pencuri dan kucing pengawas itu memang nyata adanya, dan salah satu dari kalian telah melakukan kesalahan yang fatal karena bermain-main dengan kucing-kucing pengawas seperti kami.” “M-Mengapa mereka ingin melakukan hal seperti itu!?” Koko memekik dengan menutup mulutnya sendiri dengan tegang, tidak menyangka kalau teman-temannya telah berniat untuk menghianatinya. “M-Mereka tidak mungkin mengkhianati kami, mereka adalah teman-teman setia kami! Mereka akan datang kemari membantu kami!” “Benarkah? Kalau begitu, coba panggillah,” ajak Paul dengan menaikan sebelah alisnya, tampak terkekeh saat mendengar omongan Koko yang lemah. “Aku benar, kan? Tidak ada yang tidak bisa kutebak selama orang-orang itu punya tujuan yang sama di sini, mereka semua pada dasarnya ingin memperoleh kebebasan dan kekayaan, tapi karena tidak mampu bersaing dengan zaman, akhirnya mereka hanya bisa menjadi kacung dan b***k yang diharuskan menurut pada majikan masing-masing! Menjijikan!” Ledakan-ledakan besar yang membahana tercipta di tengah arena, tepat di lokasi Paul berada, suaranya berdentum-dentum seperti sebuah bom yang dilempar secara beruntun. Warna oranye kemerah-merahan membara sangat besar, berkobar-kobar menjadi sebuah letusan yang cukup membahayakan. Hawa panasnya terasa bahkan sampai bangku paling belakang di tempat para penonton duduk menyaksikan pertandingan tersebut. Itu adalah pemandangan yang cukup mengerikan, para mentor, para pelayan pendamping, dan para pahlawan yang menonton, tidak henti-hentinya membelalakkan matanya, karena mereka tidak menyangka akan terjadi sebuah ledakan-ledakan besar di pertarungan ketiga ini. Dan anehnya, ledakan-ledakan itu meletus tepat setelah permen-permen batangan yang Cherry jilat dilemparkan ke arah Paul, membuat semua orang yang belum mengetahuinya jadi bertanya-tanya, mengapa sebuah permen bisa meledak-ledak seperti itu? Itu sangat aneh, bahkan terlalu aneh. Tapi itu sangat nyata. Benar-benar nyata. Sekarang gadis berambut merah muda dan bergaun pendek itu, yang merupakan pelaku dari lemparan permen bom tersebut, hanya berdiri santai di lokasi yang dipijakinya dengan tersenyum senang sambil menikmati pemandangan menakjubkan dari ledakan-ledakan yang diciptakannya. Sepertinya, Cherry menganggap apa yang baru saja dia lakukan adalah sebuah tindakan yang hebat dan mengagumkan, karena sebuah ledakan besar telah tercipta, dan itu adalah mahakaryanya yang luar biasa. Tidak ada seorang pun yang dapat melakukan hal itu selain Cherry, ledakan-ledakan adalah alat dan senjatanya untuk meraih kemenangan di pertarungan ini melawan Paul. “Lihat? Hebat sekali, kan!?” Cherry mulai berbicara di dalam mikrofonnya, yang akhirnya terdengar juga di sepenjuru arena, semua penonton mendengar suaranya dengan sangat jelas. Dari logat bicaranya saja, sudah bisa dipastikan kalau gadis imut itu sama sekali tidak merasa bersalah telah melemparkan sebuah ledakan besar pada mentornya sendiri, seakan-akan lawannya mati pun, itu bukanlah masalah. “Kalian semua pasti kebingungan, kan!? Kenapa permen-permen yang barusan Cherry lemparkan jadi meledak-ledak begitu, iya kan!? Baiklah! Cherry akan menjelaskannya, ya! Jadi, di dalam permen-permen itu, Cherry sudah menyisipkan bubuk-bubuk mesiu yang sangat banyak! Tapi, tentu saja bubuk-bubuk mesiu sebenarnya tidak akan bisa menciptakan sebuah ledakan sebesar itu! Itulah kenapa, Cherry sedikit memodifikasinya agar ledakannya jadi besar begitu! Hihihihi!” Semua penonton tentu saja ngeri mendengarnya, karena bahan peledak adalah hal yang sangat berbahaya untuk dijadikan sebagai senjata di pertarungan seperti ini, jika ledakannya lebih besar dan lebih gila dari yang barusan, maka para penonton pun bisa terkena imbasnya dan tidak heran jika ada beberapa penonton nantinya akan terluka, itu terlalu beresiko. Sebenarnya, apa yang di pikirkan gadis itu? Bukankah Sang Mentor juga sedang berada di dekat Abbas? Itu artinya ledakan-ledakan yang baru saja dilemparkannya, juga mengenai pasangannya, kan? Dan itu sama saja seperti melakukan sebuah bunuh diri, karena senjatanya juga telah melukai rekan bertarungnya sendiri. “Oh, ya! Kalian tenang saja! Meskipun Cherry melemparkan permen-permen itu pada Paul, dan meledak-ledak di sana, itu sama sekali tidak akan membuat Abbas terluka! Soalnya Cherry sudah sedikit memodifikasinya agar ledakan-ledakannya tidak membahayakan nyawa orang lain selain Paul! Hihihihi! Jadi kalian juga tidak perlu khawatir, ya!” Tentu saja para penonton terkaget mendengarnya. Apa-apaan itu? Memodifikasi ledakannya agar tidak melukai orang lain selain mentornya? Itu tidak masuk akal! Tidak ada sejarahnya sebuah ledakan bisa dimodifikasi agar tidak melukai orang lain. Itu sangat tidak masuk akal! Jika memang benar begitu, lalu bagaimana cara memodifikasinya? Seluruh penonton rata-rata memikirkan hal itu, menggerutu dengan kegundahan dan kegelisahan di dalam hati masing-masing karena tidak mengerti mengapa seorang gadis mungil seperti Cherry bisa memodifikasi sebuah bom yang sangat berbahaya, layaknya sebuah boneka yang dapat diubah-ubah pakaiannya. “A-ARGH!” Setelah asap merah dan hitam telah sepenuhnya menghilang, barulah para penonton bisa melihat dengan jelas kondisi Paul yang kini sedang terbaring di permukaan tanah dengan seluruh tubuhnya yang jadi menghitam seperti sebuah jagung yang gosong. Dia juga tengah mengerang-ngerang kesakitan karena punggungnya tampak terluka parah, karena warna merah dengan cairan kental menganga di sana. “SANGAT PERIHHHH! ARGH!” Paul memukul-mukul tanah saking tidak kuatnya merasakan rasa sakit yang begitu besar di bagian punggungnya. Sementara Abbas yang juga sedang tertelungkup agak jauh dari Paul, tampak baik-baik saja, tidak ada luka atau pun rasa sakit yang dideritanya, seluruh badan lelaki tinggi itu benar-benar normal dan tidak ada yang berbeda dari sebelumnya. Sontak saja, itu menimbulkan kegaduhan di bangku para penonton, karena mereka semua terkejut karena apa yang Cherry katakan sesuai dengan kenyataan, sebab yang terkena dan terluka oleh ledakan-ledakan itu hanyalah Paul seorang, sedangkan Abbas yang seharunya juga terkena, tampak baik-baik saja. Para penonton jadi sangat kaget dan terheran-heran, mengapa itu bisa terjadi? Padahal sebelumnya mereka sedikit skeptis pada apa yang Cherry jelaskan tentang ledakannya yang tidak dapat mengenai orang lain selain Paul, tapi setelah melihat kenyataannya sesuai dengan yang dikatakan oleh gadis itu, membuat seluruh penonton jadi terkesan. Dengan santainya, Cherry melangkahkan kakinya, mendatangi Paul yang berada cukup jauh di depannya, dan setelah sampai, ia membungkukkan badannya untuk melihat tubuh Sang Mentor dari jangkauan yang sangat dekat. “Maaf, ya. Cherry sepertinya terlalu berlebihan, seharusnya Cherry tidak perlu sampai melukai Paul separah ini, tapi ledakannya terlalu besar, melebihi ekspektasi Cherry! Duh, bagaimana nih! Apakah Cherry harus memanggil dokter!? Apa masih ada yang sakit!? Tidak apa-apa, bilang saja apa yang Paul rasakan, Cherry akan menolong Paul, kok!” “BERISIK KAU, b******k!” Seketika, Paul berteriak begitu kencang, bahkan suaranya sampai menggema di arena, membuat para penonton yang mendengarnya jadi merinding. “JANGAN BERTINGKAH LUGU SEPERTI ITU DI DEPANKU! KAU MEMBUATKU MUAK! MENYINGKIRLAH DARI HADAPANKU!” Sembari mengatakan itu, Paul sekuat tenaga kembali membangunkan badannya untuk berdiri tegap, dan setelah beberapa kali terjatuh, akhirnya dia bisa berdiri dengan sempurna di hadapan Cherry, meski tangan kanannya tampak memegang erat perutnya yang terasa sakit. “Aku sudah hapal sifatmu! Kau ini cuma berlagak kasihan padaku, tapi nyatanya kau tidak pernah bersikap seperti itu pada lawanmu! Tapi itu bagus, aku tidak membenci sifatmu yang seperti itu, karena kau sama sepertiku!” “Sama seperti Paul? Apanya?” tanya Cherry dengan mengangkat dua alisnya, tidak begitu mengerti dengan yang dibicarakan oleh Paul yang dihubungkan-hubungkan dengan sebuah persamaan dari dirinya dengan Sang Mentor. “Cherry pikir, Cherry tidak sama seperti Paul, tapi jika Paul menganggapnya begitu, tidak apa-apa, kok! Cherry juga tidak keberatan kalau dianggap sama seperti Paul! Hihihihi!” “Cherry,” Seketika Abbas bersuara, memanggil pasangannya yang sedang berbicara dengan Paul, membuat si gadis mungil itu melongokkan kepalanya ke arah pasangannya, Sang Mentor juga menoleh ke belakang sedikit dengan menggeram kesal. “Jangan terlalu kasar mengalahkan Paul, kita tidak harus membuatnya kesakitan. Yang kita perlukan hanyalah kemenangan mutlak, jadi kalahkanlah Paul tanpa membuatnya terluka lagi.” Dan Abbas pun, selepas mengatakan itu, dengan tertatih-tatih beranjak bangun dari posisi telungkupnya, meski wajah dan tubuhnya kini sudah sangat kotor karena sebelumnya diinjakk-injak oleh Paul. “Eh!?” Cherry terbelalak mendengarnya, merasa tidak sepemikiran dengan yang Abbas katakan. “Mengapa Abbas bilang begitu!? Kalau kita tidak membuat Paul menderita, kita tidak akan bisa memenangkan pertandingan ini! Cherry tidak bisa mengalahkan Paul tanpa membuatnya terluka! Lagipula, Paul itu sangat kejam dan sangat brutal! Jika kita tidak melukainya, Paul bisa melukai kita, atau mungkin membunuh kita!” Paul menyeringai mendengarnya. “Ya, aku memang berencana akan membunuh kalian berdua, karena kalian sangat menjengkelkan.” “Tuh, kan!? Abbas dengar tidak!?” Cherry langsung menunjuk ke muka Paul yang ada di depannya pada Abbas, seolah-olah membuktikan bahwa prediksinya benar. “Paul itu sangat berbahaya! Kita tidak boleh membiarkannya baik-baik saja di pertarungan ini! Sebanyak mungkin! Kita harus sebanyak mungkin melukai dan membuatnya kesakitan! Cherry dan Abbas harus melakukannya karena kalau tidak, kita bisa kalah di pertandingan ini!” “Tidak, Cherry,” Abbas masih teguh pada pendiriannya, dia merasa bersalah atas semua yang telah dia lakukan di pertarungan ini terhadap Paul. Dia tidak mau lagi menyakiti orang yang telah menolongnya. “Kita tidak perlu membuatnya terluka dan menderita. Masih ada cara lain untuk kita bisa memenangkan pertandingan, tanpa harus menyakiti Paul.” “Baiklah! Lalu apa!?” pekik Cherry dengan tatapan yang tajam pada pasangannya. “Jelaskan cara apa yang akan membuat kita bedua memenangkan pertandingan ini!?” “Kalian berdua terlalu banyak omong!” seru Paul dengan memasang muka sebal. “Jika kalian memang ingin memenangkan pertandingan ini, kalahkan aku dengan cara yang ganas! Aku paling tidak suka pada seseorang yang mengalahkanku dengan sebuah tipuan atau hal-hal menyebalkan lainnya! Seperti pertandingan sebelumnya, Isabella dan Jeddy mengalahkanku dengan cara yang sangat konyol! AKU TIDAK SUKA ITU! Maka aku tuntut kalian untuk mengalahkanku dengan benar!” Paul pun memelototi Abbas dengan menindas. “Jika kau masih saja keras kepala dengan pemikiranmu yang ingin mengalahkanku dengan cara tanpa menyakitiku, aku tidak akan pernah mengakui kemenangan kalian!” Abbas terbelalak sedangkan Cherry tersenyum gembira, mereka berdua tampaknya tidak sepemikiran untuk bekerja sama dalam mengalahkan Paul, membuat situasinya jadi tidak jelas. “Cherry setuju!” seru Cherry dengan tersenyum lebar pada Abbas. “Cherry setuju pada omongan Paul! Abbas juga mendengarnya, kan!? Maka dari itu, agar kita tidak membuat Paul marah dan dapat mengakui kemenangan kita, satu-satunya cara agar kita bisa mengalahkan Paul adalah melukainya separah mungkin! Yeaaaaaaaay! Hihihihihi!” Menghela napas, Abbas merasa tidak bersemangat dalam melanjutkan pertandingan ini, sebelumnya dia mampu bertarung dan menyakiti Paul karena perannya saat itu untuk melindungi Cherry yang masih dalam keadaan hampa dari serangan mentornya, tapi sekarang, setelah pasangannya telah sadar sepenuhnya, dan menyerang Sang Mentor dengan ledakan-ledakan yang sangat gila, ia jadi kebingungan. Abbas benar-benar tidak tega saat melihat seluruh tubuh Paul jadi menghitam oleh ledakan Cherry, bahkan punggung mentornya mendapatkan sebuah luka besar yang menganga, itu membuat ia tidak mau lagi menyakiti Sang Mentor. Tapi sayangnya Cherry tidak sependapat dengan pemikiran Abbas, dan ia masih ingin melukai Paul sebanyak mungkin agar bisa memenangkan pertarungan ini secara total, padahal saat ini pun kondisi mentornya sudah sangat tidak memungkinkan untuk melawan mereka berdua, tapi gadis mungil itu sama sekali tidak merasa kasihan pada Sang Mentor. Sungguh, Cherry tidak memikirkan apa pun selain membuat Paul tewas dalam pertarungan ini, karena dia berpikir matinya Sang Mentor di sini tidak akan menjadi masalah besar, karena orang itu pasti akan dihidupkan lagi oleh makhluk-makhluk sakti di istana ini. Itulah dasar mengapa Cherry tidak merasa bersalah sedikit pun telah membuat Paul kesakitan sedemikian parahnya. “AYO LANJUTKAN PERTARUNGAN INI! JANGAN DIAM SAJA! KALAHKAN AKU DI SINI! BUNUH AKU SEKARANG JUGA! KARENA KALAU TIDAK AKU AKAN MEMBUNUH KALIAN!” Menyeringai senang, Cherry langsung mengeluarkan lagi permen-permen yang ada di saku gaunnya dan menjilatnya satu-persatu lalu kemudian, dilemparkanlah permen-permen itu pada muka Paul. “Selamat menikmati hidangan! Hihihihihi!” Namun, mendadak Abbas berlari sekencang mungkin dan mengambil permen-permen itu yang sedang melayang-layang di udara menuju Paul, kemudian dibuang sejauh mungkin ke sisi lapangan, dan DUAR! DUAR! DUAR! Meledak-ledak di sana, di tempat yang kosong dan lengang. Tersentak, mata Cherry langsung membelalak tidak percaya, dan Paul juga ikut terkaget melihat hal tersebut. Seluruh penonton juga sama-sama terkejut menyaksikannya, mereka semua tidak menyangka Abbas akan melakukan hal sefrontal itu untuk melindungi lawannya sendiri dari serangan pasangannya, padahal jika Paul terkena ledakan-ledakan barusan, sudah bisa dipastikan dia akan mati dan mereka berdua dapat memenangkan pertandingan ini. “ABBAS!” Cherry langsung berteriak dan mendatangi pasangannya dengan kemarahannya yang membludak. “APA YANG KAU LAKUKAN! PADAHAL SEBENTAR LAGI KITA AKAN MEMENANGKAN PERTANDINGAN INI! MENGAPA KAU SEENAKNYA MENGAMBIL PERMEN-PERMEN ITU DAN MEMBUANGNYA KE SEGALA ARAH! KAU PIKIR KAU AKAN MENDAPATKAN SEBUAH PUJIAN DARI CHERRY!? CHERRY KECEWA PADAMU! CHERRY PIKIR KITA BISA BEKERJA SAMA! TAPI TERNYATA KITA TIDAK BISA! CHERRY BENAR-BENAR KECEWA PADAMU!” Saat meneriaki itu semua, Cherry menunjuk-nunjuk ke muka Abbas dengan air mata yang mengalir, kekecewaannya jadi bertambah besar, dia benar-benar kesal karena serangannya malah dihempaskan jauh-jauh oleh pasangannya sendiri. Gadis mungil itu jadi menjambak-jambak rambutnya sendiri dan menjatuhkan lututnya dengan lemas. Sama seperti Abbas, dia juga jadi tidak bersemangat dalam melanjutkan pertarungan ini. Cherry merasa apa pun yang dia lakukan bakal berakhir percuma karena pasangannya sudah tidak lagi bisa bekerja sama dengannya. Sepertinya kekalahan akan menyertai mereka kedua. “HAHAHAHAHAHA!” Tiba-tiba Paul terbahak-bahak melihat pertengkaran Cherry dengan Abbas, dia merasa itu adalah kejadian yang sangat lucu dan konyol, meski rasa sakit masih terasa di seluruh tubuhnya, tapi dia masih mampu untuk menertawakan musuhnya sepuas itu. “Kalian ini benar-benar bodoh! Khususnya kau, Abbas! Kau itu terlalu naif! Kau seharusnya mendukung Cherry! Dia menyerangku karena ingin melindungimu dan memenangkan pertandingan ini bersamamu! Tapi kau malah melakukan hal yang payah! Aku tidak tahu lagi harus berkata apa, tapi kalau sudah begini, sepertinya kemenangan sudah jatuh pada pundakku!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD