2. He's Still the Same as Before

2472 Words
Lamia tidak akan pernah bisa menyembunyikan rahasia dari Annabeth. Setelah ia mengutarakan maksud dan tujuannya untuk balas dendam pada Rex, Anna adalah orang yang paling bersemangat. Dukungannya pada Lamia tidak main-main. Sejak dulu, Anna memang tipikal wanita yang doyan melihat laki-laki menderita, dia penganut sadistik. Kali ini, mereka sudah bertandang ke toko pakaian wanita yang letaknya di pusat kota. Mereka sama sekali tidak janjian, tapi Anna menjemputnya langsung dengan Bugatti Divo hitam yang mengilat di lahan parkir toko. Semua orang tidak mengedip melihat mobil itu. Anna nampaknya bersenang-senang ketika berhasil membuat banyak mata menjadi iri. "Kenapa kau tiba-tiba menyuruhku berdandan?" Lamia mengintip satu harga baju. Mahal. "Ini toko pakaian artis." Anna cuek ketika memasukkan beberapa baju ke kantung belanja. "Aku punya banyak uang jajan dari Klaus. Aku ingin mentraktirmu." 'Wow, apakah menikah dengan miliuner seenak ini?' Lamia sebenarnya tidak terlalu senang memoroti kekayaan orang lain, tapi Anna adalah tipe orang tak akan bisa kau tolak. Dia akan melakukan berbagai cara supaya Lamia menerimanya. "Ok, tapi apa tujuanmu?" tanya Lamia, mulai merasa berat dengan kantung belanjanya. Anna berdeham. "Membantumu balas dendam?" Lamia menganga tak percaya. "Anna, ini masalahku. Kau tidak perlu merasa kasihan." "Ini bukan kasihan, aku sedang bersemangat." Anna memutar bola mata, dia tersenyum melihat manik glitter di belahan dadaa sebuah gaun. "Warna merah cocok untukmu." "Tapi, aku tidak butuh semua ini," kata Lamia, agak sedih. "Dan aku tidak suka merah." "Warna apa yang kau sukai?" "Hitam." "Ew, kampungan." Bibir Anna mencebik, dia memanggil pelayan yang mengikuti mereka untuk mendekat. "Ada warna hitam untuk gaun ini?" Kalimat itu membuat Lamia hampir tersedak. Sudah banyak yang diambil Anna untuknya, apa masih belum cukup? Hitam bukan benar-benar warna favoritnya, dia suka mustard. Pelayan itu mengambil gaun yang sama dengan warna lain. Glitter hitam di bawah cahaya toko yang terang membuat gaun itu tampak mewah. "Astaga, ini indah sekali. Kurasa kau bagus juga pakai gaun hitam untuk pesta malam di Bar Malochre." "Serius, aku tidak butuh ini." "Kau butuh. Kau wanita karir, tapi kau sangat lusuh. Kau harus berdandan yang cantik jika ingin memikat Rex." "What? Aku ingin balas dendam, bukan berkencan," ralat Lamia. "Balas dendam harus dilakukan dengan cara yang manis, Mia. Pertama-tama seekor bebek harus berubah menjadi angsa dulu." "Maksudmu aku jelek?" "Kalau kau merasa." Lamia terbungkam. "Kau tahu, aku sudah mempersiapkan skenario balas dendammu." Kesabaran Lamia telah di ujung tanduk saat dia berkata, "Oh, sial! Kau bahkan merencanakannya? Anna, aku tidak suka kau ikut campur sejauh ini." "Jangan tersinggung, Mia. Ini demi kebaikanmu." Anna tetap tidak menatapnya, sibuk pada gaun-gaun berat yang harganya selangit. "Semalam Klaus bertanya padaku, apakah kau bisa merencanakan pesta, kujawab saja; kau bisa." "Aku merencanakan pestamu." "Bukan itu maksudku, ini di luar pesta pernikahan. Usahamu hanya menerima jasa rancang acara pernikahan, bukan? Apa kau bisa membuat acara lain seperti event?" "Klaus butuh bantuan dengan perencanaan event?" Lamia balik bertanya. "Rex." Lamia melotot. "Tidak! Aku hanya menerima klien yang kusukai." Anna mengerutkan dahi. 'Dasar tidak profesional,' rutuknya. "Kau ingin balas dendam, 'kan? Kau harus sering bertemu dengan Rex dan langkah awalmu adalah menjadi temannya." "Teman? Kau gila! Melihatnya saja aku tak sudi." Sepertinya Anna mengabaikan protes itu, mencocokkan salah satu gaun di tubuh Lamia. "Pertama-tama kau harus tampil modis." "Tidak ada yang salah dengan penampilanku. Aku cantik." "Kau punya kecantikan alami, tapi tidak semua orang bisa melihat itu. Kau harus nyentrik." "Mengerikan." "Ayolah, Mia. Pipimu tembam, kau butuh tanam benang di sekitar sini." Anna mengajaknya bercermin, hari ini Lamia tampil dengan rambut diikat tinggi dan baju yang terkesan tomboy. "Sekarang masuklah ke fitting room untuk mencobanya, biar aku yang menilai." "Kenapa aku harus tampil cantik demi seorang bajingaan?" Lamia tidak bergegas. "Ngomong-ngomong soal Rex, bukankah itu Rex?" Anna menyenggol bahu Lamia yang masih sibuk berkaca. "Siapa wanita yang bersamanya?" Lamia menoleh ke samping, memerhatikan seseorang yang baru masuk dari pintu utama bersama seorang wanita. Mereka saling merangkul mesra seperti pasangan yang cocok. "Kuasa aku pernah melihatnya," ungkap Lamia. "Eh? Siapa? Apa mungkin pacarnya? Saat di pestaku, dia sendirian." "Kenapa dia bisa diundang ke pestamu?" tanya Lamia penasaran, dia lupa untuk menanyakan ini sejak kemarin. Apalagi Rex memakai boutonniere di saku jasnya. "Rex tamu VIP di pestaku. Perusahaan Klaus yang mengundangnya." "Apa kau yakin mereka tidak dekat?" tanya Lamia lagi. "Hanya sebatas rekan kerja. Kolega Klaus kenal dengannya dan mereka sering hangout." Alis Lamia menaik. "Ke mana orang kaya hangout?" "Main golf, mungkin. Klaus sangat suka golf." Selera orang tua, ungkap Lamia dalam hati. Orang yang pernah melarat sepertinya melihat lapangan golf dari jauh saja tidak pernah. Apa enaknya main golf dengan lapangan hijau luas tiada tara, lalu menaiki golf cart? "Kurasa itu pacarnya, mereka mesra sekali." Anna memanas-manasi Lamia. "Mungkin saja," jawab Lamia, pelan sekali. Dia menoleh ke arah lain. "Ah, dia menuju ke sini." Lamia berusaha tenang meskipun kepalanya sudah tidak mengawasi pergerakan Rex. Tapi siapa sangka pendengarannya menangkap ketuk langkah pantofel yang membuat jantungnya berdegup kencang. Kenapa dia gugup? "Annabeth, kebetulan kita bertemu di sini," sapa Rex basa-basi, mencium pipi kanan-kiri Anna. "Aku tidak sempat mengucapkannya, tapi selamat untuk pernikahanmu." Dahi Lamia mengerut dalam-dalam. Rex ramah sekali pada Anna. Saat bertemu dengannya di pesta kemarin atau saat Lamia meminta pertanggungjawaban padanya, dia cukup dingin dan tidak tersentuh. Oh. Apa ini kedoknya di depan wanita? Well, omong-omong wajar saja, Anna adalah tamu tetap Bar Malochre sejak remaja. Bahkan yang mengenalkan Lamia pada Rex adalah si pelacurr ini. Tapi, bisa jadi alasan Rex basa-basi karena Anna adalah istri dari Klaus. Apa pun itu, Lamia tidak peduli. "Terima kasih, Rex, terlalu banyak tamu jadi kita tidak saling menyapa. Oh ya, ini Lamia, temanku," Anna menunjuk Lamia, lalu melirik wanita yang bersama Rex penasaran. "Dan ini? Pacarmu?" 'Nice, Anna, kau telah mewakili rasa penasaran sahabatmu yang bodoh itu.' "Rose Wylmar, calon istri Rex." Wanita itu memberikan tangannya untuk dijabat, tapi wajahnya tidak ramah sama sekali. Lamia jijik padanya. Dan, oh, Lamia akhirnya ingat siapa wanita ini dan kenapa dia merasa tak asing dengan wajahnya. Tentu saja, dia adalah wanita sombong yang waktu itu ada di mobil bersama Rex saat Lamia mendatangi rumahnya. "Salam kenal." Anna menyahut tak suka, lalu melirik Rex. "Kudengar kau ingin mengadakan pesta di kelabmu?" "Ya, aku sangat suka pestamu. Jadi, aku meminta rekomendasi pada Klaus. Kau bisa membantuku?" Kesempatan yang bagus. Anna segera melirik Lamia yang berdiri tak nyaman di sampingnya sambil menyusun sebuah kalimat pancingan. Setelah kalimat sudah di ujung lidahnya, Anna menyenggol bahu Lamia dengan sengaja. "Kebetulan macam apa ini?" kata Anna tertawa. "Kita bertemu di saat yang tepat, Rex. Lamia yang merancang pestaku. Kau bisa minta kartu namanya. Dia sedang sepi job." "Aku tidak—" Kalimat Lamia terputus saat ujung heels Anna menginjak sepatunya. Rasanya sakit sekali. "Rex, kami ke toilet sebentar nanti kita bicara lagi." "Tentu." Anna sudah menyeret lengan Lamia dengan semangat ke sudut toko. Area itu sepi karena hanya terdapat celana dalam dan bra berkerut motif bunga. "Anna, kau menyakitiku!" keluh Lamia, menarik lengannya kasar. Seperti biasanya Anna tidak akan peduli pada protes itu, bahkan dia sengaja mengguncang-guncang bahu Lamia dengan semangat. "Mia, Mia, Mia! Ini kesempatan bagus. Mana kartu namamu? Cepat berikan padaku!" "Untuk apa?" "Rex butuh kau untuk perancang acaranya." "Bila kau lupa, aku perancang pesta pernikahan." Anna memutar bola mata. "Pesta pernikahan atau bukan itu tidak jadi masalah. Kau tinggal menambah stok perlengkapan baru." Tidak ada jawaban dari Lamia. Tatapannya mengatakan bahwa dia sangat enggan. Tujuan utamanya adalah balas dendam pada Rex, bukan berbasa-basi mendekatinya seperti seorang pelacurr murahan. Lamia pernah bodoh sekali. Dia tidak akan bodoh untuk kedua kalinya. "Kalau kau tak punya uang, aku bisa memberimu. Aku akan membantumu menyetok barang," ujar Anna keras kepala. "Ini bukan soal uang, Anna." "So?" Anna memberinya tatapan malas. "Coba kau pikir baik-baik, Mia. Usahamu akan semakin dikenal banyak orang jika banyak pengusaha sukses yang menggunakan jasamu. Hanya butuh waktu sedikit untuk kau melebarkan sayap. Pikir sisi positifnya saja." Lamia tetap Ragu. Anna segera memegang kedua tangannya. "Mia, aku selalu berada di sisimu saat kau butuh bantuan. Apa kau pikir aku akan meninggalkanmu jika ini tidak berjalan dengan baik?" Mungkin perlu diperjelas oleh Lamia siapa yang awalnya menjerumuskannya ke jurang kebodohan. Jika saja dulu, Anna tidak mengajaknya ke Bal Malochre, mungkin dia tidak akan tidur bersama Rex dan menjadi janda tanpa pernikahan. Sial sekali. Tetapi jika mau menyalahkan Anna, rasanya sangat tidak pantas. Saat Lamia ditinggalkan kekasihnya, dia sendiri yang minta dihibur oleh Anna. Saat itu dia lupa kalau Annabeth Federe adalah pelacurr seksi yang doyan mengejar Sugar Daddy. Tanpa berpikir panjang lagi, Lamia mengambil kartu nama perusahaannya. Pada kartu itu dia menggunakan nomor ponselnya sebagai contact person. Bodoh sekali. Seharusnya Lamia punya nomor lain untuk dicantumkan pada kartu itu. Sekarang dia menyesal. "Kau bersedia membantuku?" tanya Lamia begitu melihat Anna sangat girang, seperti ada rencana yang berhasil dalam kepalanya. "Tentu saja," Anna nyengir, mendorongnya ke bilik. "Cepat coba semua pakaian ini. Aku menunggumu di tempat tadi." *** "Rex, bagaimana menurutmu baju ini?" tanya Rose saat dia menempelkan sebuah gaun selutut berwarna merah muda. Sejujurnya Rex kurang suka gaun itu. "Yea, bagus," jawabnya. "Apa kau masih lama? Aku ada meeting kerja sama dengan sponsor." Rose cemberut. "Kau baru pulang dan kau sudah sibuk? Bukankah kau harus meluangkan waktu untukku?" "Aku tidak bisa, sudah lama aku meninggalkan kelabku," jawab Rex sambil sibuk pada ponselnya. "Aku akan mengadakan event untuk penambahan fasilitas." Bibir Rose semakin mengerucut. Dia sudah tahu kalau Rex orang sibuk. Rex Winston adalah pengusaha muda yang memiliki banyak tempat kelab di berbagai kota dan negara, salah satu yang terkenal adalah Bar Malochre. Kelab itu merupakan kelab besutan pertamanya ketika dia baru meniti karir. Kesuksesannya membuat Rex bersemangat membangun kelab lain di berbagai tempat, dan dia tak segan-segan memberi banyak fasilitas di kelab itu. Orang-orang menyebut Bar Malochre sebagai Kelab Bintang Lima. Di bar itu, seseorang bisa mendaftar sebagai member khusus. Ada kamar hotel dan kolam renang bagi yang ingin menginap, bahkan restoran mewah dengan menu yang memanjakan. Baru-baru ini Rex juga tak segan menambahkan fasilitas bermain bilyar yang rencananya akan gunting pita minggu depan. Makanya dia sedang sibuk mempersiapkan itu semua. "Kau sudah meninggalkanku selama lima tahun, tapi saat kau kembali kau tetap sibuk dengan pekerjaanmu," kata Rose lesu. "Aku ingin tunanganmu atau bukan?" Kalimat itu menarik atensi Rex pada ponselnya, ia mendekat untuk meraih pinggang Rose. "Maafkan aku, Darling. Setelah ini selesai, kita akan berlibur seminggu penuh. Bagaimana?" "Kau serius? Aku sangat senang mendengarnya! I love you, Rex." Rose akhirnya meninggalkannya untuk menuju fitting room. Karena letaknya lumayan jauh, Rex memilih untuk menunggunya di depan. Dia menghela napas. Fokus pikirannya segera buyar setelah Rose merajuk. Dia dan Rose telah bertunangan lima tahun lalu, atau entah bagaimana wanita itu bisa jadi tunangannya. Rex tidak ingat jelas. Ayahnya berkata bahwa almarhum ibunya sudah menjodohkan mereka sejak kecil dan mereka saling mencintai. Tetapi bagi Rex itu seperti alasan yang dibuat-buat. Setelah menunggu satu jam lamanya sambil melamun, Rex bingung kenapa Rose belum kembali. Dia menuju ke fitting room yang letaknya berada agak jauh dari tempatnya duduk. Ada tiga bilik dan semuanya tertutup. "Rose, apa kau sudah selesai?" Rex berteriak agak keras, terdengar suara benturan di dalam. "Aku sibuk. Cepatlah." Tidak ada jawaban. "Aku masuk, jangan salahkan aku kalau kau telanjang." Masih tidak ada jawaban. Oke. Artinya lampu hijau sudah diberi. Rex memang tidak pernah seks dengan Rose, tapi dia sering melihatnya telanjang. Mereka tidak akan malu satu sama lain hanya karena itu. Rex memilih bilik secara acak dan masuk pada tempat yang paling ujung. Begitu dia masuk, dia tercekat, seorang wanita berambut auburn melotot horor padanya. Pandangan Rex auto-focus pada lengan gaunnya yang baru terpakai sebelah. Namun, kemudian dia mendengar wanita itu menjerit keras. "A-Apa yang kau lakukan?! Apa kau ini mésum?! Keluar kau! Keluar!" Wanita itu berteriak sambil memukul-mukul lengan Rex mundur. Sedangkan Rex berkali-kali melindungi kepalanya agar tak dipukul. Kalau Rex tidak salah ingat, wanita ini adalah seseorang yang bersama dengan Annabeth Federe. Namanya Lamia. Rex berusaha semampunya untuk meminta maaf, tapi dia terus didorong ke luar bilik dengan kekuatan monsternya. Wanita ini sangat bar-bar. "Hei! Dengarkan penjelasanku!" Rex mundur, dia telah keluar dari bilik, hampir jatuh di undakan. "Siapa yang mau mendengar penjelasan dari pria mésum, hah?!" Anehnya Lamia tidak melepaskannya saat mereka sudah di luar. Padahal lengannya terbuka dan satu tangan lainnya memegangi payudaranya seolah-olah akan jatuh. Rex ingin memperingatinya, tapi Lamia keburu tersandung undakan bilik dan jatuh ke arahnya. Bunyi benturan yang kuat terdengar saat keduanya jatuh saling menindih. Tapi, ada yang membuat Lamia kian marah. Tangan Rex di payudaranya. Tangan Rex meremas payudaranya. Tangan Rex .... Lamia segera bangun tegak. Wajahnya telah memerah karena malu dan marah. "Apa-apaan kau! Dasar tidak tahu diri! Kau ingin memperkosaku?" Rex ikut bangun. Di sekitar mereka beberapa pengunjung toko melihat dengan penasaran sambil berbisik. Astaga, Rex tidak bisa membuat image baiknya menjadi buruk. Dia pengusaha terkenal. "Hei, tenanglah dulu. Dengar penjelasanku, jangan berteriak." Akan tetapi Lamia tidak mendengarkannya. Enak saja, pria ini akan membodohinya dua kali. Dengan cepat dia berteriak, "Penjaga! Penjaga! Di mana—hmp!" Mulut Lamia dibungkam dan dia didorong ke dalam bilik lagi. Rex menutup gorden kainnya dan mereka penuh sesak berdua di dalam. Mata Lamia melotot. Kekuatan pria ini cukup besar, Saat dia memberontak, dia tidak bisa melepaskan diri. Ini situasi yang tidak menguntungkan. Lamia berkeringat dingin. Dia tidak mau hamil tanpa suami lagi. Tidak setelah neraka apa yang dia alami. "Kau sudah tenang?" tanya Rex dengan suara yang dalam dan berat. Matanya beralih dari dadà Lamia, ke arah lain. "Kau ... dadamu terbuka, di luar ada banyak orang. Cepat tutup." Mata Lamia hanya bisa melotot. Tatapan itu mengatakan bahwa dia tak mengerti apa yang terjadi, sampai akhirnya Rex melepaskannya. Menunjuk dadanya. "Bra-mu terlihat, warnanya kuning," komentar Rex. Lamia segera melihat dan menutupnya dengan wajah memerah. Rex mengangkat tangannya. "Dan aku sama sekali tidak berniat memperkosamu, oke? Kau bukan tipeku." Sampai mati pun Lamia tak berharap menjadi tipe Tuan Sombong ini. "Ini semua salahmu, Mr. Winston! Kalau kau tak masuk sembarangan, ini tak akan terjadi. Kau harus bertanggungjawab!" Sejak awal ini memang salah Rex, jadi ia menurunkan harga dirinya dan mengalah. Ia tidak bisa mempertaruhkan nama baiknya karena kejadian konyol ini. "Oke." Rex mengeluarkan kartu namanya. "Ini salahku, maaf. Kalau kau tidak puas dengan maafku, temui aku dan katakan apa yang kau inginkan." Lamia meneguk ludah. "Aku akan mentraktirmu makan malam, kapan-kapan," lanjut Rex. Diam-diam Lamia memerhatikan wajah Rex, tidak ada yang berubah sejak terakhir kali mereka bertemu. Lamia ingat dengan janggut tipis tajamnya yang masih sama. Walaupun ingatannya tentang pria yang tidur dengannya waktu itu masih samar-samar, Lamia yakin mengingat wajah tampan dan janggut itu. Tanpa sadar tangan Lamia menyentuhnya. "Maaf?" Lamia terkejut, merebut kartu nama Rex dengan kasar. "Aku terima undanganmu. Silakan keluar, Mr. Rex Winston." Sepeninggal Rex, Lamia tak bisa menahan diri lagi. Dia segera berjongkok dan menenangkan detak jantungnya yang menggila. Sialan! Sialan! tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD