BAB 1

1119 Words
Kehidupan adalah hal yang penuh rencana, penuh mimpi dan penuh usaha. Seperti itulah pandangan Nana seorang gadia berumur delapan belas tahun yang baru saja menyelasaikan masa putih abu-abunya. Di dalam benak Nana sudah terisi penuh dengan rencana-rencana kuliahnya, dimana dia akan masuk ke Universitas impiannya kemudian dia akan mendapatkan banyak teman yang akan menyertainya tumbuh dewasa. Tapi siapa yang sangka bahwa kehidupan juga penuh rahasia dan hal-hal tidak terduga. Malam ini terasa seperti biasanya. Nana duduk di meja belajarnya sambil mempelajari beberapa hal tentang perkuliahan, dia merasa bahwa sebelum masuk ke dunia dewasa dirinya memerlukan berbagai pengetahuan yang tidak dia dapati di materi pelajaran sekolah. Nana adalah gadis manis biasa saja yang tergolong anak baik dan penurut. Tidak pernah melakukan hal-hal di luar peraturan sekolah dan tidak pernah sekalipun membangkang keluarga. Dia bukan jenis siswa yang pandai di sekolah, tapi dia jenis anak baik yang taat peraturan. Nana tidak terlalu memiliki banyak teman, tapi dia juga bukan anak cupu yang tidak memiliki teman sama sekali. Dapat disimpulkan bahwa pemilik nama lengkap Kirana Anjani Sudibyo itu adalah gadis biasa saja, dengan kehidupan biasa saja, memiliki nilai biasa saja dan keseharian yang juga biasa saja. Nilai lebih yang dimiliki Nana hanyalah wajahnya yang cantik dan senyumnya yang manis sekali. Tapi Nana sendiri terlalu takut untuk dekat dengan lawan jenis ataupun di dekati lawan jenis, sehingga dia menghindari segala hal yang akan menjurus pada perkenalannya dengan lawan jenis melebihi seorang teman. Hal itu di dasari karena ayahnya sangat religius dan menekankan pada Nana bahwa diumurnya sekarang berdekatan dengan laki-laki lebih dari seorang teman, akan mendatangkan kehancuran untuk masa depannya. Sementara Nana tidak ingin mengecewakan mereka, sehingga dia memilih untuk tidak melakukan hal-hal semacam itu walaupun tidak sedikit laki-laki yang berusaha mendekatinya. Setiap malam Nana akan lebih suka berdiam diri di dalam kamarnya, menjelajah dunia maya dan mencari tahu banyak hal tentang negara-negara yang ingin di kunjunginya kelak jika sudah bekerja. Tapi malam ini, Nana fokuskan untuk mempelajari tentang kuliah. Nana sedikit mengernyit mendengar suara gerombolan orang berlari di samping rumahnya, walaupun kamar Nana ada di lantai dua tapi gerombolan itu terdengar berisik menjelaskan bahwa mereka mungkin sedang mengejar sesuatu yang gawat. Tapi Nana tidak mau peduli, dia masih terus fokus pada komputernya hingga kemudian dia merasa suhu mulai naik di dalam kamarnya. Sudah lebih dari dua hari Ac di kamar Nana mati sudah memanggil teknisi tapi belum datang juga. Mungkin besok Nana akan melakukan panggilan ulang lagi. Tanpa pikir panjang Nana melepas baju atasannya sehingga hanya mengenakan pakaian dalam dan celana pendek ketat, setelah itu kembali berkutat dengan komputer di hadapannya. Hingga suara jendela dibuka diiringi suara berdebam membuatnya terlonjak kaget dan menoleh ke arah datangnya suara. Mata Nana membola dan mulutnya menganga melihat ada laki-laki asing masuk ke dalam kamarnya. Pakaiannya sedikit sobek dan sepertinya ada luka di samping perutnya. Nana sudah ingin berteriak sambil segera mengambil guling yang dekat dengan jangkauannya untuk memukul tapi laki-laki itu menempelkan telunjuknya di bibir sambil meringis kesakitan. Nana sangat ketakutan, terlebih lagi karena dia hanya mengenakan pakaian dalam. "Kamu siapa?" Tanya Nana bergetar. Tapi laki-laki itu kembali menempelkan telunjuknya di bibirnya, menyuruh Nana jangan berisik. Nana ingin menangis terlebih ketika dia membuka bajunya yang sobek. Nana tidak peduli lagi dan akan berteriak tapi suara teriakannya teredam oleh tangan laki-laki itu yang secepat kilat menubruk Nana hingga mereka terjatuh di atas tempat tidur. "Jangan berisik! aku hanya numpang bersembunyi sebentar." Bisiknya dekat sekali. Jantung Nana berdebar kencang, ini adalah pertama kali baginya berada sedekat ini dengan laki-laki. Kemudian telinga Nana mendengar lagi suara orang lari-lari bergerombol di luar rumahnya yang membuat otaknya berkesimpulan laki-laki asing di hadapannya ini mungkin saja sedang terlibat tawuran. Karena di samping rumah Nana merupakan gang kecil yang sering di jadikan lahan tawuran oleh anak-anak SMA. Tapi laki-laki dihadapannya terlihat dewasa, mana mungkin dia masih anak SMA. Pikiran Nana berkelana kemana-mana hingga tidak menyadari ada langkah kaki yang mendekati pintu kamarnya. Lalu suara pintu di buka dan sebuah bentakan keras membuat kedua orang yang sedang berada dalam posisi intim itu menoleh kaget sambil membulatkan matanya kaget. "Bangun dari atas tubuh anak saya! Kenakan pakaian kalian dan saya tunggu di ruang keluarga." Ucap Haryo Sudibyo ayah Nana. Nana ingin menangis kala itu, ayahnya pasti berpikir yang tidak-tidak. Laki-laki di atasnyapun segera melepaskan cekalannya dari mulut Nana dan bangkit sambil menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Ini gara-gara kamu." Ucap Nana sambil terisak. Laki-laki itu menatap gadis di hadapannya dengan ekspresi menyesal. "Ayah pasti berpikir yang tidak-tidak." Ucap Nana lagi sambil menangis. Laki-laki itu diam saja, menggingit bibirnya dan mengusap wajahnya frustasi. Tapi kemudian turun dari ranjang dan mengambil kausnya yang sedikit sobek hendak memakainya tapi tidak pantas. "Punya baju besar yang bisa aku pakai?" Tanyanya tanpa merasa bersalah. Nana tambah menangis, dia takut. Laki-laki itu mendengus dan memutuskan untuk membuka saja lemari Nana dan menemukan sebuah kaus yang terlihat seperti kaus laki-laki kemudian memakainya. Mengambil selembar baju lagi dan melemparnya ke arah Nana. "Pakai bajunya dan ayok kita turun!" Perintahnya. Nana makin menangis takut. "Aku pasti di bunuh ayah dan bunda. Apalagi kalau ada kak Miko, aku pasti mati." Isaknya. "Aku yang akan dibunuh keluargamu, sudah jangan menangis begitu! Ayo bangun." Ujarnya. Kali ini terdengar lembut. Kemduian berbalik badan ketika Nana hendak memakai bajunya dan kemudian menggandeng gadis itu untuk turun ke ruang keluarga. Nana bersembunyi di balik punggung laki-laki itu ketika melihat keluarganya sudah menunggu disana dengan wajah merah padam. "Duduk!" Perintah Haryo tegas. Terdengar marah sekali. Nana ketakutan sampai gemetar. "Saya bisa jelaskan om kalau kejadiannya tidak seperti yang om bayangkan." Ujar laki-laki asing itu terdengar tenang. Membuat Nana heran, bagaimana laki-laki itu bisa setenang itu di situasi yang mencekam ini? "Saya tidak mau tahu pokoknya kamu harus menikahi anak saya. Bagi saya berduaan di kamar dengan keadaan baju kalian yang terbuka sudah merupakan perbuatan yang tidak bisa saya tolerir. Nana ayah kecewa sama kamu." Ucap Haryo kembali membuat Nana terisak. Laki-laki itu merasa sangat tidak enak. "Baiklah saya akan menikahi putri om." Ucap laki-laki itu membuat Nana kaget. Kenapa dia tidak melakukan pembelaan sedikitpun? apa yang dia pikirkan? "Siapa nama kamu?" "Raven om." "Telpon keluarga kamu dan suruh mereka datang ke sini sekarang!" Ucap Haryo lagi dengan tegas. Raven mengangguk, merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponsel dari sana. Kemdian pintu terbuka dan secepat kilat Raven tersungkur jatuh ke lantai karena di hantam tepat di wajahnya. "b******k! lo apain adek gue." Geram seorang laki-laki yang masih mengenakan setelan kerja rapih dan tampak sangat marah. Raven tetap tenang dan diam. Haryo segera melerai dan menenangkan kemudian mengambilkan ponsel Raven yang terlempar karena pukulan tadi. "Miko, tahan emosi kamu. Bukan seperti ini menyelesaikan masalah." Ujar Haryo mengingatkan. Miko terpaksa diam dan kemudian duduk di samping Nana lalu memeluknya. Gadis itu terisak. ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD